Anjuran I’tikaf Saat Akhir Ramadhan

KhazanahHikmahAnjuran I'tikaf Saat Akhir Ramadhan

Pada hari sepuluh terakhir Ramadhan dianjurkan melakukan i’tikaf dalam masjid. Pasalnya, waktu-waktu ini memiliki keutamaan untuk memperoleh kemuliaan Ramadhan secara paripurna. Rasulullah SAW telah mengkhususkan momen tersebut untuk lebih memperbanyak ibadah dan rasa khusyuknya dan salah satunya mendapat kagungan dari malam Lailatul Qadar.

Dari ‘Aisyah radiyallahu anhu, Rasululullah SAW beriktikaf pada sepuluh hari yang terakhir saat Ramadhan hingga wafatnya. Kemudian isteri-isteri beliau pun beritikaf setelah kepergian beliau (HR. Muttafaq alaih).

Mengerjakan i’tikaf pada sepuluh akhir Ramadhan itu diutamakan ketimbang di waktu-waktu lainnya. Hal tersebut karena dapat menggapai kemuliaan Lailatul Qadar yang tidak bisa diketahui kapan pastinya tiba. Kendati Rasulullah SAW melakukan i’tikaf hingga wafatnya, tetapi amalan ini bersifat sunnah, bukan suatu kewajiban. Tujuan i’tikaf juga barang tentu untuk meramaikan masjid sebagai Rumah Allah selama bulan suci Ramadhan.

Adapun beberapa hal yang harus diperhatikan saat beri’tikaf di dalam masjid. Saat beri’tikaf seseorang harus berniat, Nawaitu an i’tikafa fi hadzal masjidi sunnatal lillaahi ta’ala, saya berniat berdiam diri di dalam masjid sunnah karen Allah ta’ala. Setelah mengucapkan niat adab bagi orang yang beritikaf hendaknya melakukan shalat sunnah, zikir, membaca shalawat untuk nabi Muhammad SAW, membaca al-Quran, bermuhasabah, dan menjaga wudhu tetap terjaga. Jika sudah mantap melakukan itikaf, maka tidak elok bermain gadget, mengobrol, dan kegiatan lainnya yang tidak berfaedah.

Pada dasarnya, itikaf ini hanya dilakukan di masjid yang biasa diselenggarakannya shalat Jumat. Namun, dalam pandangan Imam Abu Hanifah dan qaul qadim (pendapat lama) Imam Syafi’i, bagi perempuan diperbolehkan untuk beri’tikaf di dalam rumah. Meski ada juga bagi laki-laki diperbolehkan beri’tikaf di dalam rumah dalam pandangan sebagian ulama mazhab Syafi’i. oleh karena itu, dapat disimpulkan tempat dilaksanakannya itikaf, baik di masjid, rumah, mushala,  merupakan persoalan khilafiyah (perbedaan pendapat), akan tetapi yang lebih utama yakni di masjid.

Baca Juga  Gus Baha: Jangan Memvonis Salah Orang Lain

Syahdan, perkara lain yang perlu diperhatikan yaitu sesuatu yang membatalkan itikaf. Di antaranya, berhubungan suami istri, mengeluarkan sperma, mabuk yang disengaja, murtad, haid, nifas, keluar masjid tanpa alasan, keluar masjid untuk memenuhi kewajiban yang bisa ditunda, keluar masjid disertai alasan hingga beberapa kali, padahal keluarnya karena keinginan sendiri.

Melakukan i’tikaf di dalam masjid sekurang-kurangnya selama tumaninah shalat. Maka dari itu, bagi yang belum pernah melakukan Ramadhan kali ini harus mencoba meluangkannya, karena sejatinya tidak menelan waktu yang terlalu lama agar disebut itikaf. Kendati memang ada pula yang mabit atau tinggal dan menginap dalam masjid. Hal itu sebagai upaya menginternalisasi nuansa Ramadhan yang boleh jadi ada banyak hal kita lewatkan kurang maksimal dalam memanfaatkan waktu bulan yang penuh keberkahan ini.

Beritikaf itu seperti halnya meluangkan waktu bercumbu dengan Allah SWT. Barangsiapa yang melakukan ini, maka jiwanya menjadi lebih tenang, jernih, dan rendah hati. Semangat beribadah kembali meningkat sebab melalui i’tikaf seseorang dapat merasakan kenikmatan akan indahnya beribadah setelah lepasnya dari kesibukan mengurusi dunia.

Walhasil, mari kita luangkan waktu untuk beritikaf barangkali walau hanya sebentar dengan sekurang-kurangnya selama tumaninah shalat. Dengan harapan saat Lailatul Qadar tiba, diri kita dijumpai dalam keadaan beribadah dan baik, bukan melakukan maksiat, sehingga cukup merasa layak mendapat kebaikan malam seribu bulan.  

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.