Stop Bela Agamawan yang Menyimpang

KolomStop Bela Agamawan yang Menyimpang

Belakangan, ada banyak berita mengenai tokoh agama yang melakukan penyimpangan dan pelanggaran. Publik dibuat geram dengan kasus petinggi pesantren, ustadz, anak kiai, telah sekian lama buron atas kasus kekerasan seksual. Baru-baru ini juga terkuak dugaan penyelewengan dana sumbangan ACT, lembaga amal yang identik dengan citra Islam. Yang lebih mengherankan lagi, para agamawan pelaku kejahatan dan pelanggaran ini terus dibela oleh simpatisan dan pendukungnya. Padahal, setinggi apapun posisi keagamaan seseorang, hal itu tidak membuatnya kebal dari konsekuensi hukum. 

Mirisnya,  tindakan penertiban atau penegakkan hukum bagi tokoh agama, maupun kelompok Islam yang melakukan penyimpangan, sering dihalang-halangi. Tidak sekali dua kali, penjahat dilindungi dan hukum dilawan hanya karena kasus tersebut menjerat tokoh atau otoritas agamawan. Bahkan penegakkan hukum bagi tokoh agamawan yang menyimpang, maupun ormas keagamaan yang berbahaya, sering dianggap sebagai tindakan melawan Islam atau anti-Islam.

Islam memang agama sempurna. Namun, tidak demikian dengan penganutnya, yang awam maupun yang elit. Setiap Muslim menginternalisasi Islam ke dalam dirinya. Islam dipahami, dipersepsikan, dan dijalankan berdasarkan kompleksitas latar belakang dan kesanggupan masing-masing individu yang tidak sama rata. Seorang muslim mungkin baik dan mungkin pula tidak. Meskipun pahit, perlu diakui bahwa radikalisme juga telah menjangkiti sebagian kecil dari kita.

Hanya saja, umat seringkali seringkali terjebak dalam silogisme berbahaya “kami Muslim, karena itulah kami sempurna”. Pikiran semacam itu cenderung ampuh untuk menetralisir kemauan dan usaha peningkatan peran dan aktualisasi diri maupun kelompok Muslim. Jelas yang terjadi justru sebaliknya, kecacatan dan kejumudan. Dalam al-Quran tertulis peringatan, janganlah kamu menganggap dirimu suci (An-Najm: 32). Perasaan paling benar dan paling sempurna itu wajib dihindari. Umat Islam harus kembali memandang realitasnya dengan jujur dan apa adanya.

Baca Juga  Merangkul Minoritas Gaya Gus Dur

Jadi, tidak ada solidaritas Islam untuk membela seorang tokoh agama yang melanggar hukum dan tidak bermoral. Kita tidak perlu merasa bahwa pemerintah memojokkan atau represif terhadap umat Islam hanya karena ada ormas Islam, anggotanya, ataupun pemimpinnya terjerat kasus hukum. Oknum Islam demikian itu sama sekali tidak mewakili umat Islam. Justru aneh apabila pelaku penyimpangan dan pelanggaran malah dibela atas dasar solidaritas umat Islam.

Pada dasarnya, organisasi masyarakat sipil Islam yang lahir di negeri kita sangat berbeda dengan ormas di negara Muslim lain. Tidak seperti Ikhwanul Muslimin yang lahir di Mesir, Jemaat Islami di Pakistan, atau Hizbut Tahrir di Lebanon, yang membingkai skema dan proyek besar Islam sebagai tuntutan politik. Organisasi masyarakat sipil Islam Indonesia, semisal NU, Muhammadiyah, ICMI, DMI, atau MUI, lebih menunjukkan komitmennya terhadap nasionalisme Indonesia dan tata pemerintahan konstitusional. Keluhuran itu dibuktikan sendiri Robert Hefner melalui pengamatan seputar pendidikan, ikatan masyarakat, dan demokrasi Islam Bumi Pertiwi, yang tertuang dalam Indonesia In the Global Scheme of Things.

Singkatnya, umat Islam negeri ini menempati posisi sentral dalam tatanan sosial maupun budaya. Tidak pernah ada cukup alasan untuk mengatakan bahwa umat Islam dipinggirkan. Barangkali hanya orang-orang yang mengidap majority with a minority complex, yang merasa Umat Islam terpojokkan di negeri ini. Kenyataannya, ada puluhan Ormas Islam yang berdiri tegak selama puluhan bahkan ratusan tahun di negeri kita. Tidak terhitung banyaknya lembaga pendidikan Islam, Kyai, Ulama, literatur keislaman, rumah Ibadah, dan berbagai tradisi Muslim yang begitu lestari menghiasi keseharian kita. Jadi, Isu Islamophobia atau ‘Umat Islam selalu dipojokkan’, itu tentu sangat mengada-ngada. Kita harus mendukung setiap penegakkan hukum bagi pelaku kriminal, apapun posisi keagamaannya. 

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.