Lilik Ummi Kultsum: Membuka Kesadaran Manusia dari Kepongahan

BeritaLilik Ummi Kultsum: Membuka Kesadaran Manusia dari Kepongahan

Dalam al-Quran terdapat banyak kisah dan perumpamaan-perumpamaan. Seperti halnya Firaun ditampilkan sebagai simbol manusia paling angkuh, karena mengklaim dirinya sebagai Tuhan. Kelebihan yang dimilikinya mengantarkan pada kesombongan, hingga Allah mengutus Nabi Musa dan Nabi Harun untuk membuka kesadaran dan mematahkan logikanya terkait ketuhanan. “Firaun tidak pernah merasa kekurangan dan sakit semisal yang dialami manusia pada umumnya. Ini yang menyebabkan terbesit dalam nafsunya bahwa dirinya layak menjadi Tuhan,” ungkap Lilik Umi Kultsum dalam Kajian Tafsir Al-Quran yang diselenggarakan Bayt Al-Quran pada Jumat (15/04/2022).

Pengasuh Padepokan Tahfidzul Quran Ayatirrahman, Parung, dalam halaqah tafsirnya mengatakan, oleh karena itu ketika kita sedang dihinggapi sakit, dompet menipis, maka tetap berterima kasih pada Allah. Kelebihan yang diberikan pada manusia adakalanya tidak selalu baik, maka mesti ada kekurangan.

Kalau tidak ada perasaan demikian, boleh jadi nanti akan bertanya-tanya sebagaimana Firaun yang merasa dirinya sebagai Tuhan, tidak pernah sakit, memberi rezeki kepada manusia yang tiada habisnya, dan sifat tirani yang membuatnya berlaku sewenang-wenang seolah-olah mampu menghidupkan atau mematikan manusia di sekitarnya.

Al-Quran mengabadikan dialog antara Firaun dan Nabi Musa dalam surat Taha ayat 49-53. Dalam dialognya Firaun bertanya siapa Tuhan Nabi Musa dan Nabi Harun, kemudian dijawab, bahwa Tuhan kami ialah (Tuhan) yang telah memberikan bentuk kejadian kepada segala sesuatu, kemudian memberinya petunjuk. Tak puas di situ, Firaun ingin mematahkan logika Nabi Musa dengan bertanya tentang umat terdahulu. Lantas Nabi musa menjawab lagi, Pengetahuan tentang itu ada pada Tuhanku, di dalam sebuah kitab (Lauh Mahfuz), Tuhanku tidak akan salah ataupun lupa.

Menurut Lilik yang juga menjabat sebagai Ketua Jurusan Ilmu Al-Quran dan Tafsir UIN Syarif Hidayatullah mengungkapkan, ketika itu Firaun sebenarnya mengafirmasi setiap jawaban Nabi Musa dari pertanyaan-pertanyaannya. Semula Firaun yang ingin mematahkan logika Nabi Musa, justru ia sendiri yang terperangkap.

Baca Juga  KH Luqman Hakim: Kendalikan Nafsu, Ikhlaslah Beribadah

Pada kalimat, Pengetahuan itu ada pada Tuhanku saat ditanya tentang keadaan umat-umat terdahulu menunjukkan, bahwa manusia memiliki keterbatasan dalam pengetahuan. Memang benar, yang mengetahui bagaimana situasi tersebut hanya Tuhan, maka dengan ini mestinya Firaun yang mengklaim sebagai Tuhan harusnya bisa menjawab dari pertanyaannya sendiri, ironinya Firaun juga tidak mengetahui.

Pengasuh Halaqah Tafsir Ponpes Bayt Quran juga menambahkan, kalau manusia itu tidak bisa mencakup segala sesuatu. Di sinilah diperlukan majelis ilmu untuk menambah khazanah keilmuan dan berbagi pengetahuan. Manusia itu tidak mungkin mengurus bumi sendirian, yang umpama hanya sesama Muslim, para hafidz, atau yang hanya satu kelompok lain yang diciptakan. Andai terjadi gunung Meletus, para hafiz tidak bisa menyelesaikan masalah ini, karena bukan bidangnya. Maka ini mengapa alasan manusia diciptakan dengan keragaman, selain menunjukkan kekuasaan Allah SWT pun karena manusia membutuhkannya.

Keterbatasan-keterbatasan dalam manusia itu ada. “Ini memberi kesadaran pada kita, titik lemah seseorang akan terlihat di luar bidangnya. Maka tidak ada celah bagi manusia untuk bersikap sombong sedikitpun,” pungkasnya.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.