Sedekah Bukan Ibadah Transaksional

KolomSedekah Bukan Ibadah Transaksional

Sah-sah saja mengharap balasan dari Tuhan atas sedekah yang kita berikan. Karena efek sedekah memang dapat memberikan nilai tambah bagi pelakunya, sebagaimana tersebut dalam teks-teks agama. Namun, akan berbalik dangkal dan merusak ketika paradigma sedekah menjadi sangat transaksional yang menjauh dari ruhnya. Di mana sedekah dilakukan untuk motif menambah kekayaan, sedekah sebatas dijadikan alat bisnis yang orientasinya menghasilkan untung lebih dari modal yang dikeluarkan. Bersedekah yang prinsip dasarnya adalah mencegah rasa angkuh, mengikis egoisme menumpuk harta, menumbuhkan empati pada sesama pun tertimbun nafsu untuk mendapat imbalan materi semata.

Selama ini berkembang kampanye tentang keajaiban sedekah yang mengetengahkan narasi utama mengenai dilipatgandakannya balasan atas sedekah kita sebanyak 10 kali lipat, 700 kali lipat, bahkan tak terhingga. Kerap didengungkan ke masyarakat, bahwa dengan bersedekah sekian rupiah, maka sedekah itu akan bekerja secara ajaib karena akan kembali kepada si pemberi berkali-kali lipat dari nominal semula yang dikeluarkan. Ambil contoh pernyataan Wirda Mansur yang belakangan kembali viral. 

Dalam sebuah penggalan video yang direkam saat Wirda menyetir mobil, ia bercerita tentang keinginannya memiliki sebuah mobil dengan harga 1,4 miliar rupiah. Menurut rumus keajaiban sedekahnya, ia harus sedekah paling tidak 140 juta agar mendapat imbal hasil 1,4 miliar alias 10 kali lipat yang setara dengan harga mobil yang diinginkan. Singkat cerita, tak lama setelah ia bersedekah senilai 200 juta, ada tamu yang datang ke rumahnya yang tanpa diduga memberikan mobil seperti yang dia inginkan. Namun ucapannya tak konsisten. Di lain video di mana ia tengah mengisi webinar, Wirda bercerita bahwa ia bersedekah senilai 100 juta dan transfer 50 juta kepada sang ayah hingga kemudian secara tak diduga ia mendapat mobil seharga 1,4 miliar.

Yusuf Mansur, ayah dari Wirda, terkenal dengan ceramahnya tentang konsep keajaiban sedekah semacam itu. Tak jarang jemaah di majelisnya langsung ditodong untuk menyedekahkan uang atau benda berharga yang dipakainya. Seolah ditantang untuk membuktikan matematika sedekahnya. Boleh jadi, orang yang mendadak diminta menyedekahkan barang berharganya tadi terpaksa memberikan karena kondisi membuatnya merasa malu jika menolak. 

Sedekah ditempatkan seperti halnya bisnis dan orientasinya amat duniawi. Kampanye keajaiban sedekah juga seolah mendorong orang hanya perlu menguatkan keinginan, memvisualisasikannya, tapi minus usaha untuk mendapat apa yang diinginkan, dan cukup menunggu datangnya keajaiban dari amal sedekah. Cara pandang demikian mesti dikoreksi karena merusak. Sedekah menjadi sangat transaksional dan terasa kering karena dihitung secara matematis dengan rumusan logika manusia. Memang benar Allah menyinggung dalam surat al-Baqarah: 261 tentang penggandaan balasan dari kebaikan, Perumpamaan orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah adalah serupa dengan sebutir benih yang menumbuhkan tujuh bulir, pada tiap bulir seratus biji. Allah melipatgandakan (ganjaran) bagi siapa yang Dia kehendaki. Dan Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Mengetahui. 

Jaminan ganjaran berlipat itu saya kira ditawarkan karena dalam bersedekah sebetulnya manusia diuji untuk menekan ego dan keserakahan atas harta benda yang dimiliki. Sedekah ditujukan untuk mengedarkan kekayaan agar uang tak hanya terkonsentrasi di pihak-pihak yang kaya. Karena ada hak orang lain dalam harta yang kita miliki. Dengan kata lain, bersedekah adalah sebentuk penolakan atas monopoli harta. 

Baca Juga  Tiga Etika Orang Beriman

Pesan lebih prinsip dari bersedekah adalah dorongan untuk peka dan peduli pada orang lain terutama terhadap mereka kaum marginal yang hidup di bawah garis kemiskinan. Kita diajak untuk peka pada kesenjangan ekonomi yang semakin menganga lebar di tengah warga. Sedekah adalah kiat untuk memberdayakan masyarakat duafa agar mampu bertahan dan hidup lebih sejahtera, bukan semata-mata untuk mendapat imbal hasil berkali lipat. Para fakir miskin, salah-salah hanya dipandang sebagai batu loncatan untuk menambah kekayaan, bukan dilihat sebagai kaum lemah yang wajib diberdayakan, ketika sedekah dijalankan seperti halnya transaksi bisnis.

Perlu dipahami, konsep rezeki tak melulu soal materi. Balasan atas sedekah bisa berupa kesehatan, ketenangan batin, kebahagiaan, keamanan, terhindar dari marabahaya. Diterangkan dalam hadis bahwa, Perbuatan-perbuatan baik akan melindungi kita dari berbagai keburukan dan sedekah yang dilakukan sembunyi-sembunyi akan menghindarkan diri kita dari siksa Tuhan (HR. Ath-Thabrani). 

Di ranah sosial, sedekah adalah penguat tali persaudaraan sesama manusia. Nabi mengatakan, Saling memberilah kalian, maka kalian akan saling mengasihi. Sedekah juga akan mengembangkan spirit kebersamaan dan solidaritas. Secara pribadi, kita akan belajar lebih bersyukur, melalui proses memahami kondisi orang lain yang tak seberuntung kita. Sedekah adalah pembersih jiwa. Nurani manusia akan mengafirmasi rasa bahagia dan tenang saat bisa membantu meringankan kesengsaraan orang lain.

Saya mendapati cerita dari sebuah laman media sosial. Ada seseorang yang merasakan dampak kenyamanan dan keamanan dari kebiasaan berbagi makanan ke tetangga dan ke masjid di lingkungannya. Tradisi baik itu membuat orang-orang terutama yang sering ke masjid jadi mengenal anak-anak dari orang tadi, sehingga ketika anak-anaknya main sampai ke jalan raya atau terjadi sesuatu di jalan, selalu ada yang mengantarkannya ke rumah. Sederhana namun indah. Bagi saya ini adalah gambaran konkret dari berkah sedekah yang tak melulu materi. Bukti pula bahwa sedekah menumbuhkan psikologi solidaritas.

Memberi dengan ikhlas yang diliputi harapan akan ridha Allah akan melatih kita hidup demi orang lain. Sedekah adalah mengedarkan kekayaan pada yang berhak. Sedekah menjadi ajaib, menghasilkan banyak kebaikan bahkan anomali, ketika kesalehan itu ditunaikan tanpa pamrih, murni mengharap Tuhan berkenan atas diri kita. Mendasari sedekah dengan minat imbal hasil materi sama dengan mereduksi makna dan tujuan dari praktik ibadah mulia tersebut. Sedekah adalah tentang meredam keinginan memiliki lebih, bukan ego untuk memperoleh laba duniawi belaka. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.