Mensyukuri Nikmat yang Belum Dimiliki

KhazanahHikmahMensyukuri Nikmat yang Belum Dimiliki

Mensyukuri nikmat yang dimiliki itu sudah biasa. Namun, kerap lupa mensyukuri nikmat yang belum bisa dan tidak kita miliki. Kesadaran ini juga penting sebagai latihan untuk memahami makna ikhlas, bahwa Allah itu Maha Mengetahui hal terbaik apa yang seharusnya diberikan kepada hambanya.

Mungkin karena nafsu manusia yang ingin memiliki segala-galanya, ia lupa harus ada hal yang sebaiknya tidak ia miliki. Dalam pitutur Jawa, urip iku sawang sinawang, mula aja mung nyawang sing kesawang. Hidup itu apa yang kita lihat, belum tentu seindah apa yang sebenarnya ada, maka jangan melihat yang sekadar bisa dilihat. Artinya, pakailah penglihatan yang tidak sekadar melalui kasat mata. Setiap orang mempunyai kebahagiaan dan dukanya sendiri. Kebanyakan perasaan duka itu disembunyikan. Sebagian menilainya sebagai aib, sehingga sebaiknya cukup dipendam atau tidak ditampilkan di permukaan.

Adakalanya persepsi ‘harus memiliki’ diubah menjadi apa yang dimiliki atau tidak bersyukurlah. Misalnya, saat ini kita diberi kesehatan, terkadang lebih bermakna jika seseorang menyadari dirinya tidak sedang merasakan sakit atau tak memiliki penyakit. Namun, ketika hal tak diinginkan itu terjadi, seseorang harus bersabar dan bersyukur. Itu artinya dosa-dosanya akan diampuni Allah. Belum diberi rezeki pergi ibadah haji atau umrah tetap sabar dan bersyukur, boleh jadi kesombongan akan muncul bila itu terjadi saat melihat orang-orang yang belum berhaji.

Senada dengan sabda Rasulullah SAW, Alangkah mengagumkan keadaan seorang beriman, karena semua keadaannya (membawa) kebaikan. Dan ini hanya ada diri pada seorang Mukmin. Jika dia mendapatkan kesenangan ia bersyukur. Maka itu adalah kebaikan baginya, dan jika ia ditimpa kesusahan dia akan bersabar. Maka itu adalah kebaikan baginya (HR. Muslim).

Baca Juga  Kiai Kholil Mengetahui Maksud Kedatangan Habib Jindan

Oleh sebab itu, ketika mensyukuri nikmat yang belum dan tidak bisa dimiliki maka kita telah menjadi seorang Mukmin yang dikagumi Rasulullah SAW. Rasa syukur juga dapat mengoptimalkan keikhlasan, sehingga seseorang tidak mudah kecewa karena harapan tidak sesuai ekspektasi.

Para peneliti Psikologi Positif membuktikan, bahwa intervensi syukur meningkatkan kebahagiaan individu. Syahdan, rasa kebahagiaan ini akan membantu mereka berkembang secara optimal (Emmons & McCullough, 2003. Froh, 2009)

Lantas terus belajar meski belum menjadi pandai. Tetap bersykur dengan segala keadaan. Pada posisi ini, sebagian orang yang merasa dirinya tidak pandai padahal sudah belajar semaksimal mungkin, belum kaya meski sudah bekerja keras, dan lainnya, sejatinya ia tengah dilatih harus memahami bagaimana di posisi tersebut. Boleh jadi, ia akan diacuhkan, tidak dianggap, dipandang sebelah mata, dan direndahkan oleh lingkungan sekitarnya. Itu sebabnya, saat posisinya telah berubah pastikan tidak melakukan hal yang sama atau semacam balas dendam, melainkan berusaha menghargai manusia dengan segala yang dihadirkannya, baik kaya maupun miskin, pandai atau bodoh, tampan atau tidak, dan seterusnya.

Dan (ingatlah) ketika Tuhanmu memaklumkan, “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka pasti azab-Ku sangat berat (QS. Ibrahim: 7).

Walhasil, bersyukur itu tidak sekadar tentang apa yang sudah dimiliki, akan tetapi kepada yang belum atau tidak bisa dimiliki. Sebab, bersyukur merupakan keniscayaan bagi seorang hamba kepada Allah SWT. Seseorang tidak semestinya diperbudak oleh kenikmatan hingga baru merasa syukur, karena ini menjadi salah satu penyebab terhalangnya ikhlas dan tertundanya rasa kebahagiaan.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.