Ibnu Athaillah: Samarnya Nafsu dalam Ketaatan

KhazanahHikmahIbnu Athaillah: Samarnya Nafsu dalam Ketaatan

Menjaga kemurnian niat beribadah karena Allah semata memang sulit. Butuh latihan, keistikamahan, dan kelapangan hati sampai nafsu beribadah ingin dilihat sebagai manusia shaleh itu sirna. Kendati beda tipis, antara semangat dan nafsu dalam beribadah kondisi ini harus disadari untuk mengembalikan kebenaran niat ibadah yang sesungguhnya.

Ibnu Atha’illah mengatakan, Hadzdzu annafsi fil ma’shiati zhaahirun jalliyyun, wa hadzdzuha fi atthaa’ati baathinun khafiyyun alaihi wa mudaawaatu maa yakhfa sha’bun ‘ilaajuhu. Artinya, andil nafsu dalam perbuatan maksiat tampak jelas, sedangkan keterlibatannya dalam perbuatan taat samar tersembunyi. Mengobati yang tersembunyi itu amatlah sulit.

Penjelasan Ibnu Atha’illah dalam kitab al-Hikam syarahSyekh Abdullah Asy-Syarqawi al-Khalwati, keterlibatan nafsu maksiat itu jelas adanya, seperti zina, yaitu bagaimana ia menikmati kemaksiatan tersebut. Nafsu tidak pernah meminta untuk melakukan maksiat, kecuali untuk dinikmati sampai seseorang mengalami bencana atau hukuman. Sementara andilnya dalam ketaatan itu samar dan tersembunyi tak bisa dilihat kecuali para pemilik mata batin. Hal itu dikarenakan, ketaatan adalah perkara yang memberatkan nafsu.

Setiap nafsu ketaatan memerintah untuk beribadah, secara kasat mengira sedang diarahkan menuju kedekatan dengan Allah SWT. Padahal, di balik itu semua ada pengharapan yang mana ibadah itu ditunjukkan bukan kepada Tuhan, melainkan makhluk. Munculnya rasa kepuasan ketika beribadah depan makhluk bagian dari gejala nafsu ketaatan.

Oleh karena itu, barang siapa yang menilai diri sendiri, mengevaluasi untuk memperbaiki atau meluruskan niat ibadah karena Allah ta’ala, maka akan tampak apa yang dimaksud dengan kebenaran dalam hal ini.

Pada tahap tersebut, yang menyadari sebagaimana yang dilakukan orang yang bisa melihat mata batin, ia akan mencela diri mereka. Cenderung meninggalkan sesuatu yang salah atau memperbaiki sesuatu yang kian jelas kekeliruannya dalam ibadah, hingga hati tertata ketulusannya dan ikhlas lillahi ta’ala.

Kadangkala dalam beribadah yang dicari adalah mencari kenikmatan. Tanpa sadar ibadah kita dibutakan oleh hawa nafsu kenikmatan. Nikmat membaca al-Quran, tetapi lupa kepada pemilik kalam sucinya, nikmat melakukan shalat, tetapi lalai mengingat tujuan shalat untuk bermi’raj kepada Allah SWT. Nikmat-nikmat tersebut, yang sering dilalaikan banyak seorang Mu’min. Jika nafsu memiliki kepentingan dalam beribadah, maka kesibukannya dalam beribadah, nafsu tidak memiliki andil apa-apa selain untuk keuntungannya sendiri.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.