ISIS: Dinasti Umayyah Zaman Now

KolomISIS: Dinasti Umayyah Zaman Now

Siapa yang tak kenal Islamic State of Iraq and Syria atau ISIS? ISIS adalah organisasi teroris yang paling kejam dalam sejarah terorisme, karena mereka tidak lagi menjadikan Amerika Serikat sebagai musuh utama, melainkan rezim yang sah pada setiap negara. Bahkan, mereka menghalalkan pembunuhan yang sangat sadis terhadap siapapun yang tidak setuju kepada mereka.

Namun, kekejaman ISIS bukanlah yang pertama dalam sejarah Islam. Sebelumnya, ada Dinasti Umayyah yang juga menggunakan cara-cara yang kejam dan sadis, bahkan pembunuhan pula untuk mencapai kekuasaan dan tujuan mereka. Karena itu, bisa dibilang ISIS adalah representasi Dinasti Umayyah zaman now. Kenapa demikian?

Setidaknya, ada beberapa alasan yang bisa disebutkan, kenapa ISIS merupakan representasi Dinasti Umayyah untuk saat ini. Pertama, baik ISIS maupun Dinasti Umayyah sama-sama merebut kekuasaan dari rezim yang sah. Sebagaimana dikisahkan oleh Philip K. Hitti dalam History of Arabs (2018), bahwa Muawiyah yang menjadi khalifah pertama dari Dinasti Umayyah telah merebut kekuasaan yang sah dari Imam Ali bin Abi Thalib secara licik dan culas. Muawiyah melalui tangan kanannya Amr bin Al-Ash melakukan abritase dengan Abu Musa al-Asy’ari yang menjadi wakil dari Imam Ali setelah kelompok Muawiyah kalah dalam perang Siffin. Namun, pada kenyataannya upaya abritase tersebut hanyalah intrik Muawiyah untuk merebut kekuasaan dari Imam Ali.

Begitu pula dengan ISIS, mereka melakukan segala cara untuk merebut kekuasaan dari pemerintahan yang sah. Hal ini terjadi ketika Iraq jatuh ke tangan AS pada tahun 2003. Sejak itu, Irak berada dalam konflik dan rezim terus bergejolak. Abu Musab al-Zarqawi sebagai pimpinan al-Qaeda Irak terus menggalang kekuatan untuk merekrut para anggota dengan merekrut para mantan aktivis dan tentara yang berafiliasi pada Partai Ba’ats. Mereka membangun narasi sektarian antara Sunni dan Syiah untuk konsolidasi kalangan Sunni di Irak.

Pada tahun 2006, al-Zarqawi tewas. Pada tanggal 15 Oktober 2006, Abu ayyub al-Masri yang didaulat sebagai pemimpin al-Qaeda Irak mengumumkan berdirinya Islamic State of Iraq (ISI) dan berbaiat kepada Abu Bakar al-Baghdadi sebagai khalifah ISI. Puncaknya, pada tahun 2014, ISIS berhasil menguasai Mosul, provinsi terbesar kedua di Irak serta Raqqa dan Deir Zour di Suriah. Tahun ini merupakan masa indah bagi ISIS karena mereka berhasil menguasai dua wilayah kaya minyak di Irak dan Suriah.

Inilah kenapa, ISIS dan Dinasti Umayyah disebut sama-sama menghalalkan cara untuk merebut kekuasaan dari rezim yang sah. Kalau Dinasti Umayyah merebut kekuasaan tersebut dari Imam Ali bin Abi Thalib, bahkan dari kedua putranya Imam Hasan dan Husein, sementara ISIS telah merebut sebagian wilayah Iraq dan Suriah dari pemerintahan yang sah secara paksa dan brutal.

Kedua, baik ISIS dan Dinasti Umayyah melakukan pembunuhan dengan sangat sadis dan kejam. ISIS yang merupakan organisasi teroris memang menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan, bahkan pembunuhan dengan memenggal kepala. Dalam hal ini, Didik Novi Rahmanto dalam Returnees Indonesia: Mengbongkar Janji Manis ISIS (2020), menceritakan bahwa berdasarkan pengakuan mantan anggota ISIS, ISIS kerap menggorok leher salah seorang tawanannya. ISIS memamerkan perilaku biadab tersebut di depan publik. Usai digorok, jenazah orang malang tersebut dibuang begitu saja. Bahkan, anak-anak di sana malah segera berebut kepala korban untuk dijadikan mainan. Ditendang ke sana kemari layaknya bola.

Baca Juga  Menguatkan Pendidikan Moderasi Beragama

Hal itu pula yang berlaku pada Dinasti Umayyah, mereka tega membunuh dan melakukan pemenggalan kepala kepada Imam Hasan dan Husein, cucu Rasulullah SAW. Dalam hal ini, Philik K. Hitti menjelaskan Muawiyah membunuh Imam Hasan dengan meracunnya. Ia melakukan hal ini bersekongkol dengan haremnya. Sementara Imam Husein, lebih sadis lagi dibunuh dengan dipenggal kepalanya oleh Umar bin Saad bin Abi Waaqash atas perintah Yazid bin Muawiyah, khalifah kedua Dinasti Umayyah.

Dua kisah di atas menunjukkan bahwa baik ISIS maupun Dinasti Umayyah kerap melakukan pembunuhan yang kejam dan sadis, bahkan dengan pemenggalan kepala. Mereka lakukan hal keji tersebut hanya untuk kekuasaan belaka. Karena itu, ISIS bisa dibilang cerminan Dinasti Muawiyah pada saat ini.

Ketiga, baik ISIS maupun Dinasti Umayyah kerap melakukan perusakan dan penghancuran kota. Dinasti Umayyah misalnya, pernah menghancurkan Kota Madinah dan Mekkah untuk membunuh musuh-musuh politiknya. Seperti yang disebutkan oleh Philip K. Hitti, pada 26 Agustus 683, Yazid mengirim pasukan ke Madinah untuk membunuh Abdullah bin Zubair. Namun, dalam usahanya membunuh Abdullah bin Zubair, pasuka Yazid secara sporadis telah meluluhlantakkan kota Nabi, Madinah.

Tidak berhenti di situ saja. Abdullah yang melarikan diri ke Kota Mekkah, dikejar oleh pasukan Yazid yang dipimpin oleh Husain Ibn Numair al-Sakuni. Selama pengepungan, Ka’bah pun terbakar dan rata tanah. Dua kota suci umat Muslim hancur oleh serangan pasukan Dinasti Umayyah yang membabi buta.

Sementara ISIS tak kalah sporadis dengan Dinasti Umayyah. ISIS yang dikenal organisasi teroris paling kejam dalam sejarah terorisme, tidak hanya menghancurkan kota saja, tetapi menghancurkan situs-situs bersejarah hingga makam Nabi. Suatu tindakan yang sangat biadab yang dilakukan oleh orang-orang tak beradab.

Atas dasar itu semua, kita bisa menyimpulkan bahwa ISIS merupakan representasi Dinasti Umayyah saat ini. Kesamaan tindakan dan cara-cara yang dilakukan untuk mencapai tujuan dan kekuasan sangatlah mirip. Baik ISIS maupun Dinasti Umayyah kerap melakukan pembunuhan secara sadis dan kejam, khususnya pemenggalan kepala. Lebih dari itu, ISIS dan Dinasti Umayyah sama-sama merebut kekuasaan dari rezim yang sah, dan kerap menghancurkan kota-kota di sekitarnya yang banyak meninggalkan warisan sejarah yang tak ternilai harganya.

Kisah sejarah di atas, baik ISIS maupun Dinasti Umayyah sudah seharusnya menjadi pelajaran yang sangat berharga bagi kita semua. Jangan sampai, peristiwa-peristiwa kejam dan sadis, yang sangat memilukan dan menyayat hati ini terulang kembali. Tidak selamanya, tiap kekuasaan harus berakhir dengan pertumpahan darah. Yang lebih penting dari kekuasaan adalah kemanusiaan. Itulah pesan yang pernah disampaikan guru bangsa kita, KH. Abdurrahman Wahid.

Kisah sejarah Dinasti Umayyah dan ISIS di atas juga menjadi salah satu preseden terburuk dalam sejarah kita. ISIS dan Dinasti Umayyah merupakan sejarah kelam peradaban Islam. Karena itu, kita perlu mengubur dalam-dalam sejarah kelam tersebut. Sebaliknya, kita harus menghadirkan sejarah baru yang penuh optimisme, yaitu sejarah persaudaraan dan perdamaian. Bukankah hal ini lebih baik untuk masa depan kita bersama?

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.