Perempuan Bergantung Pada Tuhan, Bukan pada Laki-laki

KolomPerempuan Bergantung Pada Tuhan, Bukan pada Laki-laki

Ibadah haji mengandung tema-tema simbolis perjalanan menuju Allah SWT dalam berbagai proses yang spesifik. Sebagian ritual haji, yang diajarkan kepada umat Islam oleh Nabi Muhammad SAW, diambil dari kehidupan Nabi Ibrahim dan keluarganya. Ibadah Sa’i, salah satu rukun yang wajib ditunaikan para jemaah haji, menghidupkan sosok wanita ikonik, Siti Hajar. Ia adalah wanita pertama yang  berlari tujuh kali antara bukit Safa dan Marwa, total sekitar 2 mil, dengan penuh perjuangan, harapan, doa, serta kekuatan hati yang tidak kenal putus asa.

Kenangan Siti Hajar yang terus diulang-ulang oleh jutaan orang tiap tahunnya, membantu kita untuk menegaskan kembali fakta bahwa wanita dapat benar-benar menjaga diri sendiri dan bertanggung jawab terhadap orang lain. Sejarah Siti Hajar, yang bertahan hidup di tengah gurun bersama bayinya, membawa pesan mendalam bahwa wanita hanya perlu bergantung pada Tuhan, dan bukan pada pria. 

Siti Hajar benar-benar tinggal seorang diri di tengah padang gurun yang mati. Ia bingung, tetapi menerima nasibnya ketika dia menyadari bahwa itu adalah perintah Tuhan kepada Nabi Ibrahim. Siti Hajar mulai menaklukkan tantangannya sendiri, melakukan peran dan usahanya untuk menjaga hidup dan bayinya, di tengah ketidakpastian, bahkan kemustahilan.

Wanita kuat ini, seorang budak, seorang ibu tunggal, yang memiliki kekuatan yang melebihi status duniawinya. Inspirasinya tetap hidup dan menjadi bagian penting dari ritual haji. Kisah Hajar adalah simbol bagi semua wanita Muslim yang mencari kekuatan dan representasi dalam iman mereka. Pengalaman haji selalu mengingatkan kita pada Siti Hajar, kegigihan dan ketabahannya, peran vitalnya dalam sejarah Islam, dan pentingnya wanita dalam Islam.

Memancarnya mata air Zamzam untuk Siti Hajar dan bayinya yang terisolasi, membuat wilayah itu akhirnya menjadi salah satu pusat peradaban. Dampak dari kegigihan Siti Hajar mungkin lebih luas dari itu. Menurut sebuah tim peneliti yang mempelajari dampak haji pada toleransi sosial, David Clinging Smith, Asim Ijaz Khwaja, dan Michael Kremer, dengan hasil penelitian berjudul Estimating the Impact of the Hajj: Religion and Tolerance in Islam’s Global Gathering, ditemukan bahwa pengalaman haji meningkatkan kepercayaan akan kesetaraan dan harmoni di antara kelompok etnis dan sekte dalam Islam. Penelitian tersebut membuktikan Haji mendorong sikap yang lebih baik terhadap perempuan, termasuk penerimaan yang lebih besar terhadap pendidikan dan pekerjaan perempuan.

Baca Juga  Aisyah RA Bukan Simbol Pernikahan Dini

Saat malam kedua haji, di mana jutaan jamaah haji tidur di bawah bintang-bintang hanya dengan tikar tipis, pakaian tanpa hiasan, dan cukup membawa beberapa kebutuhan sederhana di ransel, saat itulah ajaran kesetaraan dan kepatuhan antar semua Muslim tanpa memandang jenis kelamin dan status, ditanamkan sedalam-dalamnya oleh Islam dan haji.

Dalam prosesi berhaji, simbolisme sejarah kisah Hajar menghidupkan prinsip-prinsip keadilan gender Islam tanpa perlu argumentasi. Jelas bahwa kesendirian Hajar di tengah gurun, kegigihannya mencari sumber daya di antara Safa dan Marwa, hingga akhirnya menemukan keajaiban yang menyelamatkannya, mengilhami kita bahwa bahwa Tuhan telah menunjukkan jika setiap hambanya yang wanita dapat dan harus sepenuhnya bergantung pada-Nya. 

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.