Mengenal 9 Nilai Pokok Ajaran Gus Dur (Bagian I)

KhazanahHikmahMengenal 9 Nilai Pokok Ajaran Gus Dur (Bagian I)

Nilai dan ajaran Gus Dur tidak pernah padam meskipun ia telah berpulang ke haribaan Tuhan. Gus Dur beserta pemikirannya terbentuk dari medan proses yang dinamis juga dialektis sehingga begitu kokoh dan awet. Sembilan nilai utama ajaran Gus Dur merupakan kristalisasi dari sejarah pengalaman, pemikiran, perjuangan, serta pengabdiannya semasa hidup. Rumusan angka 9 sekadar menjelaskan kisaran jumlah dari nilai poros yang mendasari gerak juang Gus Dur, bukan dalam tujuan membatasi nilai dan inspirasi yang bisa digali dari sosok multidimensional laiknya Gus Dur. Tentu masih ada mutiara nilai lainnya yang tak kalah berharga. Desember adalah bulan Gus Dur. Bulan di mana Tuhan mengundang ia pulang kembali ke sisi-Nya ini menjadi momentum yang tepat untuk mengenal, mengembangkan ajaran dan cita-cita adiluhung Bapak Bangsa tersebut. 

Spektrum pemikiran Gus Dur memancar begitu luas ke berbagai lini. Ia bukan hanya seorang pemikir Islam Indonesia, namun juga menjangkau beragam isu seperti kebudayaan, sosial, politik, hukum, tasawuf, bahkan Gus Dur juga membincang tentang ekologi dan sepak bola. Itu semua tak lepas dari dirinya yang memang tumbuh dari tradisi didikan kuat pesantren dan keakrabannya dengan berbagai referensi ilmu pengetahuan. Gus Dur adalah pembaca yang kuat. Waktu, pengalaman, juga pembacaan atas teks dan konteks membuat Gus Dur terus berkembang kritis dalam memahami persoalan masyarakat pun manusia. Ia bergulat dalam skema wacana lokal, bangsa, hingga dunia. Serentak dengan itu, perjuangan multidimensi Gus Dur disokong oleh cita rasa spiritual mendalam yang membuat perjalanannya terasa tulus dan murni, jauh dari orientasi jangka pendek duniawi semata maupun kepentingan pribadi.

Pangkal nilai dari ajaran Gus Dur adalah ketauhidan. Sebuah nilai paling batin tentang kesadaran kosmis bahwa sumber dan tujuan segala sesuatu adalah Tuhan Yang Satu, sehingga semua bentuk aktivisme hidup seorang manusia harus pula berangkat dari dan menuju prinsip tauhid. Sumber ketauhidan ialah iman kepada Allah, satu-satunya Dzat yang mutlak, sumber kasih, keadilan, serta sifat-sifat baik lainnya. Tauhid bukan sekadar dihafal atau diucapkan, namun mesti disingkap dan disaksikan. Eksistensi Tuhan disadari dan sifat-sifat baiknya diartikulasikan dalam sikap diri dalam hidup, itulah tauhid yang tak hanya diucapkan tapi juga disingkapkan. Gus Dur menyertakan nilai ketauhidan dalam sikap dan gerak politik, sosial, kebudayaan, hingga ekonomi dalam upaya menegakkan nilai-nilai kemanusiaan. Gus Dur merasa tak nyaman dan  ganjil terhadap kelembagaan yang  tidak memberi perhatian pada aspek sosial masyarakat, tidak memperjuangkan kesetaraan-keadilan, dan tidak membela mereka yang tertindas serta terzalimi, sekalipun itu adalah lembaga keagamaan.

Yang kedua adalah nilai kemanusiaan. Pandangan kemanusiaan bersumber dari pemahaman bahwa manusia merupakan makhluk ciptaan Allah yang paling mulia dan paling sempurna, yang juga diberi mandat untuk memakmurkan serta mengelola bumi-Nya. Sebagai makhluk yang mulia, maka menghormati sesama manusia adalah kewajiban asasi. Selaku makhluk yang mulia pula, Gus Dur pun meyakini bahwa martabat kemanusiaan itulah yang mesti dibela dan dijaga. Maka bukan barang baru bahwa Gus Dur dikenal sebagai pentolan pembela kaum tertindas, para minoritas yang didiskriminasi baik secara kultural maupun konstitusional. Kemanusiaan sendiri merupakan cerminan sifat-sifat ketuhanan. Tuhan itu Maha Mulia dan menciptakan manusia sebagai makhluk yang mulia. Demikian pula Dia Maha Pengasih, dan karenanya mencintai manusia, menghormati martabat kemanusiaan universal adalah bagian dari manifestasi kasih sayang-Nya. Penciptaan manusia merupakan pancaran cinta Tuhan. Gus Dur sering mengatakan, memuliakan manusia berarti memuliakan penciptanya, demikian pula sebaliknya, merendahkan dan menistakan manusia berarti merendahkan dan menistakan penciptanya. Karena itulah Gus Dur tak pernah tebang pilih, ia membela kemanusiaan tanpa syarat.

Baca Juga  Islamisme dan Basa-basi Demokrasi

Prinsip ketiga yang melekat dalam elan perjuangan Gus Dur adalah nilai keadilan. Gus Dur meyakini, penghormatan martabat kemanusiaan tidak akan terpenuhi tanpa hadirnya keadilan, keseimbangan, dan kelayakan dalam kehidupan bermasyarakat. Wawasan keadilan menyangkut aspek keadilan personal dan struktural. Artinya, dalam postur kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara, keadilan harus menjadi nilai yang menjiwai sistem aturan sekaligus praksisnya. Keadilan mensyaratkan sikap egaliter, non-diskriminatif, tidak sewenang-wenang, dan berpegang pada kebenaran, baik oleh individu, kolektif, maupun pemerintahan. Keadilan tidak hadir dalam realitas kemanusiaan tanpa adanya perjuangan. Sisi lain diri manusia yang liar dan berpotensi merusak tatanan merupakan musuh dari keadilan. Sistem aturan tak bisa serta merta menciptakan keadilan karena sistem dan jejaring sosial tak bisa steril dari kepentingan. Tarik ulur kepentingan inilah yang merupakan titik juang untuk mempertahankan keperluan tegaknya keadilan. Gus Dur pun meyakini dan kerap mengingatkan, bahwa menegakkan keadilan adalah perintah agama, tidak melaksanakannya berarti menyepelekan agama. Seturut dengan itu, maka pembelaan dan perlindungan pada mereka yang diperlakukan tak adil menjadi tanggung jawab moral kemanusiaan.

Pada urutan keempat adalah nilai kesetaraan. Semua manusia tercipta sama berharga dan mulianya di hadapan Tuhan. Gus Dur yakin bahwa manusia itu setara sebagai ciptaan Tuhan, tak ada yang lebih rendah dan tidak ada yang lebih tinggi. Bukan rupa, warna kulit, bahasa, pangkat, afiliasi politik, kepemilikan harta, ataupun faktor lahiriah lainnya yang mendasari pemuliaan Tuhan atas manusia. Namun, kemuliaan seorang insan di sisi Tuhan bergantung pada ketakwaan dan kualitas moralnya yang baik. Pandangan kesetaraan mengenai manusia serta kemanusiaan mengharuskan adanya jaminan hak-hak yang sama sebagai manusia dalam skala apapun. Jaminan itu antara lain dalam wujud perlakuan yang adil serta ketiadaan diskriminasi, subordinasi dan marjinalisasi dalam masyarakat. Adalah prinsip kesetaraan yang menjadi salah satu penopang terciptanya kehidupan yang adil. Sepanjang hayat, Gus Dur konsisten membela kemanusiaan melalui perjuangan tercapainya kesetaraan, terutama terhadap mereka yang lemah, terpinggirkan, dan tertindas.

Tulisan ini disarikan dari buku berjudul Ajaran-Ajaran Gus Dur: Syarah 9 Nilai Utama Gus Dur (2019).

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.