Zakiah Daradjat Pionir Psikologi Spiritual

KolomZakiah Daradjat Pionir Psikologi Spiritual

Untuk pertama kalinya Zakiah Daradjat, menjadi lulusan doktor psikologi perempuan pertama di Indonesia. Ini pencapaian yang menginspirasi generasi setelahnya dalam pengembangan psikologi berbasis spiritual. Selain itu, karirnya di dunia pendidikan juga tak kalah cemerlang yang kemudian menjadi lahan pendistribusian setiap gagasan psikologi spiritualnya, yang mana kala itu masih sangat jarang ditekuni oleh warga Tanah Air.

Rendah pendidikan menjadi label lekat bagi perempuan zaman dulu. Namun, hal tersebut, nyatanya tidak berlaku bagi Zakiah Daradjat. Kesungguhannya dalam belajar mengantarkan Zakiah sebagai sosok yang menginspirasi kaum hawa dalam menempuh jenjang pendidikan dan karirnya yang melalang buana. Tidak terbatas oleh adat kuno sebagai perempuan yang berkutat pada dapur, kasur, dan sumur.

Zakiah Daradjat merupakan perempuan kelahiran Nagari Koto Marapak, Bukittinggi, Sumatera Barat, pada 6 November 1929. Dalam jenjang pendidikannya, ia sempat menempuh pendidikan perguruan tinggi di UII Fakultas Hukum, tetapi tidak selesai lantas pindah dan mendapat gelar sarjana dari PTAIN Yogya Fakultas Tarbiyah. Kemudian ia mendapat tawaran beasiswa dari Departemen Agama selama satu tahun dengan mengambil diploma program spesialisasi pendidikan di Mesir Universitas Ain Syams.

Selanjutnya di jenjang magister, ia mengambil bidang studi Kesehatan Jiwa Pada Remaja dan Anak dengan tesis Problematika Remaja di Indonesia dengan spesialisasi Mental Hygiene yang diselesaikannya pada 1959. Sementara gelar doktornya,ia menekuni bidang psikologi spesialisasi psikoterapi dari di Universitas Ain Syams yang merupakan capaian pertama perempuan sebagai doktor psikolog di Indonesia (1964). Selama di Mesir, Zakiah juga mengikuti kursus pembelajaran bahasa, hingga ia bisa menguasai bahasa Arab, Inggris, dan Perancis dengan baik. Konon, karirnya yang sebagai penerjemah kunjungan kenegaraan di masa Soeharto juga kerap mendapat prestasi bergengsi di kancah internasional.

Menilik situasi pendidikan yang ada di Indonesia, Zakiah sebagai lulusan tarbiyah dan psikologi merasa bertanggung jawab untuk mengamalkan ilmunya. Dalam kontribusinya, Zakiah melihat pendidikan nasional hanya berfokus pada aspek kecerdasan (kognitif) dan pengembangan manusia seutuhnya, yakni kemasyarakatan dan kebangsaan. Sedangkan aspek tanggung jawab pada Ketuhanan Yang Maha Esa minim diperhatikan (aspek spiritual). Berdasarkan pengamatannya, Zakiah kemudian dikenal sebagai pelopor pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah umum dengan memprakarsai disusunnya buku-buku dasar ilmu umum dengan pendekatan agama Islam.

Sebenarnya, dibalik pendekatan agama Islam, Zakiah menyisipkan bidang keilmuan psikologinya. Sebab, menurut Zakiah pendidikan Islam itu memiliki peran dalam memengaruhi kesehatan mental manusia. Selain itu, kesehatan mental sebagai instrumen potensi anak dalam mewujudkan keharmonisan antara fungsi-fungsi kejiwaannya. Kesehatan mental melahirkan semangat dan ketangguhan dalam menghadapi permasalahan yang terjadi serta terhindar dari kegelisahan pertentangan batin. Adanya pandangan tersebut bukan saja karena landasan al-Quran dan hadis, tetapi dibuktikan melalui penelitian dari pakar dan pemikiran modern.

Munculnya Zakiah sebagai psikolog merupakan salah satu jawaban bahwa situasi keagamaan masa kini yang membutuhkan pendekatan kesehatan mental. Publik yang kerap emosional terhadap wacana keberagamaan, hakikatnya mereka tidak bisa utuh memahami nilai psikologi yang ada dalam sikap spiritual. Bayang-bayang ilmu psikologi sebagai produk barat ialah spekulasi yang salah kaprah. Sebab secara tidak langsung setiap keagamaan atau spiritual itu erat dengan sikap kejiwaan, khususnya Islam yang ajarannya menyerukan untuk bersabar, ikhlas, ikhtiar, dan sebagainya.

Baca Juga  Maraknya Populisme Islam

Oleh karena itu, setelah Zakiah pulang kuliah dari Mesir oleh Saifudin Zuhri, Menteri Agama kala itu mengangkatnya sebagai pegawai negeri di Departemen Agama lantas di beri ruangan khusus untuk membuka praktik psikologi. Di samping kesibukannya mengajar sebagai dosen IAIN swasta dengan jam terbang di berbagai provinsi yang merangkap menjadi pegawai sekaligus dokter jiwa. Pada implementasi konselingnya, Zakiah cenderung menggunakan pendekatan agama Islam. Ia mulanya membuka tempat konseling di lingkungan Departemen Agama, tetapi kunjungan pasien yang kian banyak mendorongnya untuk membuka klinik di rumahnya sendiri di Wisma Sejahtera, Cipete Jakarta Selatan pada tahun 1965.

Kontribusi Zakiah terhadap kepakarannya di bidang psikologi, utamanya kesehatan mental cukup berpengaruh besar di dunia pendidikan. Pada karirnya di Depag, Zakiah mengepalai Dinas Penelitian dan Kurikulum Perguruan Tinggi di Biro Perguruan Tinggi dan Pesantren Luhur Departemen Agama (Abuddin Nata, Tokoh-tokoh Pembaharu Pendidikan Islam di Indonesia: 2005). Dalam tugasnya tersebut, Zakiah memberi sentuhan perubahan pendidikan nasional dengan asa pendidikan agama Islam yang dinilainya lebih utuh mengarah pada manusia yang memiliki pribadi Muslim sekaligus kebangsaan.

Semangat keilmuan Zakiah tidak sekadar tersalur secara verbal pada profesinya sebagai pendidik dan pegawai, melainkan Zakiah juga menulis banyak karya yang tak sedikit jumlahnya. Zakiah merupakan ilmuwan Muslimah yang sangat produktif dan hampir seluruh karyanya terfokus pada pembahasan kesehatan mental. Di antara buku-buku yang ditulis Zakiah ada yang bersumber dari kumpulan ceramah diperkuliahan atau majelis. Selain itu, karya tesis dan disertasinya juga kerap diangkat sebagai bahan tulisannya.

Itu sebabnya, jejak hidup Zakiah sangat menginspirasi para perempuan agar tampil berani dan tekun dalam belajar, niscaya dalam hidupnya bisa menikmati banyak hal dengan bebas label stereotip. Ketimpangan pada perempuan tidak berlaku bagi bangsa yang ingin maju dengan membawa asa perubahan, baik laki-laki maupun perempuan keduanya harus saling bersinergi.

Demikian Zakiah Daradjat merupakan tokoh Muslimah psikolog yang mendedikasikan dirinya di dunia pendidikan demi kemajuan abngsanya. Keteladanannya dalam mengupayakan kemajuan peradaban mengerahkan semangatnya untuk menjadi sosok yang berkualitas dan sangat produktif menulis dalam menuangkan gagasannya. Sang pionir wafat pada usia 83 tahun (2013), di usia senjanya ini menjelang kewafatan, ia masih tetap aktif mengajar, berceramah, dan membuka konsultasi psikologi.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.