Ngatawi Al-Zastrouw: Shalawat Itu Seni dalam Gerakan Keagamaan

BeritaNgatawi Al-Zastrouw: Shalawat Itu Seni dalam Gerakan Keagamaan

Seni adalah suatu aspek yang tidak dapat dipisahkan dari kemanusiaan. Dengan seni, keahlian, keindahan, kekuatan emosional, atau ide-ide konseptual dapat diekspresikan dengan kreatif, menarik, dan mudah diterima. Seni juga sangat signifikan dalam penyebaran ajaran agama di negeri kita. Ngatawi Al-Zastrouw, seorang budayawan NU, menyampaikan pentingnya seni dalam gerakan keagamaan, tidak hanya di masa lalu, tetapi juga di masa kini.

Dalam agenda Ngaji Kebangsaan KUPI: Ulama Perempuan Merawat Nilai Kebangsaan Melalui Sholawat & Lagu Keagamaan yang dilaksanakan secara daring, Al-Zastrouw mempresentasikan materinya yang berjudul “Merawat Kebangsaan Melalui Shalawat”. Berdasarkan pemaparannya, Shalawat berpengaruh besar bagi bangsa, karena mengandung keindahan seni dan kedalaman makna. Ia juga memaparkan besarnya peran kesenian dalam pembentukan dan penyebaran Islam di Nusantara.

“Ini menjadi sesuatu yang wajar, bahwa kesenian merupakan media yang efektif dalam penyiaran Islam di nusantara. Selain wayang, gamelan, tembang, atau seni pertunjukan pada umumnya, seni-seni yang lain terutama seni suara, seni musik, itu juga memiliki posisi yang sangat strategis dalam penanaman nilai-nilai dan penyebaran islam di nusantara” Ujar peraih Penghargaan Santri Inspirasi 2016 di Bidang Seni dan Budaya dari Pustaka Kompas ini.

Al-Zastrow juga memaparkan bahwa banyak para ulama,kyai, dan wali, yang menjadikan musik serta lagu sebagai sarana edukasi sekaligus dakwah yang efektif  untuk  menyebarkan ajaran Islam. Beberapa peninggalan seni berupa tembang pun ditemukan sebagai hasil karya para wali karena sarat dengan pesan agama. Di antaranya, Lir-ilir, Sluku-sluku Bathok, danTuri-turi putih.

Berdasarkan pemaparan al-Zastrow, ulama-ulama dahulu, ketika mengajarkan ayat quran atau hadis melalui seni, mereka tidak mengutip langsung nash atau bunyi teksnya, melainkan diolah secara kreatif dengan cara vernakularisasi dan interteks. “Interteks itu mengutip beberapa kata dari ayat atau hadis, dicampur dengan kata yang lain, baru dijadikan syair dan lagu. Atau dengan cara vernakularisasi, yaitu Quran atau hadis diambil intisari maknanya, kemudian dibahasakan ke dalam bahasa lokal” jelasnya. 

Baca Juga  Memahami Maksud Hadis Al-Hajju ‘Arafah

Singkatnya, seni berperan dalam gerakan keagamaan melalui dua cara. Pertama, merekonstruksi teks agama ke dalam bahasa lokal. Kedua, mengubah kesenian lokal yang ada, dengan muatan ajaran Islam. Dengan begitu, terjadilah proses rekonstruksi yang mengaitkan seni nusantara dengan seni timur tengah, sehingga lahir tembang pujian, syiir, shalawat, nadhom, dan lain sebagainya, yang hingga kini menjadi tradisi Muslim di Indonesia.

Tembang dan syair Shalawat, misalnya, tidak hanya menjadi bagian dari ritual keagamaan, tetapi telah menjadi sarana penanaman spirit kebangsaan karena syair shalwata dibawakan dengan pesan kebangsaan. Para ulama menggunakan seni untuk menanamkan semangat kebangsaan kebangsaan dan nasionalisme membela tanah air. Seperti tercermin dalam Syair syubbanul wathon karya mbah Wahab Chasbullah, shalawat Badar karya K.H Ali Mansur, shalawat KHR. Asnawi kudus, merupakan beberapa shalawat bersejarah yang berperan menumbuhkan spirit kebangsaan. Gerakan kebangsaan melalui shalawat terus berkembang hingga saat ini, digemari, dihormati, dan dilestarikan oleh masyarakat Muslim di negari ini. 

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.