Periode Menstruasi Bukan Penghambat Spiritualitas Perempuan

KolomPeriode Menstruasi Bukan Penghambat Spiritualitas Perempuan

Secara matematis, peluang ibadah bagi perempuan yang sedang datang bulan seolah berkurang. Apalagi di bulan Ramadhan, kaum hawa nampak rugi besar di tengah pahala ibadah yang terjaja murah. Larangan melaksanakan ibadah formal seperti shalat dan puasa kerap diterjemahkan sebagai limitasi bagi potensi pundi pahala serta capaian spiritual seorang perempuan. Kaum wanita bahkan dipandang kurang agamanya karena pengalaman menstruasi. Anggapan tersebut justru menjurus pada argumen ketidakadilan syariat Islam. Bagaimana mungkin, menstruasi yang bersifat kodrati dari Allah menjadi batu sandungan bagi perjalanan spiritualitas perempuan? Mandat mulia reproduksi bukan penghalang bagi perempuan untuk menjangkau Tuhan dan meraih kesalehan spiritual yang setara dengan kaum laki-laki.

Siklus bulanan menstruasi merupakan proses fisiologis perempuan yang terjadi karena perubahan hormonal dalam tubuh. Sebagai proses di mana organ reproduksi wanita mempersiapkan dirinya untuk kehamilan.  Saat menstruasi, perempuan mengalami perdarahan karena luruhnya dinding rahim yang keluar bersama dengan darah. Perempuan dalam masa menstruasi harus mengemban rasa sakit yang tidak sepele setiap bulannya. Al-Quran surat al-Baqarah [2]: 222 mendefinisikan mahid (haid) dengan kata “adza”, yang tak cukup jika hanya diartikan sesuatu yang kotor sebagaimana terjemahan konvensional. Adza mencerminkan rasa sakit yang mengiringi periode menstruasi, tapi bukan penyakit.

Al-Thabathaba’i dalam tafsirnya al-Mizan fi Tafsir al-Quran, menerangkan kata “adza” dengan dharar, namun bukan dalam artian haid adalah sesuatu yang merugikan secara an sich yang tak ada misi syariat di dalamnya. Dharar di sini merujuk pada kondisi sulit, berat, dan rasa sakit yang menyertai proses menstruasi perempuan.

Sinyal ketidaknyamanan dari siklus bulanan ini bahkan sudah muncul sebelum perempuan mengeluarkan darah, yang dikenal dengan istilah Pre-Menstrual Syndrome (PMS). Sindrom pra-menstruasi merupakan sekumpulan gejala yang tak menyenangkan, baik secara fisik maupun psikis yang perempuan alami menjelang haid. Berkisar antara satu satu bahkan dua minggu sebelumnya, sebagaimana laporan American Congress of Obstetricians and Gynecologist (ACOG).

Gejalanya bervariasi, seperti adanya sakit kepala, keram perut, mual, diare, nyeri badan, mudah lelah, lesu, sulit berkonsentrasi, gangguan makan, insomnia, emosi tak stabil, dan serangkaian gangguan lain yang sangat berpotensi mengganggu aktivitas keseharian seorang wanita. Satu perempuan dengan yang lain tentu mengalami gangguan dengan skala yang berbeda-beda. Ada yang mengalami gangguan ringan, tapi ada pula yang harus rehat total karena menghadapi periode menstruasi.

Merupakan tanda rahmat Allah bahwa perempuan dibebastugaskan dari shalat, puasa, juga thawaf. Ibadah-ibadah tersebut merupakan aktivitas fisik yang membutuhkan tenaga. Sedangkan, telah tergambar jelas bagaimana beratnya perempuan mengemban secara rutin periode menstruasi dengan segala gangguan fisik dan psikisnya. Larangan tersebut bukan bentuk diskriminasi Tuhan terhadap wanita. Bukan pula menempatkan secara diametral dan konfrontatif antara ibadah yang sakral dengan perempuan haid yang dikonotasikan dengan perihal kotor.

Allah menetapkan menstruasi sebagai kodrat wanita bukan tanpa hikmah dan kompensasi. Secara positif kita bisa mengartikan pembatasan ibadah mahdhah sebagai keringanan syariat sekaligus kompensasi dari beban berat datang bulan perempuan. Penelusuran lebih jauh akan membuat kita terpukau dengan kuasa Allah serta ajaibnya kerangka syariat Islam yang kaya hikmah.

Baca Juga  Bung Karno Cinta Rasulullah SAW

Larangan shalat dan puasa bagi perempuan menstruasi ternyata mengerucut pada kebijaksanaan yang peka terhadap kesehatan. Jamal Muhammad Az-Zaki dalam karyanya Sehat dengan Ibadah, menuturkan bahwa praktik shalat bagi orang haid dapat mengganggu kesehatannya. Sebab, darah berpotensi terdorong ke rahim dalam jumlah besar apabila perempuan haid menjalankan shalat, yang akan membuatnya kehilangan lebih banyak darah bersamaan dengan menstruasi. Ke depannya, bisa meningkatkan penyebaran beragam penyakit di tubuh perempuan.

Lebih dari itu, saat datang bulan perempuan perlu istirahat cukup dan mengonsumsi makanan yang sehat dan bergizi, untuk menebus darah yang hilang selama satu siklus menstruasi. Tiap bulannya, perempuan dapat kehilangan 20-80 ml darah per periode yang berisiko menyebabkan anemia. Fakta medis ini menjadi argumen shahih mengapa perempuan haid tidak diperbolehkan berpuasa. Tuhan bukan menolak perkhidmatan ibadah perempuan di masa haid, tetapi Dia sedang mengasihi kita dengan kebijaksanaan-Nya yang luhur.

Bahasa kasih Allah juga tergambar dari hadis Rasulullah SAW yang menjelaskan, bahwa Dia akan membayar rasa sakit, susah, dan kepayahan yang dialami hamba-Nya dengan pembersihan dosa kita. Tidaklah seorang Muslim ditimpa keletihan, penyakit, kesusahan, kesedihan, gangguan, gundah gulana, hingga duri yang menusuknya, melainkan Allah akan menghapuskan sebagian dari kesalahan-kesalahannya (HR. Bukhari).

Peluang ibadah bagi perempuan haid hakikatnya tak berkurang. Bersabar atas rasa sakit akibat menstruasi adalah bagian dari ibadah. Larangan shalat, puasa, serta thawaf semuanya datang dari Allah, maka menaatinya tentu bernilai ibadah pula. Lebih jauh lagi, jalan spiritual tak hanya dimonopoli oleh ibadah mahdhah saja. Segala amal kebaikan yang mendatangkan kebeningan jiwa, kesadaran tauhid yang menumbuhkan cinta kasih dan akhlak mulia adalah tema besar untuk merangkai spiritualitas dan kedekatan dengan Tuhan.

Islam tak meminta kaum perempuan berputus asa, tapi tetap dinamis mengolah spiritualitas dan mengejar wawasan yang mencerahkan. Perempuan haid tetap bisa shalat dalam artian dasarnya, yakni melalui munajat doa-doa yang tulus, lantunan zikir, shalawat serta kalimat-kalimat thayyibah. Memperkaya pengetahuan, mengasah kepekaan sosial dengan sedekah, menyimak lantunan ayat suci, itu semua adalah ibadah. Matematika Tuhan merupakan sebuah anomali, menghimpun rumus kebijaksanaan serta kebajikan, yang kerap di luar kerangka logika manusia.

Terakhir, menstruasi adalah mandat mulia yang dipercayakan kepada kaum perempuan. Mari gunakan kacamata empati alih-alih stigma dalam membaca pengalaman reproduksi perempuan yang tidak mudah itu. Kaum hawa pun tak perlu sangsi atau merasa berkecil hati karena ada ritual mahdhah yang sementara waktu dilarang untuk dilakukan. Terhampar banyak pilihan untuk mengukir dan mempertajam spiritualitas. Narasi keterbatasan perempuan untuk mempersembahkan ibadah itu tidak nyata. Semua makhluk-Nya memiliki kesempatan yang setara untuk menghamba. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.