Menelaah Gerakan Islam Puritan

KhazanahMenelaah Gerakan Islam Puritan

Dari sekian kelompok yang memiliki pandangan negatif terhadap tradisi Indonesia, tak sedikit pendakwah di media sosial yang aktif tetapi terselubung puritanisme. Kelompok ini menghadirkan dakwah dengan tutur kata yang halus dan memiliki emosi yang terkontrol. Namun, di balik sikapnya tersebut, pemikirannya dinilai problematis karena anti-tradisi, terutama menyangkut keindonesiaan.

Sejak abad ke-17, corak wajah masyarakat Indonesia sudah mulai terlihat Islam puritan. Dengan pelopor Abdurrouf singkel dan Muhammad Yusuf Al-Makassari, mengenalkan cara beragama Islam yang paling ideal adalah meniru salaf-shalih. Semua adat, kepercayaan, dan tradisi lokal yang ada dikategorikan bid’ah atau khurafat. Baginya segala peleburan budaya apapun terhadap nilai Islam tidaklah dibenarkan karena bisa menghilangkan keoutentik Islam.

Semangat purifikasi lain datang dari Arab Saudi pada tahun 1980-an. Kini mereka tidak saja bergulat dalam gagasan atau ideologi tetapi juga berwujud pada pegerakan, dengan ini Islam puritan di Indonesia semakin berwarna karena datangnya gerakan baru, seperti Wahabi. Adapun ideologi yang didirikan Muhammad ibn Abd al-Wahhab tersebut menempatkan dirinya sebagai gerakan kemurnian Islam dengan hukum yang bersumber dari Al-Quran dan Sunnah. Lantaran sumber tersebut, pemikiran manusia dianggap tidak mampu dan berhak mengubahnya. Sumber harus diimplementasikan secara tektualis dan geografis, artinya hukum mesti berjalan sebagaimana fondasi kota kelahirannya di Makkah dan Madinah.

Implementasi Islam puritan yang berkembang hingga saat ini, berkonsekuensi pada terbitnya fenomena radikalisme, ekstremisme, bahkan terorisme. Pada masa pandemi kini (20/6), teror yang terjadi menyasar pada pihak polisi. Aksi pertama teror menewaskan satu polisi dan melukai anggota lainnya di Polsek Daha Selatan, Kalimantan Selatan. Kepala BNPT menyampaikan bahwa Aparat Keamanan menangkap lebih dari 80 tersangka yang hendak melancarkan aksi terornya selama pandemi.

Baca Juga  Muslim Merayakan Tahun Baru Masehi, Apa Masalahnya?

Aksi teror ini akan terus berlanjut, jika belum dipangkas sampai akar-akarnya. Di sini, akan muncul kekhawatiran pada gerakan Islam puritan. Meski awal puritanisme di Indonesia yang pernah disinyalirkan oleh Tuanku Imam Bonjol yang memimpin kaum Paderi. Namun,  puritanisme di sini tidak sekeras dan kaku seperti Wahabisme, bahkan puritanisme yang diterapkan sudah mengalami akulturasi dengan budaya lokal.

Di sisi lain, kesan Islam puritan yang ingin mempersatukan umat Muslim di dunia mungkin terlihat lebih ideal. Namun, corak tradisi yang ada pada daerah setempat, tidak pula harus dimusnahkan. Jika implementasi Islam kearaban jauh dari kemaslahatan masyarakat Islam di Indonesia, maka jalan maslahatnya adalah meleburkan ajaran Islam pada nilai kebudayaan agar Indonesia tetap lestari dan identitas kekhasannya.

Sejatinya, tidak ada yang salah dengan cara Islam puritan atau Islam yang kearaban untuk merefleksikan keislaman seseorang. Kendati yang menjadi problemnya, yakni menggunakan ekspresi Islam Arab sebagai ekspresi yang diniscayakan dan mengklaim paling kaffah dalam menjaga kemurnian Islam.

Terlebih lagi, jika sampai tradisi lokal yang ada dilabelkan sesat, musyrik dan bid’ah, ini masalah yang harus dicegah. Maka dari itu, gerakan Islam puritan perlu diwaspadai karena Islam adalah agama yang saling berdampingan, baik dengan tradisi maupun kepercayaan setempat. Menyisihkan suatu budaya dan kepercayaan lokal sama sekali bukanlah solusi memurnikan Islam, karena itu tidak seharusnya Islam menjadi menjadi gerakan yang puritan.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.