Memulikan Maryam dalam Dua Agama

KolomMemulikan Maryam dalam Dua Agama

Muslim dan Kristian mengakui narasi sejarah dan teologis tentang beberapa tokoh suci yang sama, salah satunya Maryam. Banyak fakta yang bertautan dalam tradisi Kristen maupun Islam tentang sosok wanita suci ini. Dan tidak sedikit pula perbedaan yang harus digariskan dan dijelaskan dalam narasi yang penuh hormat untuk pemahaman yang lebih baik tentang perbedaan teologis. Maryam adalah tokoh lintas iman yang memberi makna tentang pentingnya mendorong dialog antar agama.

Kita perlu sejajar sebagai dua umat yang sama-sama memuliakan satu tokoh teladan keimanan. Maryam, ibu Isa, merupakan tokoh kunci dalam kisah dua agama, Islam dan Kristen. Dalam tradisi Islam, Maryam dipuja sebagai tokoh Al-Qur’an dan ibu dari seorang Nabi. Dalam Hadis, Nabi Muhammad SAW menyatakan bahwa Maryam adalah pemuka ahli surga. Tradisi Kristen memuja Maria sebagai wanita pilihan yang menjadi tempat tinggal pertama Tuhan dalam sejarah keselamatan. 

Mengeksplorasi Surat Ali Imran dan Surat Maryam adalah kunci dalam menggali informasi tentang sejarah Maryam. Namanya harum dan tersebar di dalam berbagai ayat Al-Quran. Sedangkan dalam tradisi Kristen, Catatan paling awal tentang kelahiran Maria ditemukan dalam sebuah teks apokrif dari akhir abad kedua. William Hone berusaha merekonstruksi sejarah Maryam dari teks ini dalam buku Lost Books of the Bible. Meskipun pada umumnya Injil Kelahiran Maria tidak termasuk sebagai hal yang teologis, teks itulah memberikan wawasan tentang kisah-kisah Maryam yang beredar sampai hari ini.

Baik tradisi Kristen maupun Islam menyatakan bahwa Maria adalah orang suci yang mengabdikan diri pada kehidupan religius. Dalam Surah Imran, Maryam dikirim untuk hidup di bawah asuhan tokoh shaleh, Nabi Zakaria, di mana dia dapat tumbuh dengan baik. Menurut Injil Maria, The Gospel of Mary, Maria ditempatkan di kuil dan memulai pendidikannya pada usia tiga tahun dan dia memperoleh keajaiban sejak kecil.

Riwayat tentang Maryam yang dikunjungi dan berkomunikasi langsung dengan malaikat merupakan titik-temu paling dramatis antara tradisi Islam dan Kristen. Dalam Al-Qur’an 3: 47 malaikat mendatangi Maryam dan berkata, “Hai Maryam, sesungguhnya Allah telah memilih kamu, mensucikan kamu dan melebihkan kamu atas segala wanita di dunia”. Hal serupa juga tercatat dalam Injil Lukas 1: 28, Ketika malaikat itu masuk ke rumah Maria, ia berkata, “Salam, hai engkau yang dikaruniai, Tuhan menyertai engkau.”

Peran Maryam dalam mengandung dan melahirkan memiliki kesamaan dan perbedaan dalam tradisi Kristen dan Islam. Perbedaan dalam kisah Maria di antara kedua tradisi tersebut terkait dengan pasangan Maryam. Al-Qur’an tidak menyebutkan kehadiran suami bagi Maryam, sedangkan Alkitab mengisahkan tokoh Yosef sebagai pasangan Maryam.

Baca Juga  Etika dalam Berdakwah

Saat kandungannya semakin besar, Maryam dikisahkan pergi dari tempat tinggalnya. Al-Quran mengemukakan fakta bahwa Maria mengasingkan diri  bersama kandungannya ke tempat terpencil (QS. Maryam: 22). Narasi serupa muncul dengan versinya yang lebih terang dalam tradisi Kristen yang dikutip James Tabor dalan The Jesus Dynasty (h.44) dan mengisahkan bahwa Maryam meninggalkan Nazaret, lalu pergi ke desa Ein Kerem. Dikatakan pula bahwa di sanalah dia tinggal bersama kerabat dekatnya yang bernama Zakaria dan Elisabet. 

Tidak dipastikan apakah ini adalah Zakaria yang sama seperti yang disebutkan Al-Quran sebagai sosok yang mengasuh Maryam sewaktu kecil. Tetapi kesimpulan logis sepertinya memang demikian. Apalagi baik Al-Qur’an dan Alkitab menekankan bahwa Zakaria dan istrinya sudah lanjut usia ketika akhirnya memiliki anak yang didambakannya. Lukas 1:39 dan Surat Maryam ayat 5 menekankan pada usia tua mereka. 

Penting dicatat pula bahwa Elisabet, Istri Zakaria, dalam tradisi Kristen mengandung seorang putra yang akan dikenal sebagai Yohanes Pembaptis, identik dengan kisah kelahiran Yahya bagi umat Islam.

Para penulis Alkitab mungkin berbeda pendapat tentang kapan Yesus kembali ke kampung halamannya setelah dilahirkan. Tetapi Al-Qur’an dengan sangat jelas mengatakan bahwa itu terjadi masih dalam masa bayi. Dalam Al-Qur’an QS. 19: 27, Maryam kembali ke kampung halamannya serta menghadapi hal yang sangat dikhawatirkan Yusuf dalam Injil Lukas, yaitu kritik masyarakat dan rasa malu. Pada momen inilah, Isa, bayinya yang masih dalam buaian berbicara dan menyatakan kenabiannya (QS. 19: 30).

Inilah gambaran singkat bagaimana Maryam menginspirasi tentang hubungan lintas iman dan dialog yang penuh hormat dan saling memahami. Al-Qur’an dan Alkitab berbagi banyak kisah dan nama yang sama sambil memberikan tugas dan peran yang berbeda kepada tokoh-tokoh ini. Itulah sebabnya kita dilarang untuk menjelek-jelekkan agama lain, dilarang mengolok-olok sesembahan umat lain. Perlu diingat bahwa dalam tradisi agama lain, ada orang-orang dimuliakan oleh agama kita di sana, hanya berbeda cara mengimaninya saja.

Memahami perbedaan-perbedaan sambil tetap berkomitmen pada salah satu agama adalah kunci dalam setiap dialog. Maryam sebagaimana juga anaknya, Isa atau Yesus, tidak memiliki satu narasi melainkan banyak narasi yang memiliki tempat khusus dalam kehidupan umatnya.

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.