Meniru Cinta Nabi Muhammad

KhazanahMeniru Cinta Nabi Muhammad

Fragmen cinta Nabi ada di seluruh diri dan akhlak beliau. Untuk menjawab pertanyaan tentang bagaimana pribadi Rasulullah, Sayyidah Aisyah menggambarkan secara ringkas namun mendalam, bahwa “Akhlaknya adalah al-Quran”. Dalam al-Quran sendiri ditegaskan, Dan sesungguhnya engkau benar-benar berbudi pekerti yang luhur (QS. Al-Qalam: 4). Bukan pekerjaan mudah menerangkan akhlak Nabi dengan seluruh al-Quran yang merupakan kalam Allah yang Maha Luas. Apa-apa yang kita dengar seputar diri dan kehidupan Nabi terkadang barulah sebagian kisah yang sanggup diceritakan sahabat beliau, fragmen yang paling berkesan bagi orang-orang sekitar Nabi. Sependek apapun petikan teladan kenabian yang sampai pada kita, tirulah, karena itu akhlak cinta.

Bagi Sayyidah Aisyah misalnya. Istri Nabi itu mengatakan perilaku Rasulullah sangatlah memesona. Ibn Katsir seperti dikutip oleh Jalaluddin Rakhmat dalam Islam Aktual menuturkan bahwa di suatu malam Nabi dan istrinya tengah tidur bersama, lalu beliau meminta izin kepada Aisyah untuk beribadah. Wahai Aisyah, izinkan aku beribadah kepada Tuhanku, kata Nabi. Aisyah membalas, Aku sesungguhnya senang merapat denganmu, tapi aku juga senang melihatmu beribadah kepada Tuhanmu. Nabi pun kemudian bangkit, mengambil air wudhu lalu shalat. 

Kisah ini Aisyah ceritakan kepada Ibn Umar dan dua orang lainnya setelah mereka bertanya kepada Aisyah karena sangat ingin tahu bagaimana sikap Nabi yang paling membekas bagi istrinya. Tentu semuanya mengesankan. Namun Aisyah memilih kenangan ketika makhluk paling mulia itu meminta izin di tengah malam untuk beribadah. Menurut Jalaluddin Rakhmat, bagi seorang istri, dalam permintaan izin itu terkandung makna penghargaan, penghormatan, kepedulian, juga kemesraan. Hal apa lagi yang lebih indah bagi seorang istri dari suaminya selain itu? Sebagai utusan Tuhan, untuk urusan ibadah sekalipun Nabi tetap mempertimbangkan kondisi agar tidak mengganggu atau menyakiti siapapun.

Rasulullah adalah pemimpin agung yang begitu dicintai karena penuh dengan kapasitas cinta. Tak heran jika rambut beliau yang jatuh, bekas air wudhunya, hingga ludahnya diperebutkan oleh para sahabat untuk mengharap keberkahan dari manusia cinta tersebut. Pesona akhlak Rasul juga terpatri di benak tiap sahabat. Bagi Abdullah al-Bajaliy, salah satu kenangan paling manis adalah ketika ia mendapati majelis Nabi yang didatanginya telah penuh karena ia terlambat. Melihat al-Bajaliy berusaha mencari-cari tempat duduk, Rasulullah melepas jubahnya lalu dilipat dan diserahkan kepada al-Bajaliy untuk dijadikan alas duduk. Baju itu diterimanya, tidak untuk diduduki, namun diciumnya dengan air mata berlinang sambil berkata, Ya Rasulullah, semoga Allah memuliakanmu sebagaimana Anda telah memuliakanku. Demikian Jalaluddin Rakhmat mencatatnya dalam Islam Aktual yang dikutip dari Hayat al-Shahabah (2:544). Petikan kisah ini tegas memperlihatkan kita bagaimana perhatian, kasih sayang, sekaligus penghormatan Nabi kepada sahabatnya.

Baca Juga  Ngatawi Al-Zastrouw: Shalawat Itu Seni dalam Gerakan Keagamaan

Kisah Sawad bin Ghazyah tak kalah memperlihatkan betapa Nabi sangat terbuka dan welas asih. Ketika perang Badar, Sawad pun mencari-cari akal agar bisa bersentuhan dan mencium kulit Nabi. Ia pun sedikit berulah dengan tidak lurus saat berbaris,  “Lurus dalam barisan, hai Sawad”. Nabi pun memukul perutnya dengan anak panah. “Wahai Rasulullah, Anda menyakitiku, padahal Allah telah mengutusmu dengan membawa keadilan dan kebenaran. Aku ingin menuntut balas”. Para sahabat lain pun terkejut dengan tuntutan Sawad dan lantas meneriakinya. Rasulullah segera menyingkap bajunya dan berkata, “Balaslah”. Sawad bergegas menuju Nabi dan memeluknya, tidak untuk balas memukul Nabi. Ia berbuat demikian karena begitu ingin memeluk dan bertemu dengan kulit Nabi. Sawad berkata, Wahai Rasulullah, ingin sekali pada akhir pertemuanku denganmu, kulitku menyentuh kulitmu. Berilah aku syafaat pada hari kiamat.

Terlalu banyak jika hendak mengurai satu per satu welas asih Nabi. Rasulullah mendidik para sahabatnya dengan cinta, sehingga mereka pun begitu takjub dan memilih untuk mengabdikan diri menaati ajarannya. Beliau adalah raksasa sejarah yang menorehkan pengaruh cinta kasih tak berkesudahan. Meniru Nabi adalah terlibat dalam lingkaran akhlak cinta. Mari terus menggali dan mempertahankan semesta kasih sayang Rasulullah dalam berkehidupan di dunia ini. Selamat hari lahir al-Musthafa, sang rahmat bagi alam raya. Allahumma shalli ‘ala sayyidina Muhammad wa ‘ala alihi wa ashhabihi ajma’in. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.