Titik Beda Islam dan Islamisme

Dunia IslamTitik Beda Islam dan Islamisme

Islam dan Islamisme, dua istilah serupa yang hanya dibedakan empat huruf secara muka. Namun, esensinya sama sekali berbeda. Islam adalah ajaran yang memuat nilai-nilai luhur humanisme-religius, sedangkan Islamisme merupakan tafsir politis atas agama, sebuah politisasi Islam. Islamisme merupakan gerakan politik ideologis sebagai tanggapan atas krisis peradaban yang bersarang di dunia Islam. Di saat yang sama Islamisme menempatkan tatanan sekuler-modern sebagai musuh. Islamisme atau yang sering disebut pula Islam politik tidak berasas pada iman religius Islam, tapi pada aplikasi ideologis atas nama agama di wilayah politik.

Tambahan “isme” dalam kata Islamisme menunjukkan pergeseran ide dasar Islam menjadi sebentuk ideologi yang selanjutnya menjelma menjadi gerakan massa. Sebagai contoh, imbuhan “isme” pada nama Karl Marx, memperlihatkan suatu upaya untuk mentransformasi pemikiran Marx menjadi sebuah ideologi yang tentunya tak selalu sesuai dengan pemikiran orisinil Marx. Dengan kerangka pikir serupa, maka politisasi Islam ialah cara-cara yang dengannya Islam dipakai sebagai artikulasi kepentingan politik yang tak sejalan dengan ajaran Islam.

Islamisme terkait dengan tatanan politik, bukan iman. Meski demikian, Islamisme bukan politik an sich, tapi politik yang diagamaisasi. Secara ringkas, politik bersampul agama ini mempromosikan sebuah tatanan politik yang diyakini memancar dari kehendak Allah, bukan berdasar dari kedaulatan rakyat. Para Islamis memimpikan suatu tatanan dunia baru yang menerapkan sistem pemerintahan ilahi. Hal semacam ini tak pernah ada dalam preseden Islam.

Cara kerja Islam politik adalah dengan mengatasnamakan ummah, di mana negara syariat sebagai sistem politiknya. Sebab itu, kredo utama Islamisme ialah din wa daulah (kesatuan antara agama dan negara) dalam tatanan politik berbasis syariat. Ini bukan agenda spiritual, melainkan sistem politik yang diatasnamakan keimanan.

Selama ini Islamisme digambarkan sebagai bentuk kebangkitan Islam. Muncul sebagai ideologi oposisi sekulerisme dan modernisme. Dengan cita-cita revolusionernya untuk mereset ulang tatanan dunia berdasarkan syariat Islam. Gambaran tersebut jauh panggang dari api. Islamisme tidak membangkitkan kembali Islam, namun malah menyusun ulang Islam pada jalur yang tak sesuai dengan warisan sejarah dan ajaran dasarnya. Bassam Tibi dalam Islam dan Islamisme mengutip istilah Eric Hobsbawn, menyatakan bahwa kebangkitan dan kejayaan Islam yang digadang-gadang para Islamis merupakan sebuah tradisi yang dibuat-buat. Sebab, skema ideologis dan praktik mereka adalah kebaruan dan tak diafirmasi oleh ajaran sekaligus sejarah Islam.

Baca Juga  Cinta Laura Kiehl: Jangan Terjebak dalam Pola Pikir yang Memanusiakan Tuhan

Masih dalam Islam dan Islamisme, Tibi menginventarisir setidaknya enam isu dasar pemahaman para Islamis, yang hal ini akan membantu memahami kontras esensial antara Islam dan Islamisme. Pertama, interpretasi atas Islam sebagai tatanan negara (nizham Islami). Kedua, persepsi akan Yahudi sebagai musuh utama yang menjalin konspirasi melawan Islam. Ketiga, demokratisasi dan posisi Islamisme institusional dalam suatu negara demokratis. Keempat, evolusi dari jihad klasik menuju jihadisme teroris. Kelima, penciptaan ulang syariat. Dan keenam, persoalan tentang autentisitas dan kemurnian, yang menentukan pandangan para Islamis terhadap sekularisasi dan desekularisasi.

Ajaran Islam adalah kebalikan dari enam gagasan primer kalangan Islamis di atas, yang membicarakan tentang persoalan bagaimana sistem pemerintahan yang sah, sikap terhadap non-Muslim, pandangan mengenai demokrasi, makna jihad, interpretasi terhadap syariat, serta pandangan tentang autentisitas peradaban Islam dalam kaitannya dengan hubungan dialektis Islam dengan peradaban lain.

Islamisme adalah sesuatu yang berbeda dari Islam, namun kita tak bisa menyangkal relasi keduanya. Sebagai tafsiran politis atas agama, maka dengan kata lain Islamisme itu berdasarkan Islam dan tidak terletak di luar Islam. Islamisme tidak merujuk kepada Islam secara instrumental belaka, sebab mereka mengakui dirinya sendiri sebagai umat beriman sesungguhnya.

Orang yang mengabaikan garis perbedaan antara Islam dan Islamisme biasanya akan sulit membedakan mana gerakan keagamaan yang sebetulnya, dan mana gerakan politik yang bersampul agama. Kalangan awan sering mudah dikelabui agenda politik para Islamis, melihatnya sebagai gerakan spiritual keimanan. Imbasnya, orang-orang yang mengkritik aksi Islamis itu akan dituduh sebagai islamofo atau para pembenci Islam. Benang halus perbedaan antara Islamisme dan Islam yang jika tidak diperjelas adanya, akan mengakibatkan polarisasi multipihak.

Karena tatanan politik menjadi isu pokok dalam pemikiran para Islamis, maka Tibi mengingatkan untuk sepenuhnya berhati-hati terhadap jebakan atau dorongan untuk mengucilkan kalangan Islamis dari umat Islam. Kita mesti bijak dan adil dalam bersikap, jangan sampai mengadopsi prosedur takfiri kalangan Islamis itu sendiri, di mana mereka mengalienasi Muslim manapun yang tak sejalan dengan mereka. Apa bedanya kita dengan kelompok takfiri jika ketidaksetujuan kita pada ideologi kalangan Islamis berujung pada pengucilan atau kebencian? Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.