Habib Husein Ja’far: Intoleransi Rasio dan Kebencian Hati

BeritaHabib Husein Ja’far: Intoleransi Rasio dan Kebencian Hati

Hidup di tengah masyarakat yang heterogen sikap toleransi harus dikukuhkan. Meski begitu, tak jarang situasi tersebut memunculkan intoleransi karena tidak semua orang siap menghadapi perbedaan secara bijak. Kesadaran saling menghormati dan menghargai harus terus dibangun. Menurut Habib Husein Ja’far, intoleransi yang muncul dari akal pikiran itu lebih mudah dibenahi karena pemahamannya masih bisa diluruskan, akan tetapi beda dengan yang sumbernya dari kebencian hati sukar untuk diberikan pemahaman.

 Orang yang toleransi itu akan menebar toelransi seluas-luasnya melalui cinta. Syahdan, ketika ada contoh ada orang yang tidak mau mengucapkan selamat natal itu tidak mesti disebut intoleran, boleh jadi ia tidak membolehkan tersebut karena memang ada hukumnya dalam Islam. Namun, alasan ia tidak mau mengucapkan natal tetapi dihatinya masih ada rasa cinta kepada orang Kristiani maka itu mestinya tidak masalah.

“Dia tetap bisa mencintai orang melalui caranya sekaligus tetap mencintai agamanya sendiri. Sebaliknya kalau terdapat orang mengucapkan selamat natal tapi hanya basa-basi agar hubungan tetap baik itu toleransi juga,” ungkap Habib Ja’far dalam kanal youtube DMN (28/3/2022).

Namun, terdapat sebab dimana intoleransi itu muncul karena adanya salah paham dalam memahami teks-teks keagamaan. Bertebarannya sumber-sumber bacaan yang politis seperti di media sosial tak jarang dengan sengaja agar orang tersebut dibuat salah dalam pemahamannya. Bagi pendakwah Pemuda Tersesat, hal ini masih baik karena sumbernya dari pemikiran sehingga bisa dibenahi pemahamannya lantas selesai.

“Namun ada sumber kedua, yaitu egoisme atau nafsu dalam hati. Syahdan ketika intoleransi sumbernya dari egoisme tersebut atau intoleransi tapi dengan kacamata kebencian kepada orang, makai a akan melihat objeknya dalam kacamata yang buruk tidak bisa diubah, sehingga ia akan selalu buruk,” ungkapnya.

Baca Juga  Pentingnya Beragama dengan Humor

Bahkan ia membaca al-Quran dengan tafsiran buruk, karena hati yang sudah dikuasai nafsunya. Maka dari itu, disebutkan dalam al-Quran, layamassuhu illah muthahharun, tidak boleh berinterekasi dengan al-Quran kecuali orang yang suci hatinya. Secara hukum berwudhu adalah bersuci dalam Islam, tapi secara makna mendalamnya seseorang harus bisa membersihka hatinya agar bacaan al-Quran yang manusia baca itu menjadi murni Allah yang berbicara, bukan manusia yang mendikte Tuhan harus sesuai apa yang diinginkannya.

Al-Quran sebagaimana kitab-kitab suci lainnya yang maknanya sangat luas bisa ditafsirkan sekehendak manusianya. “Demikian intoleransi kalau sumbernya kebencian itu susah, karena kalau pikirannya sudah beres tapi hatinya tidak maka sukar. Berapa banyak orang yang pemikirannya beres tapi hatinya tidak,” ujarnya.

Pendakwah milenial juga menambahkan, para koruptor itu paham benar apa yang dilakukannya itu salah, ironisnya ia tetap melakukan perbuatan kotor. Pemikirannya matang karena koruptor itu kalangan para akademis yang memiliki jenjang sekolah tinggi, tetapi tidak selesai dengan persoalan hatinya.

Walhasil, hati yang kotor mengendalikan isi pikiran. Senada dengan yang disebut mazhab filsafat Frankuti Jerman sebagai rasio instrumental, menggunakan akal kemudian untuk mengakali. Kepintaran diakali atau digunakan untuk membodohi, bukan supaya mencerdaskan orang lain. “Orang yang hatinya bersih, bahkan kebodohannya mampu mendidikan orang lain,” pungkasnya.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.