ISLAMRAMAH.CO, Di tengah manumpuknya masalah-masalah yang mendera bangsa Indonesia, seperti persoalan politik, ekonomi, hingga kebudayaan, ideologi khilafah masuk ke Indonesia bahkan mulai menemukan tempat di hati sebagian masyarakat. Karena kurangnya referensi dan pemahaman agama yang kuat, sebagian masyarakat tersebut mempercayai bahwa khilafah adalah jawaban dari segala masalah yang dihadapi bangsa ini.
Padahal jika dikaji secara mendalam, pemahaman ini tidaklah tepat. Pasalnya, tampuk kepemimpinan pasca Rasulullah dan para sahabat adalah dinasti politik semata. Dalam rentang kekuasaan yang dianggap tanpa cela tersebut, terpampang nyata huru-hura perebutan kekuasaan, saling membunuh antar saudara demi mendapatkan kekuasaan seakan-akan sudah menjadi hal yang wajar. Bercermin dari kisah tersebut, rasanya terlalu aneh jika menganggap konsep khilafah itu bisa diimplementasikan di masa sekarang.
Menurut pengamat The Middle East Institute Jakarta, Zuhairi Misrawi atau akrab disapa Gus Mis, khilafah sebagai produk sejarah harus dimaknai secara objektif. Dalam perjalanan kekhilafahan Islam ternyata banyak masalah, utamanya dalam hal suksesi kepemimpinan. Siapa yang menjadi pemenang dalam suksesi tersebut, dia dianggap sebagai khalifah yang sah. Hal ini menurut Gus Mis, mengindikasikan bahwa khilafah hanya sekadar pertarungan kekuasaan biasa, bukan sebagai contoh ideal pemerintahan, apalagi dengan tafsir dan cara pandang sejarah ditulis oleh pemenang, menjadikan khalifah adalah produk sejarah pada zamannya, bukan cerminan pemerintahan Islam.
“Saripatinya, khilafah adalah cara pandang, tafsir, dan pertarungan kekuasaan komunitas/kelompok dalam setiap zamannya. Siapa yang berhasil memenangkan tafsir dan kekuasaan, kelompok itu yang akan mengklaim sebagai khilafah. Istimewanya, tafsir khilafah ini sangat beragam, tidak hanya dipolarisasi dalam komunitas Sunni. Dalam komunitas Sunni pun beragam pemaknaan, sebagaimana juga dalam tradisi Ahlul Bait. Pada akhirnya klaim khilafah tidak hanya ditentukan oleh klaim teologis dan musyawarah mufakat, melainkan oleh pedang dan kekuasaan,” ungkap Gus Mis dalam akun instagram pribadinya.
Lebih lanjut Direktur Moderate Muslim Society tersebut berpendapat, para pengusung khilafah di Indonesia yang dimotori oleh Hizbut Tahrir tidaklah mencerminkan khilafah yang sejati, bahkan jika ingin dipaksakan akan terjadi keributan dan kegaduhan di tengah masyarakat Indonesia yang sudah mempunyai konsep ketatanegaraannya sendiri. Konsep khilafah yang ditawarkan oleh Hizbut Tahrir yang hendak melanjutkan kekhalifahan Islam di Turki malah akan membawa lagi konflik berdarah yang dulu diwariskan dari zaman Muawiyah.
Sehingga menurut
Gus Mis, masyarakat Indonesia sudah saatnya mempunyai pandangan yang luas
mengenai konsep khilafah atau kepemimpinan.
Jika ditelisik lebi jauh lagi di zaman Rasulullah, ada Piagam Madinah yang inti dari semua itu adalah semua pemeluk agama wajib menghormati pemeluk agama lainnya dan dapat hidup berdampingan, itulah yang dinamakan kalimatun sawa yang di Indonesia dinamakan Pancasila. Intinya, Indonesia sudah berkhilafah, tapi bukan khilafah ala Hizbut Tahrir.
“Maka
dari itu, menjadikan wacana khilafah secara monolitik ala Hizbut Tahrir
merupakan wacana ahistoris, bahkan cenderung menjadi “pemaksaan
teologis”. Kita tidak ingin kembali pada sejarah masa lalu yang penuh
darah itu dengan mengatasnamakan khilafah. Kita umat Islam harus
membangun wacana “khilafah” yang merupakan refleksi dari kebhinnekaan
warganya. Pancasila merupakan konsep khilafah ala Indonesia yang sudah terbukti
berhasil mempersatukan kita di tengah keragaman agama, suku, dan bahasa. Jangan
mencari-cari lagi konsep khilafah yang ahistoris itu,” pungkas cendikiawan muda NU asal Madura tersebut.