Buya Arrazy Hasyim: Laparkan Jiwa untuk Mendidiknya

BeritaBuya Arrazy Hasyim: Laparkan Jiwa untuk Mendidiknya

Manusia diciptakan dengan potensi untuk berbuat baik sekaligus buruk. Kecenderungan baik diwakili oleh nurani, sedangkan kecenderungan negatif diperankan oleh nafsu. Dalam video yang diunggah kanal Youtube Ribath Nouraniyah (8/3/2022, “Cara Mendidik Jiwa”), Buya Arrazy Hasyim menguraikan tentang nafs atau jiwa manusia itu sangatlah liar, sehingga perlu untuk dididik.

Di awal uraian, Buya menyitir sebuah riwayat mengenai karakter jiwa yang sejak awal penciptaan memang terbilang congkak, “Dalam riwayat-riwayat Israiliyat ada satu riwayat yang bagus meskipun secara kualitasnya tidak sampai shahih. Cuma ulama kita menyatakan maknanya shahih. Tatkala Allah menciptakan nafs, maka Allah mengatakan “Aqbil. Wahai jiwa menghadaplah kepada-Ku”, “Fa laa yuqbil. Maka dia tidak mau menghadap”. Lalu Allah katakan lagi “Yaa nafs, aqbil. Wahai jiwa menghadplah kepada-Ku”. Tapi jiwa itu tidak mau melihat, pantang disuruh-suruh. Akhirnya Allah laparkan jiwa, Allah puasakan jiwa dari makanan-makanannya. Kemudian Allah mengatakan, “Yaa nafs aqbil, faaqbala. Wahai jiwa menghadaplah. Barulah jiwa itu menghadap kepada Allah SWT”, tutur Buya Arrazy.

Riwayat tersebut memberikan kita gambaran tentang tabiat jiwa (nafs) yang sulit diatur dan mesti diberi perlakuan khusus agar terarah menuju Allah. Jiwa seseorang bisa naik tingkat ketika ia mampu berupaya menahan diri dari dorongan-dorongan kesenangan syahwat. Buya melanjutkan, “Jadi cara untuk mendidik jiwa ini supaya dia naik dari yang paling rendah (ammarah) minimal naik ke lawwamah, itu dengan puasa. Puasa di situ bukan hanya puasa zahir, tapi juga puasa batin. Nafs itu ada penyakit di dalamnya, yaitu sombong. Puasalah dari kesombongan. Nafs itu pengen didengar selalu, tidak mau mendengar orang. Nafs itu pengennya ditaati tapi tidak mau menaati.”

Baca Juga  Mbah Moen, Kiai Adaptif Zaman

Buya menjelaskan bahwa kalbu merupakan poros dari nafs. Dalam hal ini Buya menambahkan, “Jangan sampai nafs ini menjadi rajanya kalbu, tapi kalbu harus menjadi rajanya nafs. Bagaimana caranya? Karena kalbu ini tempat Allah memandang, maka lakukanlah seperti dulu pernah Allah melakukannya. Puasakanlah jiwa, puasakanlah dari memandang yang tidak benar, puasakan dia dari mengatakan yang tidak benar, maka jiwa nanti akan patuh kepada kalbu. Perbanyaklah puasa, puasa zahir dari makan dan minum, juga puasa batin.”

Manfaat puasa bagi manajemen jiwa dan emosi pun diterangkan oleh Rasulullah SAW. Dalam salah satu riwayat yang shahih dinyatakan, bahwa ketika kita sedang berpuasa kemudian ada orang yang mencaci atau mengajak kita bertengkar, Nabi menyuruh kita untuk mengatakan, “Inni shaim, aku sedang berpuasa”. “Berarti puasa di sini adalah puasa emosi. Nabi itu sangat mengerti kondisi jiwa, maka Nabi mengatakan jika kamu marah dalam keadaan berdiri, duduklah. Jika dalam duduk masih marah, maka tidurlah”, pungkas Buya Arrazy. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.