Pendidikan Islami Berbasis Keberagaman

KolomPendidikan Islami Berbasis Keberagaman

Berdasarkan data yang dirilis Global Terrorism Index (GTI) pada 2022, Indonesia menempati posisi 24 dari 93 daftar negara yang terpapar terorisme dengan skor indeks 5,5 poin. Sedangkan Afghanistan menempati urutan pertama sebagai negara yang memang terjangkit terorisme akut dengan skor indeks mencapai 9,109 poin. Data ini menunjukkan bangsa kita memang perlu berupaya keras melawan laju gerak terorisme, baik melalui wacana, diskusi, maupun kebijakan preventif.

Satu motif utama dari lestarinya radikalisme di negeri ini ditengarahi oleh pemahaman fatalistik yang menghendaki Islam sebagai satu-satunya ideologi dan sistem negara  yang mesti diejawantahkan dalam sendi kehidupan berbangsa. Paham ini memandang negatif keberagaman dan perbedaan.

Tentu saja paham semacam itu mencederai fakta bahwa negeri ini terdiri dari beragam agama dan budaya. Fakta itu sudah ada jauh sebelum gagasan kaum islamis tentang pendirian negara Islam muncul di negeri ini. Keseragaman bukanlan watak negeri kita, namun bersatu dalam keberagamanlah yang telah menjadi kekuatan sejati sejak berdirinya bangsa kita.

Di dunia pendidikan yang berbasis ajaran Islam, penting sekali memberikan pemahaman kepada peserta didik bahwa menjadi Muslim di negara yang multikultural mesti menghormati perbedaan agama dan budaya. Seorang Muslim diajarkan untuk meyakinin pandangan agamanya sebagai kebenaran, namun tidak untuk memaksakan pemahaman keagamaannya kepada orang lain yang berbeda.

Suluri dalam artikelnya Pendidikan Multikulturalisme dalam Islam (2019) menemukan bahwa pendidikan yang berbasis keragaman itu sudah ada dalam ajaran Islam. Menurutnya ada tiga argumen yang menguatkan hal ini. Pertama, konsep dasar ajaran Islam yang rahmatan lil‘aalamiin. Konsep ini secara jelas dan tegas mengindikasikan ajaran Islam dengan segenap perangkat yang ada merupakan rahmat bagi semuanya.

Selanjutnya, ide tentang persaudaraan kepada sesama manusia. Penyanjungan martabat manusia ini bisa ditemukan di banyak ayat-ayat Al-Quran, laku Nabi Muhammad Saw, maupun tauladan ulama terdahulu. Terakhir, konsepsi takwa yang membuat manusia tidak boleh semena-mena dengan yang lain. Semua berkedudukan setara, hanya tingkat takwanya yang membedakan derajat antar manusia.

Baca Juga  Injak Rem Sikap Fanatik

Kita perlu memperbanyak praktik dalam menghargai sesama, menjalin relasi yang sehat dengan penganut agama dan kepercayaan lain, bahkan menjelaskan dasar-dasar hidup berbangsa yang rukun, menjadi nilai penting yang mesti diajarkan pada peserta didik alam bingkai keagamaan.

Pada dasarnya, Al-Quran sendiri telah ditegaskan ihwal penciptaan manusia yang beragam, Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui dan Maha Mengenal (QS. Al-Hujurat: 13).

Ayat ini menunjukkan keragaman penciptaan manusia sebagai fakta. Sementara indikasi kedekatan manusia kepada-Nya bukan melalui pemaksaan keseragaman pemahaman, tetapi melalui kinerja ketakwaan yang dinilai oleh-Nya, bukan oleh sesama manusia.

Bagi umat Islam yang berbangsa Indonesia, dua fakta penting ini mesti direfleksikan salah satunya melalui kanal pendidikan. Peringatan Hari Pendidikan Nasional yang jatuh pada 2 Mei kemarin, merupakan momen untuk mengetengahkan kembali persoalan pendidikan yang berbasis pada pemahaman keragaman. Dunia pendidikan kita perlu tegas dan bergegas merespon kasus terorisme dengan memperkuat multikulturalisme dan masyarakat yang inklusif demi keberlangsungan hidup yang harmonis di masa mendatang.

Singkatnya, landasan penerapan pendidikan yang berbasis keragaman amat diperlukan dalam konteks zaman kita saat ini, sekalipun pendidikan itu bercorak Islam. Internalisasi paham keragaman melalui dunia pendidikan ini, bisa melindungi bangsa dari ancaman paham radikalisme, terorisme, dan kekerasan. Suburnya paham kebhinekaan dalam persatuan adalah sumber kekuatan bagi pendidikan bangsa Indonesia.

Ahmad Sugeng Riady
Ahmad Sugeng Riady
Alumnus Magister Studi Agama-Agama UIN Sunan Kalijaga, penulis, dan masyarakat biasa.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.