Tiga Syarat Memilih Ustadz menurut Syekh Yusri Rusydi al-Hasani

KhazanahTiga Syarat Memilih Ustadz menurut Syekh Yusri Rusydi al-Hasani

Kita harus selektif dalam memilih ustadz. Maraknya penceramah minim pengetahuan dan belum matang ilmunya membuat kehati-hatian dalam belajar agama perlu ditingkatkan. Alih-alih berilmu, belajar dari guru yang keliru adalah sumber bahaya. Seorang Muslim berkewajiban menjaga agamanya sebagaimana kewajiban menjaga dirinya sendiri. Dengan belajar pada ustadz yang tepat, perilaku keagamaan akan terarah dan marwah agama otomatis terjaga.

Syekh Yusri Rusydi, seorang ulama kharismatik Mesir, menekankan pemenuhan tiga syarat dalam memilih guru. Pertama, guru tersebut memiliki sanad yang bersambung. Kita pun harus tahu siapa saja syekh yang mengajari guru tersebut, untuk memastikan transmisi ilmu datang dari orang-orang yang terpercaya dan tidak tersesat.

Guru Syekh Yusri pernah menceritakan kisah, di mana seorang doktor dari fakultas syariah membaca nama Anas ibn Malik menjadi Uns ibn Malik. Bagaimana mungkin seorang sarjana strata tiga menyebut nama perawi hadis yang sangat masyhur pun keliru. Ini menunjukkan bahwa doktor tersebut tak pernah berguru sama sekali atau bisa jadi berguru tapi dari syekh yang tak mumpuni.

Agama Islam itu ada sanadnya. Ditransmisikan dari tokoh ke tokoh antargenerasi. Belajar berdua dengan buku saja tidak cukup. Karena belajar bukan hanya tentang membaca, tapi bagaimana kita membaca serta bagaimana output pemahaman kita. Seseorang yang naik mimbar hanya bermodal dua atau tiga buku yang dibaca adalah suatu musibah yang akan mengacaukan umat.

Abdullah ibn al-Mubarak, seorang ulama kalangan tabi’ al-tabi’in menggambarkan urgensi sanad dengan mengatakan, “Sanad (berguru) merupakan bagian dari agama. Kalaulah bukan karena sanad, sungguh orang akan berbicara sesusai keinginannya”. Jadi, tradisi berguru atau mengambil ilmu dari para masyayikh adalah jalan penjagaan seorang Muslim terhadap agamanya.

Kedua, syekh atau guru yang kita belajar padanya mesti mendapat kesaksian baik. Kesaksian baik adalah keterangan dari para ulama atau masyarakat secara luas terhadap kapasitas keilmuan serta personalitinya. Dalam tradisi ilmu hadis pun, salah satu cara yang diakui untuk mengetahui kualitas keadilan perawi adalah berdasarkan pengakuan atau komentar dari perawi lain.

Baca Juga  Tafsir QS. Al-Baqarah Ayat 282 : Nasehat dalam Berhutang

Syarat ketiga, guru tersebut harus mendapat ijazah dari ulama semasanya. Bukan sebatas lembar ijazah yang dikeluarkan lembaga pendidikan. Melainkan ijazah dari ulama bersanad yang lebih tua dari guru tersebut. Perolehan ijazah dari seorang ulama menandakan orang itu telah layak dan diizinkan untuk mentransfer ilmunya kepada orang lain.

Tiga kriteria di atas adalah pedoman arah. Yang jika diterapkan betul, kita akan lebih tahu dalam memilih dan memilah dari siapa kita semestinya belajar agama. Saat melihat pengkhotbah yang ramai di TV atau saluran online pun kita akan lebih kritis untuk mempertanyakan sosoknya, guru-gurunya, kredibilitas, dan lain sebagainya.

Untuk mencari bekal ilmu agama, kita harus terdidik di hadapan syekh yang sanad keilmuannya jelas diketahui, agar kita benar-benar tercerahkan. Jangan hanya mengacu pada penampilannya yang meyakinkan dengan jubah dan serban atau sekadar karena retorikanya yang fasih, lalu memutuskan untuk berguru padanya.

Ilmu tidak pula bisa diperoleh dari sekadar mendaftar universitas, membaca kitab, turut ujian, kemudian lulus dengan menggamit ijazah, tapi tanpa arahan guru dan tanpa benar-benar menghayati apa yang dipelajari. Lembar ijazah bukan jaminan. Syekh Yusri menyebut, bahwa ijazah adalah pereda, memberikan rasa palsu bahwa engkau telah mendapat ilmu. Tapi sayangnya, ilmu tidak didapat dengan lembar ijazah. Suatu tamparan keras bagi kita yang mati-matian memburu ijazah, bukan ilmu. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.