Perang Menguji Kemanusiaan Kita

KolomPerang Menguji Kemanusiaan Kita

Sudah lebih sebulan lamanya Rusia menginvasi Ukraina. Serangan ini dikecam oleh sebagian besar negara di dunia, termasuk Indonesia. Dalam sidang Resolusi PBB terkait krisis Rusia-Ukraina 1 Maret 2022 lalu, Indonesia menyatakan posisinya yang bebas-aktif. Yakni bebas menentukan pendirian sesuai kepentingannya, serta aktif mendorong perdamaian dan keadilan. Posisi ini jelas bukan posisi netral, bukan pula berpihak pada Rusia ataupun Ukraina, melainkan berdiri pada jalur kemanusiaan dan resolusi.

Menariknya, meskipun Indonesia telah bergerak di atas filosofi ‘mendayung di antara dua karang’, publik Indonesia, terutama di media sosial, berenang di arus berbeda. Belum lama ini, Evello, sebuah platform pemantauan dan analisis digital, mengungkap bahwa perkembangan perbincangan mengenai Rusia dan Ukraina di media sosial Tanah Air, didominasi oleh keberpihakan dan kekaguman pada Rusia serta sosok Presiden Vladimir Putin. Beberapa pengamat menyebutkan bahwa besarnya antusiasme pada Rusia lebih dikarenakan sentimen politik anti-barat atau anti-Amerika.

Publik Indonesia hanyut ke dalam wacana yang memotret perang ini sebagai konflik geopolitik antara Rusia melawan Amerika. Ukraina, yang sedang mengalami kehancuran luar biasa, hanya bagaikan bayangan dalam peristiwa militer ini. Hal ini cukup membuat heran kalangan ahli dan akademisi geopolitik. Pasalnya, peristiwa ini memang perlu dilihat dari berbagai sisi, tetapi, kita semestinya sepakat untuk menentang peperangan, dalam hal ini, fakta riil kekerasan bersenjata Rusia atas Ukraina.

Sebagai masyarakat sipil yang tidak terlibat langsung dalam perang, kita semestinya lebih banyak melihat peristiwa serangan militer seperti ini sebagai tragedi kemanusiaan. Refleksi atas peristiwa perang ini memang membuka celah untuk mengutuk kemunafikan barat, tetapi, kita juga perlu adil menentang invasi dan kekerasan bersenjata. Meskipun sebuah peperangan terjadi karena alasan kompleks yang sebenarnya tidak dipahami spenuhnya, kita selayaknya mengembangkan rasa kemanusiaan yang bersimpati korban, krisis, mendorong jalur damai, serta yang terpenting, tidak membenarkan langkah perang.

Peristiwa perang memang menguji komitmen kemanusiaan kita, bangsa Indonesia, yang dalam UUD 1945-nya tertanam ideologi anti-penjajahan dan memuliakan nilai-nilai kemanusiaan. Sudah sepantasnya, bangsa ini mengutuk segala bentuk invasi atau serangan militer yang mengakibatkan derita kemanusiaan. Di manapun, Palestina, Suriah, Yaman, Rohingya, Afganistan, Irak, atau Ukraina, kekerasan bersenjata adalah kekejian pada kemanusiaan yang harus ditentang. Tidak ada bedanya, siapapun yang terluka dalam perang, prajurit apalagi rakyat sipil dari pihak, ras, bangsa, atau agama apapun, semuanya adalah korban dari tragedi kemanusiaan, yang harus menjadi perhatian utama.

Kiranya, hanya para ekstrimis pengusung ideologi perang, yang melihat peperangan tanpa rasa simpati dan empati kemanusiaan. Seperti ISIS contohnya, beberapa hari setelah Rusia mulai menyerang Ukraina, ISIS memuji perang tersebut sebagai ‘hukuman ilahi’ bagi Barat. Dalam salah satu artikelnya di buletin al-Naba tanggal 30 Rajab 1443 H yang berjudul “Hurubun Shalibiyah-shalibiyah”, mereka berharap perang ini akan memicu kehancuran total dan kekacauan global yang menjatuhkan Barat.

Baca Juga  KH Saifuddin Zuhri: Politisi Penulis Pejuang Umat

Itulah mengapa memandang peristiwa perang tanpa rasa kemanusiaan merupakan suatu cara pandang yang ekstrem. Kita mungkin tidak dapat membantu atau menghentikan krisis Rusia-Ukraina. Namun, menunjukkan prinsip anti-perang dalam apapun tanggapan bagi peristiwa ini, tentu sangat berarti bagi rasa kemanusiaan bersama. Perikemanusiaan sangat menentukan keluhuran masyarakat, itulah sebabnya pendiri bangsa kita meletakkan sila kemanusiaan langsung setelah sila ketuhanan dalam Pancasila.

Maka dari itu, sebagai masyarakat sipil, kita perlu belajar beberapa pelajaran penting tentang empati kemanusiaan dari memandang peristiwa krisis dan perang. Buang pertanyaan siapa yang salah siapa yang benar. Berikan solidaritas dan belas-kasih kepada manusia yang menderita. Kedepankan rasa ingin menolong, membela, dan mengasihi korban-korban terdampak. Inilah hal utama yang harus ada dalam respons seputar krisis, yakni hukum-hukum kemanusiaan!

Penting juga untuk dipahami bahwa negeri kita menjalin hubungan baik dengan Rusia maupun Ukraina, kedua negara tersebut adalah sahabat Indonesia. Dalam sejarah awal berdirinya Indonesia, Ukraina, yang waktu itu masih berbentuk Republik Sosialis Ukraina, mendorong forum dunia untuk membahas Indonesia di PBB pada 1946, dan membuka pintu solidaritas Internasional. Sedangkan pada agresi militer Belanda I 1947, Rusia merupakan salah satu negara yang memperkuat pengakuan de facto atas kemerdekaan Indonesia dari invasi Belanda.

Jadi, posisi Indonesia yang ‘bebas-aktif’ ikut melaksanakan ketertiban dunia berdasarkan kemanusiaan, dalam menanggapi isu krisis Rusia-Ukraina ini, adalah posisi moderat yang bijaksana. Yang perlu dibela dan didukung bukan salah satu dari keduanya, melainkan kemanusiaan yang ada di kedua belah pihak. Satu-satunya yang patut ditentang ialah gagasan perang, kekerasan bersenjata, dan pelanggaran terhadap integritas territorial yang sakral bagi setiap bangsa.

Singkatnya, tanpa mengabaikan pentingnya melihat suatu peristiwa dari berbagai sisi, sudah selayaknya kita lebih banyak memberikan perspektif bernuansa kemanusiaan, terutama dalam konteks krisis. Kemanusiaan adalah satu hukum konstan yang melampaui segala batas politik, agama, ras, budaya dan lainnya. Sebagai bangsa Indonesia yang cinta perdamaian dan kemerdekaan, kita harus meneguhkan prinsip anti-perang, anti-penjajahan, bukan hanya dalam arena politik, tapi juga di dalam hati dan pikiran masing-masing individu.

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.