Nyai Nur Rofiah: Pembebasan Perempuan Bagian dari Spirit Pancasila

BeritaNyai Nur Rofiah: Pembebasan Perempuan Bagian dari Spirit Pancasila

Juni adaah bulan Pancasila. Dengan penuh hikmat, upacara peringatan hari lahir Pancasila digelar diberbagai wilayah di Indonesia setiap tanggal 1 Juni. Tidak hanya sekedar ceremonial belaka, peringatan hari lahir Pancasila ini harus dijadikan momentum memperkuat  Pancasila sebagai pedoman dalam kehidupan sehari-hari.

Salah satu pedoman yang diamanatkan oleh Pancasila adalah tentang kepedulian dan kesetaraan manusia. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila juga harus dimaknai sebagai momen pembebasan perempuan dari segala narasi domestikasi, subordinasi, marginalisasi, dan diskriminasi. Karena sejatinya, baik laki-laki maupun perempuan memiliki hak yang sama sebagai Warga Negara Indonesia.

Nyai Nur Rofiah, feminis muslim Indonesia yang aktif menyuarakan keadilan gender hakiki memberikan penekanan tentang pentingnya internalisasi nilai Pancasila. Internalisasi menjadi sesuatu yang urgen sebagai upaya pemerdekaan perempuan dari segala penindasan.

Menurut Nyai Nur, sila pertama “Ketuhanan yang Maha Esa”, bisa dimaknai bahwa hanya kepada Tuhan lah manusia menghamba. Ketaatan istri kepada suami, kasih sayang suami kepada istri dilakukan sebagai bentuk penghambaan kepada Tuhan. Maka kesalahan besar jika seorang perempuan dituntut untuk terus mengabdikan diri kepada seseorang ataupun makhluk lainnya hanya karena dirinya lahir sebagai perempuan.

Artinya, jika ada yang mendoktrin perempuan untuk mengabdi kepada sesama makhluk maka sejatinya seseorang tersebut belum menginternalisasi sila pertama Pancasila. Karena mutlak, ketaatan perempuan hanya kepada Tuhannya saja.

Sila kedua: Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab. Sila kedua dimaknai sebagai perintah untuk memperlakukan perempuan secara adil dan beradab. Di ruang domestic, perempuan harus diposisikan sebagai mitra yang setara dengan laki-laki. Di ruang public, perempuan harus diberikan ruang yang setara untuk mengeskpresikan kemampuannya dan diberi hak yang setara dengan laki-laki.

Memberikan akses yang setara di ruang public dan domestic adalah nilai yang diamanahkan Pancasila. Maka jika negara belum memberikan kesamaan akses di ruang public, artinya negara juga belum berhasil dalam memaknai sila kedua Pancasila.

Baca Juga  KH Anwar Manshur: Penyebar Hoaks Termasuk Orang Fasik

Sila ketiga: Persatuan Indonesia. Sila ini dimaknai sebagai perintah bagi laki-laki dan perempuan untuk bekerjasama mewujudkan kemaslahatan bangsa sebagai sesama subjek dan penerima manfaat kehidupan. Sebagai sesama subjek dan penerima manfaat, maka laki-laki dan perempuan sama-sama memiliki kewajiban untuk bekerja dan menuangkan aspirasinya untuk kemaslahatan bersama.

Hal ini menegaskan bahwa masa depan bangsa ada di tangan seluruh bangsa Indonesia baik laki-laki dan perempuan. Maka keduanya harus bekerjasama untuk memaksimalkan potensi dirinya sebagai upaya mewujudkan kemaslahatan bangsa.

Sila keempat: Kerakyatan Yang Dipimpin Oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan. Sila ini harus dimaknai sebagai perintah melibatkan perempuan dalam kepemimpinan kolektif, khususnya dalam berbangsa dan bernegara. Maka quota affirmative action 30% bagi perempuan ini harus dimaknai secara substantial, bukan hanya sekedar formalitas pemenuhan jumlah quota saja.

Affirmative action harus dijadikan momentum keterlibatan perempuan dalam pengambilan keputusan di tingkat kebijakan. Jika suara perempuan tidak hadir, maka arah kebijakan negara akan ditentukan berdasarkan kebutuhan laki-laki saja.

Sila kelima: Keadilan Sosial Bagi Seluruh Rakyat Indonesia. Sila ini dimaknai sebagai perintah untuk memastikan pengalaman biologis perempuan difasilitasi dengan baik oleh negara. Serta memastikan perempuan terbebas dari segala bentuk ketidakdilan berbasis gender.

Memfasilitasi pengalaman biologis perempuan harus dipahami sebagai sebuah keharusan dan bukan berarti pengistimewaan perempuan. Namun sebuah keharusan karena melekat sebagai kodrat perempuan dan ditetapkan semenjak kelahirannya.

Dari penjelasan diatas, bisa dipahami bahwa hari lahir Pancasila juga harus dimaknai sebagai momen pembebasan perempuan dari segala macam penindasan. Sama halnya dengan Pancasila sebagai pedoman bangsa dalam melawan penindasan dan segala macam bentuk penjajahan.

Pancasila adalah bentuk harga diri bangsa yang harus diakui kemerdekaannya. Pun demikian dengan perempuan, ia adalah makhluk merdeka yang harus diperlakukan sebagaimana manusia lainnya.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.