Utamakan Beraktivitas daripada Tidur Selama Berpuasa

KhazanahHadisUtamakan Beraktivitas daripada Tidur Selama Berpuasa

Seharian berpuasa tentu akan berdampak pada kondisi fisik seseorang. Tak sedikit yang kemudian menjadikan tidur sebagai alternatif untuk menghilangkan rasa letih dan lemas saat puasa. Apalagi didukung oleh narasi hadis yang menyebut tidurnya orang puasa merupakan ibadah. Semakin lengkap rasanya pembenaran untuk menggelar tidur panjang dan bermalas-malasan selama Ramadhan. Bagaimana kita bisa meraih kemulian Ramadhan jika hanya berselimut di atas kasur? Mukmin produktif serta tangkas lebih disukai Allah ketimbang hamba-Nya yang pasif dan pemalas.

Perilaku masyarakat Muslim nampak begitu terpengaruh oleh narasi populer, bahwa tidurnya orang puasa itu ibadah. Rupanya riwayat tersebut adalah palsu. Itu bukan sabda Rasulullah SAW, melainkan ungkapan rekaan pihak tertentu dengan kepentingan pribadinya. Hadis palsu ini sangat potensial menjadi sumber kesalahpahaman. Umat Muslim bisa jatuh pada perilaku menyia-nyiakan amalan ibadah utama karena mengejar tidur yang dinilainya sebagai ibadah secara an sich. Tentu tidur lebih banyak dipilih karena ringan dan nyaman, nyaris tanpa godaan untuk ukuran suatu ibadah.

Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub dalam bukunya Hadis-Hadis Bermasalah, menuturkan kisah ironi di mana seorang santri di daerah pesisir utara Jawa Tengah meninggalkan pengajian khas Ramadhan (Ngaji Pasaran) demi menunaikan ‘ibadah’ tidur. Temannya bahkan memilih tak menegurnya karena berasumsi lelap santri tadi merupakan ibadah. Ini potret bagaimana proses pembodohan hasil kerja dari hadis palsu yang marak di masyarakat.

Redaksi lengkap riwayat palsu itu berbunyi, Tidurnya orang puasa adalah ibadah, diamnya adalah tasbih, amal ibadahnya dilipatgandakan, doanya dikabulkan, dan dosanya diampuni. Periwayat hadis ini adalah Imam al-Baihaqi dalam kitabnya Syu’ab al-Iman. Tidak ada kitab hadis populer yang mencantumkan riwayat tersebut. Ketika menyebutkan hadis tadi, Imam Baihaqi menilai lemah beberapa perawinya, seperti Ma’ruf bin Hisan dan Sulaiman bin ‘Amr al-Nakha’i.

Sulaiman bin ‘Amr al-Nakha’i menjadi penyebab utama jatuhnya riwayat ini, sebagaimana riset Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub dalam Hadis-Hadis Bermasalah. Para ulama kritikus hadis menilainya sebagai pendusta atau pemalsu hadis. Yahya bin Ma’in mengatakan, “Sulaiman bin Amr dikenal sebagai pemalsu hadis”. Sedang Imam al-Bukhari menilainya matruk (hadisnya semi palsu). Ditambah dengan keterangan Ibnu ‘Adiy, “Para ulama sepakat bahwa Sulaiman bin ‘Amr adalah seorang pemalsu hadis”. Cukup kiranya menyimpulkan riwayat itu palsu dan tak berlaku.

Riwayat palsu selalu menyisakan kejanggalan. Apakah masuk akal ada sabda Nabi yang menyebabkan umatnya berlomba-lomba tidur dan menormalisasi aksi malas? Nasihat-nasihat agama padahal tegas memotivasi umat Islam untuk bekerja dan menjalankan aktivitas dengan giat. Apalagi Ramadhan adalah bulan beramal bukan bermanja karena puasa. Menyedikitkan tidur menjadi bagian dari karakter insan takwa karena energinya ditranformasi menjadi ibadah dan karya (QS. As-Sajdah [32]: 16).

Selain itu, ibadah mengandung unsur ujian. Demikian juga ketika puasa, terdapat uji ketahanan diri. Apabila tidurnya orang puasa dinilai mutlak sebagai ibadah, maka di mana unsur ujian menahan nafsu yang di antaranya adalah rasa letih dan berat saat berpuasa?

Baca Juga  Dakwah Kebangsaan di Media Sosial

Puasa memiliki tata krama. Imam al-Ghazali dalam Ihya ‘Ulumi al-Din menuturkan, tidak memperbanyak tidur di siang hari adalah salah satu etika berpuasa. Tujuannya agar orang puasa benar-benar mengalami bagaimana rasanya tak berdaya dan letih, sehingga muncul kesadaran Ilahiah akan lemahnya makhluk serta Maha Kuatnya Khalik. Pembersihan hati pun berjalan dengan itu.

Syahdan, bukan berarti tidur ketika puasa adalah terlarang atau murni tercela. Penggiringan opini dalam hadis palsu yang membuat umat Muslim seolah elok tidur sepanjang hari Ramadhan hingga mengorbankan aktivitas kerja yang jauh lebih bermanfaat, itulah yang perlu diluruskan. Ada kalanya tidur memang bernilai ibadah. Mereka yang tidur dengan niat agar bisa beribadah di malam hari, mereka yang tidur untuk menghindari keterlibatan diri dalam maksiat seperti menggosip atau menonton sesuatu yang diharamkan, adalah tidur-tidur yang dianggap sebagai ibadah. Hal itu karena maksiat dapat dicegah dan ibadah bisa ditingkatkan.

Tidur siang yang tepat pun malah akan mendatangkan manfaat. Rasulullah menawarkan konsep qailulah atau tidur sejenak saat tengah hari, sekitar 10 sampai 30 menit. Mintalah bantuan kalian dengan qailulah, demikian disebutkan dalam hadis. Penelitian dari City University of New York menunjukkan faedah besar dari cara tidur semacam itu. Qailulah bisa meningkatkan performa otak, produktivitas, mengembalikan tenaga, bahkan mencegah penyakit jantung.

Sebaliknya, terlalu banyak tidur ketika puasa justru kontraproduktif dan berdampak buruk bagi kesehatan. Mengutip dari laman halodoc.com, bahwa bukan kesegaran yang didapat, tubuh justru akan kian lemas dan semakin merasa haus serta lapar jika berlebihan tidur saat berpuasa. Bahaya lain yang membayangi perilaku tidur berlebih adalah sakit kepala, peningkatan berat badan, sakit punggung, masalah kardiovaskular, hingga risiko depresi.

Beraktivitas bukan pilihan yang merugikan. Selagi kita cermat menata pola dan rutinitas selama puasa, serta tak berkegiatan secara berlebihan, beraktivitas pun tak akan menyebabkan pingsan atau membahayakan kesehatan. Bekerjalah seperti biasa sekalipun puasa. Memastikan tubuh untuk aktif bergerak dan berolahraga ringan justru amat penting guna menjaga kebugaran dan imunitas tubuh.

Jangan jadikan puasa sebagai alasan untuk berdiam diri dan membentuk mental lemah. Rasulullah beserta pasukannya bahkan berhasil memenangkan perang Badar dan perang Khandaq dalam kondisi berpuasa. Artinya, puasa sama sekali bukan penghalang aktivitas kerja baik fisik maupun otak.

Tak terhitung aktivitas baik dan bermanfaat yang bisa dilanggengkan ketika puasa, daripada sekadar tidur. Islam sendiri agama yang mengedepankan aktivisme positif. Islam adalah agama pergerakan, kerja, dan produksi, sebagaimana dicatat oleh Imam Abu Daud. Hadis populer tentang tidur di atas telah pupus legalitasnya. Tidak lagi ada dalil untuk berdalih, mengemas rasa malas dengan bungkus ibadah. Tidur secukupnya, dan mari utamakan untuk beraktivitas meskipun berpuasa. Ramadhan merupakan bulan yang tiap jengkalnya adalah nilai mulia. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.