Hidup di bumi Indonesia adalah nikmat agung yang wajib disyukuri. Semakin banyak paham dan berpengalaman, semakin kaya kita akan data, maka semakin ringan pula untuk bersyukur dan bijaksana. Sebab, rasa syukur kerap kali hadir melalui proses membandingkan. Ketika sakit, di saat yang sama kita tersadar akan nikmat sehat. Manakala tahu kehidupan perempuan Afghanistan serba dikekang, maka kenyataan menjadi wanita dari bangsa ini terasa sebagai anugerah yang luar biasa besar. Begitu seterusnya.
Melalui video yang diunggah kanal Youtube Ribath Nouraninyah (17/12/2022) berjudul Kebahagiaan Dibangun dengan Prasangka Baik, Buya Arrazy Hasyim menyinggung tentang keharusan mensyukuri nikmat hidup di Indonesia yang terhitung sangat menghargai kebebasan hidup warganya. Meskipun tentu ada hal-hal yang mesti tetap dikritisi. Buya mengingatkan agar kita terus memiliki persepsi baik kepada Allah juga berkeyakinan baik atas negeri ini, karena Allah ada di sisi persepsi dan keyakinan hamba-Nya terhadap-Nya (Ana ‘inda dzanni ‘abdi bii). Ketika yakin bahwa negeri ini berkah dan menempatkan anggapan baik pada Allah, maka Allah pun akan memberkahi negeri ini.
“Negara ini berkah atau tidak? Yang meyakini negara ini berkah, diberkahi oleh Allah. Mungkin tidak ada ulama dan umara (pemimpin) yang sempurna. Tetapi kebebasan yang diberikan kepada kami, para ustadz para guru untuk berbicara mengajar umat secara bebas di negeri ini, itu salah satu nikmat dan kalian bisa mendengarkannya secara mudah itu juga nikmat. Maka kurangi keluhan. Jika ada kekurangan di umara kita ulama kita, maka kita sampaikan nasihat. Nasihat itu tidak ada di situ hujatan. Nasihat dalam bahasa Arab artinya khulus al-niyyah wa al-kalam wa al-af’al (ketulusan dalam berkalam, ketulusan dalam berbuat, ketulusan dalam menyampaikan kebaikan/kritik)”, jelas Buya.
Selanjutnya Buya Arrazy menceritakan tentang pengalaman gurunya yang pernah diinterogasi tentara di era Orde Baru karena ia mengkritisi pemerintahan Orba. Menyambung cerita tersebut Buya menuturkan, “Karena saya tahu zaman dulu begitu, sekarang saya mengkritik penguasa tidak dibegitukan. Ini berarti kebebasannya sudah bertambah. Maka saya membangun persepsi keyakinan dalam diri, negeri ini perlahan-lahan mulai diberkahi oleh Allah dengan kebebasan beragama, kebebasan berkumpul, kebebasan dalam hal apa-apa saja. Kita syukuri, ya. Yang kurang kita doakan bukan kita caci maki.”
Terlihat bagaimana pengalaman yang tersimpan dalam memori Buya menjadi medium yang membantu terbentuknya rasa syukur terhadap situasi di masa sekarang yang lebih menghargai kebebasan berpendapat ketimbang saat era lama. Sekarang orang mencaci maki pemerintah, khotbah-khotbah masjid berisi hujatan pada penguasa, mereka tidak ditangkap. Bukan karena caci maki dibenarkan, namun karena iklim kebebasan sudah mulai bersemi di negeri ini. Nuansa bebas tersebut akan lebih kentara ketika misalnya membandingkan dengan ruang gerak masyarakat sipil di Arab Saudi.
Buya pun bercerita, “Ada yang pernah tinggal di Arab Saudi? Anda membuat majelis seperti ini polisi datang. Harus buat izin dulu. Membuat halaqah pengajian di masjid seperti ini bisa berperkara dengan para polisi. Alhabib Zain bin Smith di Madinah, ulama kita hijrah ke Madinah, ia salah satu yang menta’sis Rabithah ‘Alawiyah (yang mendata para habib). Alhabib Zain itu (tidak boleh menerima tamu), ada orang bertamu di siang hari dipermasalahkan. Maka orang kalau bertamu agak malam. Coba bayangkan. Keadaan di negeri kita ini nikmat, nikmat sekali alhamdulillah.”
Kita layak mensyukuri nikmat bernegara di negeri ini dengan segala minus dan masalahnya yang memang harus diperbaiki bersama. Menanggapi masih banyaknya orang yang menilai bahwa kita dikekang, tidak bebas bersuara, ataupun negeri ini tidak beres, Buya pun menyatakan, “Itulah persepsi. Maka saya mengajak ayo bangun persepsi yang baik dalam bernegara, beragama. Kritik para pemimpin tapi jangan hujat. Sibab al-muslim fusuq (mencaci sesama Muslim itu fasik). Ayo bangun persepsi yang indah supaya kita tambah bahagia.”
Singkat kata, mulailah segala sesuatu dengan persepsi baik pada Tuhan. Anggapan dan keyakinan baik adalah kunci bahagia yang juga mesti diterapkan dalam cara pandang hidup berbangsa bernegara. Tak lain agar kebaikan dan keberkahan betul-betul Allah semai di negeri ini, antara lain dengan terciptanya pemerintahan adil, masyarakat yang dewasa, penuh syukur, yang mau meluruskan bengkok penguasa dengan nasihat dan kritik sehat, bukan cacian serta hujatan. Wallahu a’lam. []