Menebus Rindu dengan Silaturahmi

KhazanahHikmahMenebus Rindu dengan Silaturahmi

Salah satu pukulan berat adalah ketika keadaan memaksa tradisi mudik di hari raya Idul Fitri harus ditiadakan. Dua tahun belakangan, kebanyakan Muslim Tanah Air tak bisa berhari raya di kampung halaman masing-masing karena pembatasan dan larangan mobilisasi akibat pandemi Covid-19. Mau tidak mau kita harus berlebaran di tanah rantau. Hanya bisa saling sapa dan meminta maaf dengan keluarga melalui panggilan video karena jarak yang tak bisa dilipat. Namun tahun ini pemerintah telah melonggarkan kebijakan mudik. Rasa rindu pada keluarga kini bisa tersampaikan dengan kembali ke kampung halaman, menyambung kasih sayang bersama handai taulan.

Rindu ada karena kasih sayang. Kasih sayang hadir sebab pertalian emosi dan jalinan interaksi yang terbentuk oleh masa. Ketika bentukan emosi dan memori membeku untuk sementara waktu, rindu pun hadir sebagai naluri kita. Orang-orang mengatakan bahwa obat rindu adalah bertemu. Ungkapan ini menjadi klise karena memang banyak manusia membenarkan itu melalui pengalaman sentimentalnya masing-masing akan rasa rindu yang dialami. Sudah tepat apabila bahasa rindu ditebus dengan temu, dengan bersilaturahmi menghubungkan lagi simpul persaudaraan.

Dalam struktur agama, silaturahmi adalah pokok norma sosial yang merupakan amal saleh. Perintah menyambung hubungan persaudaraan sering kali berdampingan dengan perintah takwa. Artinya, menyambung silaturahmi adalah amalan besar yang menjadi salah satu tanda takwa. Dikatakan bahwa orang yang di dunia senang menyambung jalinan silaturahmi dia merupakan orang yang beruntung di akhirat nanti (QS. Al-Ra’d [13]: 21). Allah akan sambungkan simpul kekeluargaannya pada hari akhirat karena di dunia itulah yang dilakukannya, menyambung kekeluargaan. Sebuah anugerah bisa bertemu dengan leluhur dan keturunan di surga kelak dalam reuni yang difasilitasi Tuhan.

Panjang umur dan dilapangkan rezeki karena bersilaturahmi menjadi hal yang populer diketahui masyarakat. Sabda Nabi itu diriwayatkan oleh Imam Bukhari dan Imam Muslim. Silaturahmi bisa melancarkan rezeki dapat kita rasionalisasi dari pengalaman empirik. Misalnya, pertemuan dengan teman atau saudara akan membangun obrolan. Masing-masing bercerita banyak hal. Tak menutup kemungkinan, dari obrolan itu kita mendapat tawaran pekerjaan atau barang jualan kita dibeli, dan beragam kemungkinan lain yang bisa menjadi jalan rezeki. Rezeki bisa juga berupa non-materi, seperti rasa tenteram, tumbuhnya inspirasi, hingga motivasi kerja. Adapun panjang umur, dimaksudkan senantiasa bertambahnya berkah usia.

Baca Juga  Memberi Kelayakan Tunjangan Guru Honorer

Orang yang memutus tali silaturahmi diancam sanksi yang tak main-main. Secara psikologis, seseorang yang memutus jalinan persaudaraan akan didera rasa cemas dan tak tenang dalam hidupnya. Lebih dari itu, pemutus silaturahmi akan diganjar berbagai hukuman. Rahmat Allah akan terhalang baginya bahkan bagi orang-orang sekitarnya. Dikatakan dalam hadis, Rahmat Allah tak akan turun kepada kaum yang padanya terdapat orang yang memutuskan tali silaturahmi (HR. Muslim). Tak hanya merugikan diri sendiri, tapi juga orang lain.

Amal ibadah orang yang memutus hubungan silaturahmi tak akan diterima manakala amal umat Islam lain diajukan tiap malam Jumat, sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad. Kerugian ukhrawi lain bagi pemutus silaturahmi ialah dipercepatnya siksa, baik di dunia maupun di akhirat. Lebih-lebih dalam surat al-Ra’d ayat 25 dinyatakan, Dan orang-orang yang merusak janji Allah setelah diikrarkan dengan teguh, dan memutuskan apa-apa yang Allah perintahkan supaya disambungkan dan mengadakan kerusakan di bumi, orang-orang itulah yang memperoleh kutukan dan bagi mereka tempat kediaman yang buruk (Jahannam).

Jangan lupa untuk memperhatikan adab dalam bersilaturahmi. Selain norma-norma asas seperti mengucapkan salam, berniat yang baik, menjaga tata krama, serta berbusana sopan, silaturahmi harus memperhatikan kepekaan sikap dan tutur. Bangun komunikasi yang baik dan sehat. Salah satu fenomena yang sering menjadi perhatian saat lebaran adalah terlontarnya pertanyaan-pertanyaan yang tak peka kondisi, seperti pertanyaan urusan kapan menikah, kapan punya anak, kapan lulus kuliah, dan sederet basa-basi yang toksik.

Membina hubungan secara santun dan terbuka adalah salah satu syiar ajaran Islam. Hubungan silaturahmi terancam putus apabila orang-orang senang mencari-cari perbedaan antarpihak dan menyematkan label kepada orang lain untuk memperjelas distingsi antara keduanya. Silaturahmi dapat terjalin jika kita sekalian berkesimpulan pada bagaimana mencari persamaan dan kita hidup di dalamnya.

Kerinduan kita akan tersalurkan paripurna dengan memahami secara seksama perintah silaturahmi. Dengan begitu, silaturahmi bakal menguatkan persatuan dan menggenapkan rasa cinta. Masyarakat Muslim kini dapat merayakan rasa rindu bersama kehangatan keluarga, tak lagi berlebaran dalam sepi di belantara kota. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.