Sumber-sumber Non-Muslim tentang Partisipasi Kristen (Bagian III)

RecommendedSumber-sumber Non-Muslim tentang Partisipasi Kristen (Bagian III)

Dalam buku “Rekonstruksi Islam Historis,” saya menyinggung sepintas kesaksian John Bar Penkaye tentang partisipasi orang-orang Kristen dalam penaklukan Islam awal. Penkaye menulis catatannya pada 687 M atau 68 H, sehingga dapat dipastikan dia menyaksikan penaklukan yang berlangsung pada zaman Umayyah.

Saya akan elaborasi apa saja yang dikatakan Penkaye dalam tulisan lain. Kali ini saya bermaksud mencatat kesaksian sumber-sumber di luar Islam tentang penaklukan yang terjadi pada zaman sebelumnya, yakni Khulafa’ Rasyidun, untuk melihat paralelismenya dengan sumber-sumber Muslim terkait penaklukan periode yang sama.

Dua sumber Kristen yang akan saya sebut perlu disikapi dgn kritis alias kacamata skeptis. Sebab, keduanya ditulis cukup belakangan. Yang pertama ialah catatan sejarah (kronikel) oleh Theophanes yang ditulis pada awal abad ke-9 di Konstantinopel.

Seorang teknokrat Bizantin yang menjadi tokoh agama dan sejarawan, Theophanes ditahbiskan sebagai santos oleh Gereja Katolik dan Ortodoks. Ada banyak alasan kenapa catatan sejarahnya tidak boleh ditelan mentah-mentah atau, dalam bahasa Madura-nya, “take it with a grain of salt.”

Sumber kedua dikenal dengan nama “Chronicle 1234.” Ditulis dalam bahasa Suryani atau Syriac, siapa penulis kronikel ini masih menjadi teka-teki. Disebut “Chronicle 1234” karena kronikel tersebut mencatat peristiwa historis hingga tahun 1234. Karena itu, dari sudut pandang kritik-historis, karya tersebut dapat dijadikan sumber primer untuk peristiwa abad 12 dan 13, ketimbang periode yang lebih awal. (Seorang mahasiswa saya meneliti catatan pidato Abu Bakar dalam kronikel ini dan membandingkannya dengan teks dalam kitab al-Azdi, sejarawan Muslim.)

Dua kronikel tersebut mencatat peristiwa penting pada zaman Abu Bakar. Yakni, pengiriman empat pasukan untuk menaklukan wilayah di luar jazirah Arabia: Ke Palestina, Mesir, Persia dan “wilayah Kristen Arab yang berada di bawah kekuasaan Romawi.” Wilayah terakhir ini menarik, in part, karena tidak disebutkan nama kota atau wilayahnya.

Juga menarik karena secara eksplisit menyebut orang-orang Kristen dari suku Arab, yang tunduk pada pemerintahan Bizantin. Orang-orang Kristen ini juga menjadi sasaran penaklukan orang-orang (Muslim) Arab yang sedang berambisi meluaskan wilayah kekuasaannya.

Informasi menarik lain dalam dua kronikel di atas ialah alasan kenapa orang-orang Kristen Arab akhirnya bergabung dengan pasukan Muslim, dan sikap mereka terhadap penaklukan Islam awal. Terkait alasan bergabung, Chronicle 1234 memberikan informasi bagaimana orang-orang Kristen Arab diperlakukan oleh pemerintah pusat di Konstantinopel.

Baca Juga  Gus Dur Membela Ahmadiyah

Misalnya, para pejuang Kristen Arab yang bergabung dengan Bizantin tidak mendapatkan imbalan/bayaran setimpal. Bahkan, disebutkan, imbalan yang mereka terima tidak lebih baik daripada makanan anjing-anjing mereka.

Marah diperlakukan demikian, beberapa suku Kristen Arab memilih bergabung dengan pasukan penakluk. Mereka mengatakan, mending membantu para penakluk yang berasal dari suku-suku Arab yang sama. Para penduduk lokal ini mengenal medan perang dengan baik. Mereka membuka jalan dan memberi petunjuk yang memudahkan para penakluk menyusuri gurun-gurun yang tandus.

Chronicle 1234 bukan hanya memberikan informasi kenapa orang-orang Kristen Arab mengubah afiliasi dari Bizantin ke pasukan penakluk, juga sikap mereka yang relatif tidak berupaya menentang kedatangan para panakluk.

Misalnya, penyerangan terhadap kota Avkat atau Eucharita, sebuah kota kecil dekat Ankara sekarang. Dalam kronikel disebutkan, ketika pasukan Arab (Muslim) datang, penduduk lokal (Kristen) tidak bereaksi. Mereka tetap bekerja seperti biasa, karena menganggap para penakluk sebagai “pasukan Kristen Arab.” Juga disebutkan, para penakluk justeru mendapati orang-orang Kristen lokal tidak bahagia berada di bawah kekuasaan Bizantin.

Kendati informasi ini jelas menarik, Chronicle 1234 menyebut peristiwa tersebut terjadi pada 646-648 M, atau 17-18 H. Ini tentu tidak akurat karena penaklukan Avkat terjadi pada zaman Umayyah, bukan tahun 17 H (yang berarti pada pemerintahan Usman). Inilah salah satu alasan kenapa Informasi dalam Chronicle 1234 harus disikapi secara kritis atau take it with a grain of salt.

Terlepas dari deskripansi tersebut, narasi keterlibatan Kristen dalam penaklukan Islam awal, bahkan peristiwa yang terjadi pada zaman Khulafa’ Rasyidun, yang dicatat dalam sumber-sumber non-Muslim sejalan dan seirama dengan catatan sejarah yang ditulis oleh sejawaran Muslim sendiri, sebagaimana disebutkan dalam tulisan terdahulu.

Dalam buku “Rekonstruksi Islam Historis” dan “Kemunculan Islam dalam Kesarjanaan Revisionis,” saya menyebut metode “koroborasi” dalam analisis kritik-historis. (Kata “koroborasi” acapkali-kali dianggap salah-ketik. Yang benar, “kolaborasi.” Tidak. Itu bukan typo. Saya meng-Indonesia-kan kata “corroborate”.)

Nah, ini contoh yang baik bagaimana narasi-narasi historis dapat dikoroborasikan, dalam arti satu sumber mengkonfirmasi sumber yang lain. Pertanyaannya: Seberapa banyak informasi dalam sumber-sumber Muslim dan non-Muslim itu dapat dikoroborasikan? Itu pertanyaan yang menantang para sejarawan saat ini.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.