Kitab Kuning di Tengah Kubangan Modernisme (Bagian II)

KontributorKitab Kuning di Tengah Kubangan Modernisme (Bagian II)

Pesantren tradisional sangat kental dengan tradisi kitab kuning. Tradisi ini merupakan marwah bagi masyarakat pesantren tradisional. Dikatakan marwah karena santri-santri yang belajar di pesantren tradisional memang dipersiapkan untuk memahami teks-teks kitab klasik untuk disampaikan ke dalam kehidupan masyarakat. Pengetahuan tentang kitab kuning, khususnya diranah fiqih adalah poin penting bagi pesantren tradisional dari pesantren-pesantren yang lain.

Menurut Azyumardi Azra, Kitab kuning adalah kitab-kitab keagamaan berbahasa Arab, Melayu, Jawa atau bahasa-bahasa lokal lain di Indonesia dengan menggunakan aksara Arab, yang selain ditulis oleh ulama di Timur Tengah, juga ditulis oleh ulama Indonesia sendiri. Ini merupakan perluasan dari terminologi kitab kuning yang berkembang selama ini, yaitu kitab-kitab keagamaan berbahasa Arab, menggunakan aksara Arab, yang dihasilkan oleh para ulama dan pemikir Muslim lainnya di masa lampau khususnya yang berasal dari Timur Tengah.

Akselerasi (percepatan) pembelajaran sangat esensial dalam menyediakan kesempatan pendidikan yang tepat bagi siswa yang cerdas dan mampu. Proses yang terjadi akan memungkinkan siswa untuk memelihara semangat dan gairah belajarnya. Pada dasarnya strategi pembelajaran yang baik bukanlah strategi yang baru muncul dan sesuai dengan tuntutan zaman, akan tetapi strategi yang berhasil menyampaikan pesan kepada siswanya dengan sesingkat mungkin tanpa membutuhkan waktu yang lama, strategi yang dapat menyampaikan materi kepada siswa dengan cara yang mudah tanpa adanya kesulitan dari guru maupun siswanya.

Metode pembelajaran nahwu-sharraf di pesantren tradisional merupakan salah satu strategi pesantren tradisional dalam mempertahankan tradisi dan pengetahuan baca kitab kuning pada santrinya. Metode ini diterapkan di beberapa pesantren yang berada di pulau Jawa dan Madura dengan membentuk satu forum khusus untuk mendalami kitab kuning dan tata bahasa nahwu-sharraf. Krisis terhadap kitab kuning ini benar–benar menjadi tantangan di tengah aruh modernisme yang semakin merasuk melalui teknologi ke dalam kebudayaan masyarakat Indonesia. 

Baca Juga  Post Tradisionalisme Pesantren (Bagian I)

Pandangan Revolusioner Pendidikan Pesantren 

Istilah pesantren tradisional memiliki perdebatan yang panjang dengan ciri khas dan argumentasi masing-masing. Pesantren tradisional adalah cikal bakal dari pesantren modern atau bahkan pesantren konvergensi sebagaimana yang didefinisikan oleh Kementrian Agama Republik Indonesia. Sebab, dalam literarur sejarah, pesantren yang berciri khas tradisional menjadi penentu tradisi keilmuan pesantren yang tetap dilaksanakan hingga hari ini. Meskipun dari segi kurikulum tidak begitu memiliki kemajuan sebagaimana pesantren modern lainnya, pesantren tradisional ternyata tetap menjadi tumpuan dan memiliki pandangan jangka panjang masa depan pendidikan di negara Indonesia. Hal ini bisa dibuktikan dengan hadirnya beberapa program dan pembelajaran seperti akselerasi yang dilakukan oleh pesantren tradisional untuk tetap menjaga eksistensi dari kepunahan kitab kuning.

Untuk memperoleh eksistensi dan legitimasi di tengah-tengah msyarakat, maka pesantren tradisional menggunakan berbagai cara dalam metode untuk tetap bertahan dengan rasa tradisionalnya. Salah satunya dengan tetap merawat dan mengembangkan pembelajaran nahwu-sharraf agar marwah sebagai pesantren tradisional terjaga di tengah-tengah masyarakat modernisme. Metode pembelajaran nahwu-sharraf di pesantren tradisional merupakan pembelajaran yang pertama dan utama kepada santri di pesantren tradisional. Pandangan ini jelas akan semakin mengokohkan pesantren tradisional sebagai cikal bakal pesantren yang memiliki wawasan yang luas dan luwes dalam menghadapi problematika zaman yang semakin kompleks.

Dalam memperkuat struktur dan fungsinya, pesantren tradisional membentuk lembaga, kelompok belajar, bahkan metode khusus seperti akselerasi dalam pembelajaran nahwu-sharraf. Hal ini dimaksudkan agar pesantren tetap menjadi kontrol keilmuan dari tradisi para ulama yang termaktub di dalam kitab kuning. Maka, negara Indonesia sepantasnya bersyukur memiliki lembaga pendidikan Islam berupa pesantren pembacaannya terhadap segala macam perkembangan keilmuan menjadi kunci utama melahirkan pesantren-pesantren modern di masa kini.

Abdul Warits
Abdul Warits
Penulis lepas, lahir di Grujugan Gapura Sumenep Madura1997. Mahasiswa Pascasarjana Studi Pendidikan Kepesantrenan, Instika, Guluk-Guluk Sumenep Madura
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.