Penjelasan Quraish Shihab tentang Ayat Perpisahan Nabi

BeritaPenjelasan Quraish Shihab tentang Ayat Perpisahan Nabi

Ada banyak pendapat mengenai ayat apa yang terakhir turun. Di antaranya, ayat 128 surat al-Taubah disebut sebagai ayat terakhir yang diterima Nabi. Bagi yang sering membaca maulid barzanji, pasti sangat familiar dengan ayat penghujung al-Taubah ini. Ayat tersebut berbunyi, Laqad ja’akum rasulum min anfusikum ‘azizun ‘alaihi ma ‘anittum harishun ‘alaikum bil mu’minina ra’ufur rahim.

Yang artinya, “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kalian(wahai manusia), berat terasa olehnya penderitaanmu, (dia) sangat menginginkan (keimanan, keselamatan, dan kebaikan) bagimu, (dia) amat belas kasih lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin.”

Quraish Shihab menjelaskan penafsiran dari ayat tersebut. Dari kata “laqad ja’akum” yang artinya telah datang kepada kalian, mengandung makna tentang pentingnya bersikap aktif. Kenapa menggunakan kata ‘datang’, karena Nabi sebagai seorang utusan mesti jemput bola. Untuk menyebarkan risalah tentu tak bisa duduk manis di rumah. Hal ini berlaku umum untuk kita semua dan segala keadaan, kita harus aktif dalam menjalani kehidupan, tidak pasif dan berpangku tangan.

Lebih lanjut, dari kata ‘telah datang’ mengandung isyarat bahwa siapa yang datang pasti akan kembali. Nabi juga manusia seperti kita yang jatah hidupnya terbatas. Ini menjadi pertanda pula bahwa tak lama lagi Nabi akan tutup usia. Sangat penting untuk kita terus menyalakan kesadaran tentang kembalinya manusia kepada Tuhan. Sebab, itulah yang akan membuat kita mendekat kepada-Nya serta menjauhi apa-apa yang dilarang.

Kemudian kata “min anfusikum” Quraish Shihab mengartikannya dengan “dari dirimu wahai manusia“. Masyarakat ketika itu ada yang bertanya mengapa Allah tidak mengutus malaikat saja ketimbang seorang manusia. Karena Islam adalah agama ditujukan untuk manusia, maka penyambung risalah langit ke bumi pun seorang manusia pilihan dan istimewa. Supaya apapun yang diajarkan selaras dengan kemanusiaan manusia, yang mampu dilaksanakan oleh manusia, bukan malaikat. Dengan demikian, sangat wajar pula jika sifat-sifat manusiawi melekat pada Nabi.

Baca Juga  Habib Taufiq Assegaf: Berdakwah Tidak Dengan Kebencian

Dari pemahaman ini terlihat, bahwa persoalan kemanusiaan menjadi sangat sentral dan vital dalam Islam. Keberagamaan yang diajarkan agama ini ditujukan untuk umat manusia, sehingga keberagamaan itu berada setelah kemanusiaan. Contoh sederhana bisa kita cermati dari perintah untuk mengutamakan memberi minum anjing yang kehausan daripada berwudhu dengan air yang saat itu memang hanya cukup untuk wudhu.

Quraish Shihab meneruskan, ayat ini memerlihatkan bahwa Nabi Muhammad sangat menginginkan kebaikan untuk kita sekalian. Beliau begitu mengasihi dan menyayangi kita. Sebaliknya, hati beliau akan sangat berat menyangkut apa yang memberatkan kita, umatnya. Surat al-Taubah di antaranya bercerita tentang kesulitan Nabi dan para sahabatnya dalam perang Uhud, karena 70 sahabat gugur.

Nabi Muhammad adalah utusan Allah, sehingga apapun yang tampil dari beliau adalah tuntunan dari-Nya. Hingga disebut bahwa akhlak Nabi adalah al-Quran. Ayat ini ibarat salam perpisahan yang menyatakan ulang betapa besar cinta Nabi pada umatnya. Penegasan ini agar pesan-pesan utama risalah beliau membekas dan terus dipegang, bahwa Islam adalah cinta serta penghargaan kemanusiaan. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.