Adzan Hayya ‘ala al-Jihad Bukan Ajaran Islam

KolomAdzan Hayya ‘ala al-Jihad Bukan Ajaran Islam

Sebuah video viral di media sosial menampilkan sekelompok orang mengumandangkan adzan dengan mengganti kalimat hayya ‘ala al-shalah (mari kita shalat), menjadi hayya ‘ala al-jihad (mari kita jihad). Video tersebut lantas menuai polemik, karena mereka membawa senjata tajam saat ajakan jihad itu dikumandangkan.

Pada masa Nabi Muhammad SAW, adzan dicetuskan di Madinah (tahun pertama Hijriyah) ketika jumlah umat Islam terus bertambah. Di antara dalil yang menjelaskan kronologi adzan adalah hadis Ibn Umar, ia berkata, “kaum Muslim dahulu ketika datang di Madinah, mereka berkumpul lalu memperkirakan waktu shalat, tanpa ada yang menyerunya. Lalu pada suatu hari mereka berbincang mengenai hal itu.

Sedangkan sebagian dari mereka berkata, gunakan saja lonceng seperti lonceng yang digunakan oleh Nasrani. Sebagian lainnya menyarankan, gunakan saja terompet seperti terompet yang digunakan kaum Yahudi”. Lalu ‘Umar ibn Khattab (ayahnya) berkata, “bukankah lebih baik dengan mengumandangkan suara untuk memanggil orang shalat”. Kemudian Rasulullah SAW bersabda, wahai Bilal bangun lah dan kumandangkan lah adzan untuk shalat [HR Bukhari dan Muslim].

Untuk itu, tidak dapat dipungkiri bahwa adzan mulai disyari’atkan pada masa awal hijrah Nabi SAW ke Madinah. Bahkan, ketika umat Muslim melantunkan adzan, kaum Yahudi, Nashrani, dan kaum Musyrikin engolok-olok dan mempermainkan adzan, karena mereka tidak mengerti makna yang terkandung di dalamnya. Sebagaimana diceritakan dalam al-Quran surah al-Maidah ayat 58 berikut.

Dan apabila kamu menyeru (mereka) untuk (mengerjakan) sembahyang, mereka menjadikannya buah ejekan dan permainan. Yang demikian itu adalah karena mereka benar-benar kaum yang tidak mempergunakan akal [al-Maidah (5): 58].

Lebih lanjut, syarat sah adzan tertulis dalam kitab al-Fiqh al-Manhaji ala Madzhabi al-Imam al-Syafi’I karya Musthafa al-Khin dan Musthafa al-Bugha, dijabarkan bahwak hukum adzan itu sunnah dan ia memiliki beberapa syarat sah. Dalam kitab tersebut dituliskan terdapat 7 syarat sah adzan.

Di antaranya, Muslim, tamyiz, laki-laki, tertib, berturut-turut tanpa waktu pemisah, bersuara keras (bukan suara berbisik atau lirih), dan masuk waktu shalat. Syarat-syarat sah adzan tersebut tentu saja berlandaskan hadis-hadis Nabi SAW. salah satu yang akan dibahas dalam syarat sah ini adalah tertib.

Tertib yang dimaksud adalah berurutan dalam menyebutkan kalimat-kalimat adzan sehingga tidak diperbolehkan mengumandangkan kalimat adzan secara acak. Apalagi, mengubah kata atau kalimat dalam adzan, karena tidak sesuai dengan hadis Rasulullah SAW berikut.

Dari Abdullah ibn Zaid, ia berkata, ”Suatu hari Rasulullah SAW menyuruh memukul lonceng agar orang-orang berkumpul untuk shalat. Ketika tertidur, aku bermimpi seorang laki-laki datang membawa lonceng dengan tangannya dan mengelilingiku. Aku berkata padanya, “wahai hamba Allah, apakah engkau menjual lonceng itu?” Dia berkata: “Apa yang akan engkau lakukan dengannya (lonceng tersebut)?” kujawab: “Kami akan gunakan (lonceng itu) sebagai panggilan sholat”. Dia pun berkata, “maukah engkau kuberi tahu (panggilan) yang lebih baik dari (bunyi lonceng) itu?” Aku berkata, “tentu saja”.

Baca Juga  Bung Karno, Pemimpin Penuh Cita dan Kasih

Dia berkata, “kau ucapkan: Allaahu Akbar, Allaahu Akbar (2x) Asyhadu allaa illaaha illallaah (2x) Asyhadu anna Muhammadar rasuulullah (2x) Hayya ‘alashshalaah (2x) Hayya ‘alalfalaah. (2x) Allaahu Akbar, Allaahu Akbar (1x) Laa ilaaha illallaah (1x).”

Setelah melafalkan kalimat tersebut, laki-laki yang membawa lonceng itu terdiam sejenak. Lalu, ia berkata : “Katakanlah jika sholat akan didirikan; Allaahu Akbar, Allaahu Akbar, Asyhadu allaa illaaha illallaah, Asyhadu anna Muhammadar rasuulullah, Hayya ‘alashshalaah, Hayya ‘alalfalaah, Qad qaamatish-shalaah, Qad qaamatish-shalaah, Allaahu Akbar, Allaahu Akbar.

Begitu Subuh, aku mendatangi Rasulullah SAW kemudian kusampaikan kepada beliau, perihal yang kumimpikan. Beliau pun bersabda: Sesungguhnya itu adalah mimpi yang benar, insya Allah. Bangkitlah bersama Bilal (ibn Rabah) dan ajarkanlah kepadanya apa yang kau mimpikan agar diadzankan (diserukan) olehnya (Bilal), karena sesungguhnya suaranya lebih lantang darimu.

Maka, aku bangkit bersama Bilal, lalu aku ajarkan kepadanya dan dia mengumandangkan adzan. Ternyata, hal tersebut terdengar oleh Umar bin al-Khattab ketika dia berada di rumahnya. Kemudian, dia keluar dengan selendangnya yang menjuntai. Dia berkata: Demi Dzat yang telah mengutusmu (Muhammad) dengan benar, sungguh aku telah memimpikan apa yang dimimpikannya. Kemudian, Rasulullah SAW bersabda: Maka, segala puji bagi Allah [HR Abu Daud, al-Tirmidzi, al-Bukhari, al-Darimi, Ibnu Majah, Ibnu Jarud, al-Daruquthni, al-Baihaqi, dan Ahmad].

Hadis di atas mengajarkan kaum Muslim cara untuk mengumandangkan adzan dan iqomah sebelum shalat dilaksanakan. Tidak hanya sesuai lafadz (mengubah lafadz sama dengan mengubah makna), tetapi kalimat-kalimat tersebut juga wajib dilantunkan secara berurutan, tanpa menambahkan atau menguranginya.

Pembaruan-pembaruan perkara agama seakan-akan (pembaruan tersebut) adalah bagian dari agama, padahal sebenarnya bukan, baik dari sisi bentuk maupun hakikat adalah bid’ah menurut KH Hasyim al-Asy’ari dalam Risalah Ahlu al-Sunnah wa al-Jamaah.

Maka dari itu, mengubah kalimat hayya ‘ala al-shalah menjadi hayya ‘ala al-jihad merupakan bentuk bid’ah sayyiah (tercela), bukan bid’ah hasanah (terpuji), karena terobosan tersebut tidak hanya bertentangan dengan ketetapan adzan dalam hadis Nabi Muhammad SAW, tetapi juga mengancam persatuan dan kesatuan Tanah Air, karena mengajak jihad (angkat senjata) di tengah kondisi damai.

Jika mengubah lafadz adzan dari hayya ‘ala al-shalah menjadi hayya ‘ala al-jihad merupakan revolusi akhlak yang mereka maksud, maka kita seharusnya menentang slogan itu, karena menjadikan propaganda sebagai jalan untuk menggapai tujuan bukan ajaran yang terkandung dalam Islam.

Dengan demikian, adzan yang berisi seruan jihad bukan ajaran Islam, tetapi ia adalah bid’ah sayyiah yang seharusnya ditinggalkan. Adzan jihad sama sekali tidak dibenarkan sebab ia menyalahi nash (wahyu Allah) dan merupakan bentuk provokasi terhadap seluruh umat beragama di Tanah Air dengan cara mengajak kepada kekerasan.[]

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.