Telaah Hadis Ramadhan Terbagi menjadi Tiga Fase

KhazanahHadisTelaah Hadis Ramadhan Terbagi menjadi Tiga Fase

Ramadhan membawa suasana penuh religiositas. Jam terbang para penceramah pun menjadi sangat tinggi. Secara otomatis ceramah-ceramah motivasi, ajakan memperbanyak ibadah, atau keutamaan Ramadhan menjadi menu utama yang mengiringi rutinitas kita, entah ketika sahur, menjelang berbuka, atau usai shalat tarawih. Di antara yang cukup laris disampaikan oleh para dai adalah hadis yang berbicara mengenai pembagian bulan Ramadhan menjadi tiga fase.

Teks hadis tersebut adalah sebagai berikut:

أَوَّلُ شَهْرِ رَمَضَانَ رَحْمَةٌ وَأَوْسَطُهُ مَغْفِرَةٌ وَأَخِرُهُ عِتْقٌ مِنَ النَّارِ

Artinya, “Permulaan bulan Ramadhan itu rahmat, pertengahannya adalah ampunan, dan penghabisannya merupakan pembebasan dari neraka.”

Merujuk pada penelitian Prof. Dr. KH. Ali Mustafa Yaqub dalam bukunya Hadis-Hadis Bermasalah, hadis tersebut antara lain diriwayatkan oleh al-Khatib al-Baghdadi dalam Tarikh Baghdad, al-‘Uqaili dalam kitab al-Dhu’afa, al-Dailami, Ibn ‘Asakir, serta Ibn ‘Adiy. Kumpulan riwayat dari para ulama ini menghasilkan rangkaian sanad yakni, Sallam bin Sawwar, dari Maslamah bin al-Shalt, dari al-Zuhri, dari Abu Salamah, dari Abu Hurairah, dari Nabi SAW.

Hadis ini dinilai lemah (dhaif) oleh Imam al-Suyuthi, demikian halnya Syekh al-Albani yang menilainya sebagai hadis munkar. Munkar adalah satu dari tiga kategori hadis yang parah dan tak bisa dipakai untuk dalil, karena terdapat perawi yang fasik, pelupa, atau melakukan kesalahan yang parah.

Sallam bin Sawwar serta Maslamah bin al-Shalt merupakan dua rawi yang menjadi sumber kelemahan hadis tersebut. Sallam bin Sawwar oleh Ibn Hibban, seorang kritikus hadis, dinilai tak boleh dijadikan hujjah (pegangan), kecuali ada perawi lain yang meriwayatkan hadisnya. Sedangkan Ibn ‘Adiy mengatakan bahwa Sallam bin Sawwar adalah munkar al-hadis (hadisnya munkar).

Sementara Maslamah bin al-Shalt dinilai matruk oleh Abu Hatim. Matruk adalah satu tingkat lebih parah ketimbang munkar. Hadis matruk merujuk pada keberadaan rawi yang tertuduh dusta dalam rangkaian sanadnya. Singkat kata, dua orang rawi tadi menjadi faktor kelemahan hadis di atas. Periwayatan keduanya tak dapat diterima. Riwayat tersebut pun dapat dikatakan hadis munkar tersebab Sallam bin Sawwar, atau disebut matruk karena keberadaan Maslaman bin al-Shalt. Dengan demikian hadis tersebut tak dapat dijadikan dalil.

Ibnu Khuzaimah juga meriwayatkan hadis serupa dengan redaksi yang lebih panjang. Namun kualitas riwayatnya juga lemah karena ada rawi bernama Ali bin Zaid bin Jud’an. Kritikus hadis, Yahya bin Ma’in menilai Ali bin Zaid bin Jud’an sebagai laisa bi hujjah (tak dapat dijadikan hujjah).

Pada dasarnya sebagian ulama membolehkan beramal dengan hadis dhaif. Tapi selama masih dalam perkara keutamaan amal (fadhail al-a’mal), bukan terkait halal haram atau akidah. Syarat selanjutnya adalah, hadis tersebut kedhaifannya tidak berlebihan, bukan kategori hadis maudhu’, matruk, ataupun munkar.

Meskipun hadis di atas tidak menyoal akidah atau halal haram, tapi ia tak memenuhi syarat selanjutnya, karena status lemah yang parah. Dengan kata lain, jika level kelemahan suatu hadis tentang fadhail a’mal di luar tiga golongan dhaif yang parah, maka masih mungkin dipertimbangkan pengamalannya.

Baca Juga  Strategi Bijak Dakwah Kedua Cucu Nabi SAW

Partisi fase-fase Ramadhan dalam redaksi hadis di atas mengesankan bahwa rahmat dan ampunan Allah terbatas di waktu tertentu. Padahal sepanjang Ramadhan, bahkan setiap hari di luar Ramadhan, rahmat dan maghfirah Allah tak terhenti. Dia Maha Pengampun dan Maha Pengasih. Kita pun hidup atas jaminan kasih sayang serta rahmat-Nya.

Hadis shahih yang telah masyhur kita dengar, kiranya cukup untuk dijadikan acuan dalam membaca ragam kemuliaan dan kebaikan bulan Ramadhan. Hadis tersebut berbunyi, Siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan dengan iman dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosanya yang telah lalu (HR. Bukhari).

Di lain tempat ada riwayat yang lebih detail menerangkan keistimewaan Ramadhan, yang bunyinya Jika awal Ramadhan tiba, maka setan-setan dan jin dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup, tak ada satu pun yang dibuka. Sedangkan pintu-pintu surga dibuka, dan tak ada satu pintu pun yang ditutup. Kemudian ada seruan (di bulan Ramadhan); Wahai orang yang menginginkan kebaikan, datanglah. Wahai orang yang ingin kejahatan, tahanlah dirimu. Pada setiap malam Allah SWT membebaskan orang-orang dari neraka (HR. Al-Tirmidzi dan Ibnu Majjah).

Seorang penceramah masih dimungkinkan untuk menyampaikan riwayat tentang pembagian Ramadhan menjadi tiga fase tadi, selagi disertai penjelasan tentang kelemahan hadis terkait serta bagaimana cara menyikapinya.

Manakala status lemah hadis telah jelas, seorang dai hendaknya tidak menggunakan sighat jazm (lafaz yang meyakinkan bahwa riwayat itu betul-betul dari Nabi) dalam menyampaikannya kepada jemaah, seperti halnya dengan perkataan “qala al-Nabi SAW” atau yang semisalnya. Akan tetapi sampaikanlah dengan sighat tamridh, lafaz yang tidak menunjukkan kepastian siapa yang berkata, seperti “ruwiya” atau “qila”. Semata-mata untuk kehati-hatian, agar kita tak terjerumus pada potensi kebohongan atas nama Nabi Muhammad SAW.

Dalam pandangan KH. Ali Mustafa Yaqub, hadis yang dhaif mengenai keutamaan Ramadhan yang dibagi menjadi tiga itu dapat mempengaruhi sikap beragama sebagian masyarakat. Meski besar kecilnya pengaruh sangat relatif. Kiai Ali mengatakan hal ini karena muncul pertanyaan matematis terkait pahala shalat yang berangkat dari riwayat Ibnu Khuzaimah tadi. Menurutnya, yang mesti diwaspadai adalah gejala ramainya orang yang hanya mau menjalankan shalat selama Ramadhan, sementara di luar itu jadi absen total.

Pendek kata, jauh lebih baik jika kita menjadikan riwayat yang jelas shahih guna dijadikan tumpuan dalam beramal. Ramadhan sendiri menjadi masa istimewa ketika kebaikan dan kemurahan Allah terhampar luas dan berlipat. Namun bukan berarti rahmat, cinta, dan ampunan-Nya tak berlaku di luar bulan Ramadhan. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.