Gagasan Ukhwah KH. Achmad Siddiq

KhazanahHikmahGagasan Ukhwah KH. Achmad Siddiq

Revitalisasi Konsep Persaudaraan KH. Achmad Siddiq, Upaya Merawat Persatuan

Kita adalah bangsa yang berdiri di atas keanekaragaman budaya, suku, ras dan agama. Hal ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang kaya akan perbedaan, dan telah menjadi keunikan tersendiri yang dimiliki oleh bangsa ini. Namun, realitas tersebut juga menjadi tantangan besar bagi setiap komponen masyarakat Indonesia. Pasalnya, spektrum perbedaan di tengah kehidupan berbangsa dan bernegara sangat potensial menciptakan gesekan-gesekan yang mengarah kepada konflik sosial dan disintegrasi bangsa.  

Pada dasarnya, perbedaan itu adalah suatu keniscayaan yang menjadi bagian dari sunnatullah (God’s law/natural law), tidak bisa kita tolak dan harus disyukuri sebagai anugerah dari-Nya. Dalam menyikapi perbedaan tersebut, agama sebagai risalah Tuhan mengajarkan para pemeluknya untuk tetap menjalin hubungan dan menebarkan kasih sayang kepada siapapun, tanpa harus melihat suku, ras, budaya, bahkan agama sekalipun. Muatan itulah yang menjadi esensi dari pengutusan Nabi Muhammad Saw sebagai pembawa risalah Islam, sebagaimana tercermin dari firman Allah Swt yang berbunyi; “Tujuan sejati dari pengutusanmu (Muhammad) adalah untuk menyebarkan kasih sayang kepada seluruh penghuni alam semesta”. (Q.S Al Anbiya/21: 107).

 Senada dengan ayat di atas, dalam Munas NU tahun 1987 di Cilacap, KH. Achmad Siddiq menyampaikan melalui pidatonya bahwa setiap orang tidak perlu dibedakan hanya karena berlainan agama atau keyakinan. Dengan paradigma tersebut, cendekiawan muslim yang menjadi tokoh besar organisasi Nahdlatul Ulama dan sekaligus tokoh bangsa itu, memformulasikan konsep ukhuwah Islamiyyah (persaudaraan keislaman), ukhuwah wathoniyyah (persaudaraan kebangsaan) dan ukhuwah basyariyyah (persaudaraan kemanusiaan) sebagai upaya untuk merawat persatuan.

 Menurutnya, persaudaraan harus dipandang dalam artian yang lebih luas, bukan hanya mampu menjamah dan menerima yang sama, tetapi juga dapat berjalan bersama dengan yang berbeda, sehingga dengan begitu akan tercipta ruang kehidupan bermasyarakat dan bernegara yang sentosa.

Umat Islam sebagai entitas mayoritas di Indonesia sangat perlu menginternalisasi  nilai-nilai dari ukhuwah Islamiyyah. Pada tataran ini, setiap Muslim dengan Muslim lainnya mesti memahami bahwa mereka sejatinya adalah bersaudara. Tujuan ukhuwah Islamiyyah adalah membentuk umat Islam sebagai kesatuan yang padu dan utuh, tanpa melihat aliran ataupun mazhab tertentu.

Perbedaan dalam bermazhab yang acap kali diperselisihkan seharusnya disikapi secara dewasa dan bijaksana, tanpa perlu saling mengkafirkan dan menyesatkan, yang hanya akan menciptakan perpecahan antar sesama. Di samping itu, jika terjadi konflik di antara sesama muslim, maka seorang muslim lainnya harus mampu menjembatani kedamaian di antara mereka. Inilah nilai-nilai ukhuwah Islamiyyah yang harus disemai dan dijaga, sebagaimana tercermin di dalam al Qur’an, surah Al Hujurat ayat 10; “Sejatinya setiap orang beriman itu bersaudara, karena itu damaikanlah perselisihan di antara kedua saudaramu dan bertakwalah kepada Allah agar kalian mendapatkan kasih sayang-Nya”.

Di sisi lain, tentunya interaksi sosial yang terjalin di tengah kehidupan bernegara di Indonesia tidak hanya melibatkan sesama muslim saja. Tetapi di sana juga ada umat agama lain yang mempunyai kedudukan dan hak yang sama sebagai warga negara. Dalam konteks ini, maka perlu dibangun semangat ukhuwah wathoniyyah (persaudaraan kebangsaan) guna menciptakan harmonisasi dalam interaksi sosial tersebut.   

Baca Juga  Rasulullah SAW Tidak Pernah Memukul Siapapun, Apalagi Wanita

Tujuan dari ukhuwah wathoniyyah adalah untuk mewujudkan cita-cita bersama dalam membangun Indonesia yang berkemajuan. Dalam hal ini, perbedaan suku, ras, budaya, dan agama mesti disingkirkan terlebih dahulu agar dapat terjalin kerja sama yang efektif demi kemaslahatan bersama. Hal itu Sebagaimana yang pernah dilakukan oleh para the founding fathers bangsa dalam meraih kemerdekaan Indonesia.

Semangat ukhuwah wathoniyyah juga pernah dicerminkan oleh Rasulullah Saw saat menjalin kerja sama dengan umat lain dalam memajukaan dan menyejahterakan kota dan penduduk Madinah. Dua gambaran tersebut merefleksikan kepada kita bahwa ukhuwah wathoniyyah harus terjalin antar sesama anak bangsa, guna membangun peradaban yang berkemajuan.

Secara lebih luas, sesama manusia, kita mempunyai kewajiban untuk mengasihi, menyayangi, menghormati dan menjaga hak-hak manusia lainnya. Prinsip tersebut harus selalu dijaga dan dirawat dengan baik agar tercipta tatanan kehidupan yang damai dan sejahtera. Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alaamiin juga menandaskan pesan serupa, bahkan tidak hanya spesifik kepada manusia, tetapi juga universal kepada seluruh makhluk Tuhan. Sebagaimana sabda Rasulullah Saw yang berbunyi: “Sayangilah siapapun yang ada di bumi, maka para penduduk langit akan menyayangimu”. (HR. Abu Daud, Ahmad, dan Hakim)

Pada tataran inilah ukhuwah basyariyyah (persaudaraan kemanusiaan) diharapkan mampu menjadi oase di tengah kegersangan  konflik sesama manusia. Berkenaan dengan itu, Sayyidina Ali r.a dalam salah satu riwayat juga mengatakan, “Jika seseorang bukan saudaramu dalam keyakinan (agama), maka ia adalah saudaramu dalam kemanusiaan”.

Berdasarkan konsep persaudaraan ala KH. Achmad Siddiq, maka sudah semestinya kita menghidupkan kesadaran bahwa sejatinya kita semua adalah bersaudara yang harus saling menjaga dan menyayangi agar tercipta masyarakat madani. Dengan begitu, maka keutuhan dan kesatuan NKRI yang kita cintai ini akan terus lestari dan resistan dari disintegrasi. 

Sila ketiga yang berbunyi “Persatuan Indonesia” merupakan nilai penting yang harus terus dijaga secara bersama dan saksama oleh setiap warga negara. Tanpa adanya persatuan, suatu bangsa akan terjebak di antara konflik-konflik sosial yang berkepanjangan, yang hanya menyisakan isak tangis dan duka di tengah masyarakatnya. Sebuah Kondisi yang tidak diharapkan oleh setiap negara manapun.

Awalludin Al Ayubi
Awalludin Al Ayubi
Pegiat literasi yang tertarik dengan isu-isu keislaman dan keindonesiaan. Mempunyai latar belakang pendidikan di bidang Ilmu Humaniora
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.