Rajab Bulan Pembebasan, Hapus Paksaan Perkawinan

KolomRajab Bulan Pembebasan, Hapus Paksaan Perkawinan

Selain peristiwa Isra Mi’raj, banyak pula kejadian luar biasa yang terjadi di bulan Rajab. Di antaranya, penguasaan kembali Yerussalem oleh Salahuddin al Ayyubi, dan juga berakhirnya kekhilafah monarki Islam di Turki Utsmani. Meskipun memiliki peristiwa yang berbeda, namun ketiga kejadian di bulan Rajab ini berkaitan dengan pembebasan manusia dari dominasi makhluk dan kekuasaan. Shalat, perintah yang dierikan pada saat Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW, merupakan perantara komunikasi antara makhluk dengan Tuhannya, agar manusia tak menghamba pada manusia lainnya.

Berbagai peristiwa pembebasan yang terjadi bertepatan dengan bulan Rajab harus menjadi pengingat kita semua. Bahwa setiap manusia harus mendapatkan kemerdekaan seutuhnya sebagai manusia. Tak ada kekuasan lain diatas manusia yang berhak untuk menentukan jalan hidup manusia lainnya. Dominasi kekuasaan bangsa asing yang otoriter, pemerintahan yang sentralistik, dan penguasaa makhluk atas makhluk harus segera dihentikan.

Pun demikian dengan pembebasan perempuan dari kekuasaan pihak lainnya. Perempuan dalam konstruk patriarki dan dalam kajian fikih literalis selalu ditempatkan dibawah kekuasaan laki-laki. Sebelum menikah, perempuan berada dibawah kekuasaan ayahnya. Setelah menikah ia berada dibawah kekuasaan suaminya. Perempuan tidak memiliki kekuasaan untuk menentukan kediriannya sebagai manusia yang merdeka.

Karena posisinya yang kemah inilah, perempuan kerap mendapatkan berbagai pemaksaan salah satunya pemaksaan perkawinan. Ayah sebagai wali perempuan merasa berhak untuk menentukan dengan siapa anak perempuannya menikah. Sehingga dalam menentukan pasangan hidupnyapun, perempuan tidak memiliki kuasa untuk memilih apalagi menolak keinginan ayah yang diposisikan sebagai wali. Pendapatnya tidak didengarkan karena perempuan dianggap tidak memiliki wewenang untuk menentuan jalan hidupnya.

Melihat penderitaan yang dialami perempuan akibat pemaksaan perkawinan, dan pentingnya menempatkan manusia sebagai makhluk yang merdeka, maka salah satu fatwa KUPI (Kongres Ulama Perempuan) II di Jepara secara tegas mengharamkan pemaksaan perkawinan. Pemaksaan perkawinan dalam fatwa KUPI dimaknai sebagai “Tindakan seseorang kepada orang lain di bawah kuasanya atau bukan untuk melakukan perkawinan yang tidak diinginkan, baik dengan cara halus, tipu daya yang menggerakkan kepatuhan korban dan/atau mendesak korban untuk patuh dan tunduk disertai ancaman (fisik dan/ atau psikis)”.

Baca Juga  Lawan Kebijakan Intoleran Terhadap Ahmadiyah Sintang

Pemaksaan perkawinan dalam perspektif KUPI merupakan perampasan terhadap hak perempuan untuk berkembang. Karena paksaan tersebut, perempuan tidak bisa mengoptimalkan kemamampuannya secara maksimal. Disaat yang sama, tindakan tersebut juga menghilangkan hak perempuan untuk didengar, menyampaikan pendapat, dan juga hak untuk menentukan pasangan.

Oleh karena itu, mengingat banyaknya peristiwa pembebasan yang terjadi di bulan Rajab, maka penolakan terhadap pemaksaan perkawinan juga harus semakin keras disuarakan. Sebagaimana hasil fatwa KUPI II, pemaksaan perkawinan membelenggu perempuan dan meneguhkan relasi patriarki yang merugikan perempuan. Semangat pembebasan manusia dari dominasi bangsa asing, dominasi kekuasaan, dan dominasi pemerintahan otoriter yang terjadi sepanjang bulan Rajab ini juga harus menjadi penyemangat untuk membebaskan perempuan dari dominasi kekuasaan laki-laki.

Dengan demikian, untuk membebaskan perempuan dari pemaksaan perkawinan, pemerintah perlu menyusun regulasi yang berpihak pada korban. Salah satunya diwujudkan dengan membuat undang-undang yang mengatur sanksi bagi pelaku pemaksaan perkawinan. Selain itu, masyarakat juga harus terus diedukasi mengenai Hak Asasi Manusia yang didalamnya juga terdapat hak perempuan untuk menentukan arah dan jalan hidupnya sendiri tanpa dominasi.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.