Menjaga Nilai Puasa

KhazanahMenjaga Nilai Puasa

Sungguh merugi jika Ramadhan hanya menjadi pengatur waktu kapan seseorang harus makan dan di waktu apa ia mesti menahan. Puasa tidak diletakkan sebagai managemen pengaturan lahir dan batin diri. Ia memang tak makan minum, tapi jika lisan tak lepas dari caci maki atau tangan yang tetap memukul, orang itu tak ubahnya tengah mengerdilkan ibadah puasa yang ia jalani. Di mana hanya efek lapar dan haus saja yang dirasa.  Nihil dari pahala, apalagi peningkatan kualitas diri.

Nilai utama dari puasa adalah menahan diri (al-wara’) dari segala hal yang diharamkan Allah. Segala, artinya menuntut dimensi fisik maupun batin. Rasulullah telah menyinggung praktik puasa yang sekadar memantau sisi eksoteriknya saja, menunjukkan maraknya umat Islam yang salah kaprah menjalankan puasanya. Betapa banyak orang yang berpuasa, tetapi tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali lapar dan dahaga (HR. Al-Thabrani).

Nabi Muhammad SAW pernah menegur seorang wanita yang menghina budaknya. Kepadanya Nabi menyuruh untuk mengambil makanan. Wanita itu protes, untuk apa mengambil makanan sebab dirinya sedang berpuasa. Rasulullah pun menjawab, Bagaimana mungkin kamu berpuasa, tetapi kamu mencaci maki budakmu. Alangkah banyaknya yang lapar, alangkah sedikitnya yang berpuasa. Perempuan itu tak berpuasa, ia sekadar melaparkan perutnya.

Wara’ adalah prasyarat dasar untuk mengklaim tiket jaminan berkah, rahmat, ampunan, dan segudang keutamaan lain dari bulan mulia Ramadhan. Bukankah jika tak seksama menjaga dan menahan diri dari apa-apa yang Allah larang sama halnya dengan tak berpuasa? Seperti kisah wanita yang diminta Nabi untuk lebih baik makan, karena puasanya tak bermakna.

Ramadhan terlalu mahal untuk diremehkan. Kesia-siaan yang tak perlu itu terjadi karena seseorang hanya jawwa’, tetapi tidak shawwam. Berlapar-lapar, namun tidak melakukan olah diri. Ketika ibadah puasa dihayati sebagai institusi iman, akan meluluskan sarjana dengan kualitas moral luhur dan menjadi kaum etik pembangun tatanan umat yang selaras. Konsistensi perilaku mulia selepas Ramadhan usai adalah bagian dari indikasi diterimanya ibadah puasa seseorang.

Baca Juga  Ngaji Maraqi Al-‘Ubudiyah: Isyarat Dalam Basmalah

Betapa pengendalian diri akan menjauhkan dari banyak celaka. Coba bayangkan, pertengkaran antarteman tak akan terjadi jika salah satu saja mampu mengontrol diri. Berapa banyak aset negara yang akan selamat ketika para pejabat menahan diri dari perkongsian korupsi. Angka perceraian juga sangat mungkin menurun manakala pasangan suami istri menjaga tidak saling menyakiti.

Manakala ada seseorang yang memancing amarah kita dengan melontarkan celaan atau perlakuan tak menyenangkan, tekankan pada diri serta orang tersebut bahwa kita tengah berpuasa. Yang di antara tugasnya adalah menahan lisan dari ucapan keji dan tak berguna. Itu yang Nabi instruksikan. Apa yang beliau perintahkan ini adalah aktualisasi dari makna puasa sebagai perisai. Dengan demikian, bukan hanya nilai puasa kita yang terselamatkan, tapi bola liar kebencian juga berhasil dihentikan, dengan tidak menanggapi keburukan dengan perilaku buruk serupa.

Mendidik diri memang bukan perkara mudah. Karena menahan diri dari daftar larangan Tuhan adalah kata lain dari jihad akbar. Perjuangan melawan musuh yang samar dan manipulatif, yaitu hawa nafsu. Nafsu bukan musuh yang jelas terlihat dan bisa dilawan dengan siasat perang bersenjata. Satu-satunya strategi melawannya adalah dengan kesadaran serta kegigihan menahan gejolak nafsu diri itu sendiri. Melawan hawa nafsu adalah konfrontasi sepanjang hidup. Namun demikian, Allah menganggarkan Ramadhan sebagai momentum berlatih, kembali mengisi energi spiritual untuk berjihad akbar di sebelas bulan lepas Ramadhan.

Tidak ada Muslim manapun yang mau puasanya sia-sia. Tak ada pilihan lain pula kecuali menjaga nilai utama puasa dengan gigih mengendalikan diri dari segala dimensi perkara yang Allah larang. Sebagaimana jawaban Nabi atas pertanyaan Sayyidina Ali ibn Abi Thalib yang menanyakan apa amalan paling utama di bulan puasa. Ya Abal Hasan! Amal yang paling utama di bulan ini ialah menjaga dari apa yang diharamkan Allah, jawab Nabi. Mari jaga nilai utama puasa agar lolos menjadi sarjana-sarjana Ramadhan yang berkualitas dan berkapasitas. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.