Refleksi Spirit Katini Di Bulan Suci

KolomRefleksi Spirit Katini Di Bulan Suci

Peringatan hari Kartini di tahun 2023 ini terbilang istimewa karena bertepatan dengan bulan suci Ramadhan. Bulan dimana seluruh muslim dianjurkan untuk melawan hawa nafsu duniawi guna mendekatkan diri pada sang Khaliq. Tak jauh beda dengan perjuangan Kartini, yang dengan sepenuh hati melawan hawa nafsu manusia yang ingin menguasai manusia lainnya.

Narasi domestikasi yang mengekang perempuan, pendidikan perempuan yang tak kunjung direalisasikan, dan dominasi patriarki membuat perempuan semakin terpuruk. Dari sinilah perjuangan Kartini dimulai, dengan segala previlage yang ia miliki, ia terus menyuarakan kesetaraan. Meskipun tidak memiliki peran secara langsung, peran perempuan di ranah publik di masa sekarang ini berkaitan dengan pemikiran-pemikiran Kartini. Diperbolehkannya perempuan menjadi pemimpin dan mengambil bagian dalam perpolitikan praktis menjadi angin segar bagi perjuangan perempuan.

Namun tidak demikian dengan urusan domestik. Perjuangan Kartini dan peringatannya setiap tahun tak pula mengeluarkan perempuan dari kungkungan patriarki. Double burden atau beban ganda perempuan sebagai ibu rumah tangga sekaligus mencukupi nafkah keluarga acapkali diterima perempuan sebagai sebuah kodrat. Menjadi konco wingking, dan manager tunggal urusan perdomestikan masih melekat pada perempuan.

Di Bulan Ramadhan seperti yang saat ini kita jalani, perempuan memiliki peran yang sangat luar biasa untuk menghidupkan malam-malam di bulan Ramadhan di rumah kita masing-masing. Mari melakukan refleksi bagaimana keadaan rumah kita saat bulan Ramadhan. Sudah bisa dipasrikan bahwa ibu adalah superhero dan penolong utama untuk menghidupkan suasana Ramadhan yang penuh khidmat dan suka cita.

Rela bangun lebih awal demi menghangatkan lauk sahur, membuatkan minuman hangat, mengingatkan untuk mengonsumsi vitamin. Dilanjutkan dengan santap sahur yang meskipun ia juga harus menyantap sahur, namun ia tak akan melakukannya sebelum memastikan seluruh anggota keluarga sudah tercukupi dan makan dengan nikmat.

Saat anggota keluarga lain menunaikan sholat subuh dan dilanjutkan dengan tilawah subuh, Ibu melanjutkan urusan domestik lainnya. Merapikan dapur, menyiapkan kebutuhan untuk sekolah dan kebutuhan suaminya untuk bekerja. Pun jika ia seorang ibu pekerja, ia akan tetap memprioritaskan kebutuhan lainnya terlebih dahulu.

Baca Juga  Tafsir 'Laki-laki tidak sama dengan Perempuan' (QS. Ali Imran: 36)

Siang hari saat tubuh berada dipuncak kelelahan dan cuaca yang menyengat, anggota keluarga lain tidur siang, ia justru pergi ke toko sayur. Menyiapkan bahan makanan bergizi untuk bekal berbuka. Menghabiskan sore harinya untuk menyiapkan menu terbaik agar seluruh anggota keluarga semangat menjalani puasa Ramadhan.

Menjelang tarawih, dengan tubuh yang sudah sangat lelah ia tetap memaksakan dirinya untuk melaksanakan tarawih. Demi memberikan uswatun hasanah pada anak-anaknya, menahan kantuk dan keletihan karena aktifitas sepanjang hari. Tidurnyapun tak nyanyak karena terus memikirkan untuk segera bangun menyiapkan menu sahur.

Kartini berjuang melawan ketidakadilan dalam wajah dominasi, eksploitasi, maupun hirarki. Dengan pemikirannya yang terbilang sangat berani dimasanya, Kartini menentang adanya keterbelakangan teman-temannya hanya karena mereka perempuan. Menentang poligami yang acapkali menyakiti perasaan perempuan. Dan memperjuangkan hak-hak perempuan agar bisa mendapatkan pendidikan sama dengan laki-laki.

Peringatan hari Kartini yang kebetulan bertepatan dengan bulan Ramadahan ini hendaknya kita gunakan untuk benar-benar menginternalisasikan spirit perjuangan kartini pada diri kita masing-masing. Urusan domestic bukan hanya tanggungjawab perempuan saja. Harus ada pembagian peran yang proporsional sehingga pekerjaan rumah tangga bisa berjalan dengan baik, dan Ramadhan tetap menjadi istimewa dengan adanya kerja sama. Mengasuh anak, dan mengurus rumah bukalah kodrat perempuan. Namun tugas bersama yang harus dilakukan oleh suami istri dengan konsep kesalingan.

Satu hal yang seringkali luput dari sejarah panjang perjuangan Kartini adalah peran suaminya. Segala perjuangan yang Kartini lakukan tak lepas dari dukungan suami yang juga memiliki semangat kesetaraan yang tinggi. Maka laki-laki dimasa kini juga harus meneladani sikap suami Kartini untuk terus mendukung hal-hal positif yang dilakukan oleh istri. Menyadari bahwa kesetaraan adalah sebuah keniscayaan dan mengandung spirit Ketuhanan seperti yang tercantum dalam Qs. Al-Hujurat ayat 13.

Ramadhan tahun ini adalah momen yang tepat untuk membentuk kesadaran bahwa pada hakikatnya manusia memiliki kedudukan yang sama didepan Tuhannya. Satu-satunya yang membedakan kedudukan makhluk didepan Tuhan hanyalah ketaqwaannya. Bukan karena sukunya apalagi karena jenis kelaminnya.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.