Hikmah di Balik Karomah Para Wali

KhazanahHikmahHikmah di Balik Karomah Para Wali

Manusia yang memiliki kedekatan dengan Allah ditandai dengan adanya karomah. Para wali yang mendapat anugrah itu dimaksudkan untuk menunjukkan tanda-tanda kekuasaan Tuhan agar lebih mantap keimanannya. Dari mereka ada yang tampak jelas karomahnya hingga bisa dilihat nyata orang lain dan ada pula yang tersembunyi sampai baru setelah wafatnya terungkap, bahwa seseorang tersebut bagian dari Waliyullah.

Dunia ini dipenuhi dengan rahasia. Peristiwa yang tak kasat mata, tetapi bisa diketahui oleh manusia pilihan. Mereka adalah para Nabi, Rasul, Ulama, Waliyullah, dan sesekali bisa terjadi pada orang biasa yang mendapat keistimewaan sebagai pemegang kunci dari rahasia Allah SWT. Namun, kemudian muncul di permukaan apa alasan kisah karomah para Waliyullah setelah sahabat mengapa lebih masif terjadi ketimbang pada masa sahabat.

Dilansir dari Nu Online, memandang hal itu, Habib Luthfi bin Yahya dalam Secercah Tinta (2012) menjelaskan bahwa pada zaman Nabi Muhammad, tidak perlu yang namanya karomah itu. Karena keimanan mereka langsung diterima oleh Rasulullah SAW. Dengan kata lain, tidak membutuhkan penguat lainnya berupa karomah itu. Mendekati keimanan para sahabat ialah golongan tabi’in yang hidup menjumpai para sahabat. Jaminan keimanan mereka langsung diketahui dari para sahabat Nabi. Walaupun mereka tidak melihat Rasulullah SAW, mereka sudah bercermin kepada para sahabat Nabi.

Dengan ini, kedudukan para sahabat di mata umat masih kuat karena ilmunya masih tersambung jelas dengan Rasulullah SAW. Maka karomah di sini tidak begitu diperlukan. Beda halnya, era tabi’in setelah masa para sahabat karomah yang datang dari Allah SWT itu perlu. Sebagaimana karomah Syekh Abdul Qadir al-Jailani yang bergelar sulthanul auliya (raja dari seluruh para wali) yang kisah karomahnya begitu semarak dan seperti kisah Walisongo serta kiai zaman dulu yang ada di Indonesia, peristiwa-peristiwa luar biasa ini santer terdengar. Meski begitu, sehebat apapun karomah para wali tersebut, tidak dapat melampaui derajat tinggi para Nabi dan Rasul yang kedudukannya telah dikhususkan oleh Allah SWT.

Baca Juga  Nuzulul Quran, Kebangkitan Spirit Literasi

Karomah tersebut ditunjukkan kepada orang yang baik imannya agar lebih baik lagi, dan menguatkan kepercayaan orang awam supaya terus meningkat keimanannya. Jika tidak ada karomah yang dimiliki para kekasih Allah, maka orang awam boleh jadi akan terguncang keimanannya mengingat ada banyak orang sakti tetapi untuk memperoleh kesaktiannya didapat dengan cara yang bertentangan dengan syariat dan berujung syirik.

Beberapa syarat yang diajukan mereka yang bukan Waliyullah agar menurunkan hujan umpamanya, harus menyerahkan tumbal atau mengorbankan nyawa manusia. Bahkan ada ritual seks dan lainnya sebagai syarat tertentu untuk mendapat ilmu tersebut. Lantaran kesaktian orang tersebut, barang tentu mengundang banyak masyarakat awam simpatik dan mengikuti ajarannya meski tidak dibenarkan.

Oleh karena itu, diperlukan karomah yang diberikan kepada manusia pilihan, bahwa memohon pertolongan kepada Allah itu jauh lebih baik tanpa harus mencelakai manusia sebagai tumbal. Maka diajarkan praktik cara-cara shalat istisqa, shalat hajat, tahajud, dhuha, dan kalimat thayyibah lainnya yang kemudian dengan kuasa Allah dapat mendatangkan maslahat sesuai kebutuhan hajat. Di samping, para Waliyullah tetap memunculkan karomah-karomahnya untuk menarik kepercayaan orang awam.

Keberkahan para wali itu menyertai orang yang hidup meski dirinya telah wafat. Jadi tak ayal, apabila banyak makam orang-orang ‘alim atau yang dinilai memiliki jiwa kewalian atau ramai dikunjungi. Sebab bagi orang yang memercayainya, keberkahan itu benar adanya berdasarkan pengalaman spiritual masing-masing. Bahkan, ulama empat mazhab mengamini karomah para wali itu ada baik semasa hidupnya maupun setelah wafatnya.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.