KH Ubaidillah Shodaqoh: Nasionalisme Adalah Spirit Beragama

BeritaKH Ubaidillah Shodaqoh: Nasionalisme Adalah Spirit Beragama

ISLAMRAMAH.CO, Dalam salah satu ceramahnya, KH Ubaidillah Shodaqoh, Rais Syuriah Pengurus Wilayah Nadhlatul Ulama (PWNU) Jawa Tengah menjelaskan, bangsa Indonesia harus senantiasa bersyukur karena dianugerahi nikmat persatuan dan kesatuan oleh Allah SWT di tengah-tengah keberagaman agama, suku, bahkan budaya yang ada di Indonesia.

Menurut Kiai Ubaidillah, faktor terpenting dalam membangun persatuan Indonesia adalah terciptanya harmonisasi antar pemuka agama dan pemerintah. Sinergi kedunya merupakan pondasi yang kuat untuk menciptakan stabilitas politik dalam waktu panjang, hal itu karena baik kalangan nasionalis maupun kalangan relijius merupakan dua komponen bangsa yang tak bisa dipisahkan antara satu dengan lainnya.

Dalam sejarahnya, sistem pemerintahan di Indonesia tidak bisa lepas dari dua unsur tersebut. Faktanya, Presiden pertama Indonesia yang juga pendiri bangsa ini, yakni Sukarno adalah seorang yang nasionalis sekaligus relijius. Sebaliknya, ulama yang menjadi tokoh sentral pada masa itu, yakni KH Hasyim Asy’ari, juga sosok yang relijius dan nasionalis. Bahkan, Kiai Hasyim merupakan tokoh yang menekankan umat Islam agar senantiasa menjiwai spirit nasionalisme dalam beragama, diktum yang terkenal hingga hari ini adalah hubbul wathan minal iman, cinta tanah air merupakan bagian dari iman.

“Oleh karena itu jelas apa yang dikatakan para sesepuh bahwa NU itu anugerah bagi negara dan bangsa Indonesia. Tidak ada negara yang seperti bangsa negara Indonesia ini, karena apa, karena ulama’ nya itu ulama yang nasionalis dan nasionalisme itu yang agamis, ulamanya ulama nasionalis orang-orang yang nasionalis juga agamis. Pak Karno sebagai proklamator beliau adalah orang yang agamis Mbah Kiai Hasyim Asy’ari yang dia seorang ulama dia juga seorang ulama yang nasionalis,” jelasnya.

Baca Juga  Ibu Nyai Shinta Nuriyah: Kita Bersatu Dalam Perbedaan

Kiai yang juga pengasuh Pondok Pesantren Al Itqon, Semarang tersebut menambahkan, hingga saat ini, praktik harmonisasi agama dan negara belum bisa tercapai di Timur Tengah. Pemerintahan yang nasionalis tidak didukung oleh ulama yang agamis, sehingga konflik yang berkepanjangan masih terus terjadi di Timur Tengah. “Padahal jika nasionalis dan agamis bisa berjalan harmoni maka konflik akan bisa diminimalisir,” ujar Kiai Ubaidillah.

Menurut Kiai Ubaidillah, konflik di Timur Tengah yang terus terjadi hingga berkepanjangan itu merupakan dampak dari tidak bertemunya antara aspek relijius dan nasioanalis di kalangan masyarakatnya. “Berbeda dengan Timur Tengah, kalau pemimpin Timur Tengah itu yang nasionalis-nasionalis, yang ulama-ulama agamis-agamis,” ungkapnya.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.