Filosofi KH. Ahmad Dahlan Dalam Menghadapi Tantangan Masyarakat

KhazanahHikmahFilosofi KH. Ahmad Dahlan Dalam Menghadapi Tantangan Masyarakat

KH. Ahmad Dahlan merupakan salah seorang tokoh besar dalam perkembangan Islam di Indonesia. Pemikiran serta warisan intelektualnya dalam pergerakan dan perjuangan sangat berpengaruh bagi bangsa ini. Ia merupakan salah satu tokoh pahlawan kebangkitan nasional. Hingga hari ini, organisasi masyarakat sipil yang didirikan KH. Ahmad Dahlan pada 1912, yakni Muhammadiyah, berdiri tegak dan terus menebarkan manfaat bagi masyarakat melalui  usaha  pendidikan,  kesehatan,  sosial, dan ekonomi. 

KH. Ahmad Dahlan selalu mengajarkan kerja keras, kecerdasan, dan kreativitas dalam menghadapi tantangan Hidup. Ia amaat menyadri bahwa berjuang dalam hidup untuk memperbaiki dan memajukan masyarakat merupakan satu nilai hidup yang utama bagi setiap Muslim. Kata-katanya yang sangat terkenal berbunyi, “Aku sangat yakin seyakin-yakinnya bahwa memperbaiki urusan yang terlanjur salah dan disalahgunakan atau diselewengkan adalah merupakan kewajiban setiap manusia, terutama kewajiban umat Islam”. Ada banyak sekali warisan kearifan KH. Ahmad Dahlan dalam menghadapi tantangan di masyarakat. Salah satunya dikenal dengan 7 falsafah KH. Ahmad Dahlan.

Tujuh falsafah tersebut merupakan pemikiran KH. Ahmad Dahlan yang dicatat oleh muridnya yang paling muda, yaitu KRH. Hadjid. Pokok-pokok falsafah itu terangkum dalam kitab Pelajaran KH. Ahmad Dahlan. Tujuh falsafah ajaran yang dimaksud berisi nilai-nilai Islam yang harus direnungkan dan diimplementasikan dalam kehidupan seorang Muslim, terutama dalam menghadapi tantangan dan kesulitan di tengah masyarakat. Isinya adalah:

  1.  Kita, manusia ini, hidup di dunia hanya sekali untuk bertaruh: sesudah mati, akan mendapat kebahagiaan kah atau kesengsaraan. 
  2.  Kebanyakan diantara manusia berwatak angkuh dan takabur, mereka mengambil keputusan sendiri-sendiri; 
  3. Manusia itu kalau mengerjakan pekerjaan apapun, sekali, dua kali, berulang-ulang, maka kemudian jadi biasa. Kalau sudah menjadi kesenangan yang dicintai, maka kebiasaan yang dicintai itu sukar untuk diubah. Sudah Menjadi tabiat, bahwa kebanyakan manusia membela adat kebiasaan yang telah diterima, baik itu dari sudut keyakinan atau i’tikad, perasaan kehendak maupun amal perbuatan. Kalau ada yang akan merubah, mereka akan sanggup membela dengan mengorbankan jiwa raga. Demikian itu karena anggapannya bahwa apa yang dimiliki adalah benar; 
  4. Manusia perlu digolongkan menjadi satu dalam kebenaran, harus bersama-sama menggunakan akal pikirannya untuk memikirkan,bagaimana sebenarnya hakikat dan tujuan manusia hidup di dunia. Apakah perlunya? Hidup di dunia harus mengerjakan apa? Dan Mencari apa? Dan apa yang dituju?. Manusia harus mempergunakan pikirannya untuk mengoreksi soal i’tikad dan kepercayaannya, tujuan hidup dan tingkah lakunya, mencari kebenaran sejati. Karena kalau hidup di dunia hanya sekali ini sampai sesat,akibatnya akan celaka dan sengsara selama-lamanya.”Adakah engkau menyangka bahwasanya kebanyakan manusia suka mendengarkan atau memikir-mikir mencari ilmu yang benar.” (QS. Al-Furqan: 44)
  5. Setelah manusia mendengarkan pelajaran-pelajaran fatwa yang bermacam-macam, membaca beberapa tumpuk buku. Sekarang, kebiasaan manusia tidak berani memegang teguh pendirian dan perbuatan yang benar karena khawatir kalau menetapi kebenaran, akan terpisah dari apa-apa yang sudah menjadi kesenangannya, khawatir akan terpisah dengan teman-temannya. Pendek kata, banyak kekhawatiran itu yang akhirnya tidak berani mengerjakan barang yang benar, kemudian hidupnya seperti makhluk yang tak berakal, hidup asal hidup, tidak menempati kebenaran.
  6.  Kebanyakan pemimpin-pemimpin rakyat, belum berani mengorbankan harta benda dan jiwanya untuk berusaha tergolongnya umat manusia dalam kebenaran. Malah pemimpin-pemimpin itu biasanya hanya mempermainkan, memperalat manusia yang bodoh-bodoh dan lemah.
  7. Pelajaran terbagi atas dua bagian: belajar ilmu, pengetahuan atau teori dan belajar amal, mengerjakan atau mempraktekkan. Semua pelajaran harus dengan cara sedikit demi sedikit, setingkat demi setingkat. Demikian juga dalam belajar amal, harus bertingkat. Kalau setingkat saja belum dapat mengerjakan, tidak perlu ditambah.
Baca Juga  Pelatihan Membuat Konten Media Sosial untuk Melawan Kekerasan Seksual

Kiai kebanggaan tanah air yang lahir di desa Kauman Yogyakarta pada tanggal 1 Agustus 1986 ini, termasuk keturunan ke-12 dari Maulana Malik Ibrahim, salah satu Walisongo terkemuka pelopor penyebaran Islam di Jawa. Semasa hidupnya, KH. Ahmad Dahlan tidak pernah lelah dalam melayani dan mendidik masyarakat untuk menyongsong kemajuan. Etos kerja, ketulusan, dan kepiawaiannya dalam memperjuangkan kebenaran menjadi inspirasi yang lestari bagi para pengikutnya dari generasi ke generasi. Tidak heran saat ini Muhammadiyah menjadi salah satu organisasi Islam tertua dan terbesar yang sangat dipercaya dalam menjawab tantangan umat Islam di Indonesia. Saat ini, Muhammadiyah terus aktif dalam menumbuhkan dan merawat berbagai aspek kehidupan masyarakat, seperti mendirikan sekolah, rumah sakit, kampus, lembaga hukum, masjid, dan lain sebagainya.

Tidak dimungkiri lagi, keberkahan dari warisan perjuangan KH. Ahmad Dahlan terus dirasakan hingga hari ini. Semangatnya dalam menjalani kehidupan dengan produktivitas dan keberanian terus menyinari masyarakat Muslim di negeri ini. Dalam catatan pribadinya, KH. Ahmad Dahlan pernah membuat nasehat dan penyemangat untuk dirinya sendiri yang ditulis dalam bahasa Arab. Catatan itu berbunyi, “Hai Dahlan, sungguh di depanmu pasti kau lihat perkara yang lebih besar dan mematikan, mungkin engkau selamat atau sebaliknya akan tewas. Hai Dahlan, bayangkan kamu sedang berada di dunia ini sendirian beserta Allah dan di mukamu ada kematian, pengadilan amal, surga, dan neraka. Coba kau pikir, mana yang paling mendekati dirimu selain kematian. Mereka yang menyukai dunia bisa memperoleh dunia walaupun tanpa sekolah. Sementara yang sekolah dengan sungguh-sungguh karena mencintai akhirat ternyata tidak pernah naik kelas. Gambaran ini melukiskan orang-orang yang celaka di dunia dan akhirat sebagai akibat dari tidak bisa mengekang hawa-nafsunya. Apakah kau tidak bisa melihat orang-orang yang mempertuhankan hawa nafsu?”

KH. Ahmad Dahlan merupakan teladan dalam pembangun spirit dunia untuk menghadapi realitas kehidupan menuju akhirat. Nilai religius, intelektualitas, kemandirian, dan kerja keras yang holistik dalam Ketujuh filosofi KH. Ahmad Dahlan penting dan relevan untuk kita resapi dan refleksikan dalam keseharian kita di masa kini.

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.