Lies Marcoes: Waspada Kurikulum Kebencian di TK

BeritaLies Marcoes: Waspada Kurikulum Kebencian di TK

Dalam sebuah podcast berjudul “Dialogue Positive with Nur Rofiah & Lies Marcoes: Membaca Perempuan dalam Gerakan Radikal”, Lies Marcoes membahas isu radikalisme yang terjadi pada perempuan. Dalam doktrin Jihad di mana perempuan tidak memiliki kesempatan yang sama dengan laki-laki untuk berperang, nyatanya, perempuan memiliki peran signifikan dalam memelihara radikalisme, reproduksinya, dan mengajarkannya. Lies Marcoes menemukan fakta bahwa dalam gerakan radikal, perempuan kerap berperan untuk menginternalisasikan radikalisme dan kebencian, bahkan pada anak-anak di tingkat Taman kanak-kanak.

Pada dasarnya, perempuan memiliki agency atau kemauan dan kemampuan sendiri untuk terlibat dalam aksi atau peran-peran radikal. Lie Marcoes mematahkan anggapan bahwa perempuan hanya terlibat radikalisme karena ikut-ikutan maskulinitas atau mengalami gangguan psikologis. Pada kenyataannya, perempuan juga menginternalisasikan nilai-nilai radikalisme dan turut menjadi eksklusif dengan konsep dan caranya sendiri.

Perempuan memiliki peran menonjol dalam gerakan radikal, yaitu mereproduksi nilai-nilai radikalisme dan mengajarkannya, terutama anak-anak. Hal itu lebih berbahaya karena perempuan menempati posisi sentral dalam kehidupan inti, yaitu rumah dan keluarga. Menurut Lies Marcoes, pakar di bidang kajian Islam dan gender ini, radikalisme perempuan bergerak di ranah non-formal yang lebih berbahaya karena mengajarkan radikalisme hari per hari tanpa catatan formal, tanpa terlihat jelas secara publik. 

“Kalau di ruang publik itu kita bisa melihat bagaimana mereka (kaum radikal) mengancam negara, bagaimana mereka mengancam institusi negara, polisi, atau atau simbol-simbol negara, atau simbol-simbol peradaban barat, kotel, tourist area, itu adalah cara pandang formal dalam melihat kekerasan. Tapi kita lupa, ada yang sifatnya nonformal, yang informal, yang diajarkan hari-per-hari tanpa ada kurikulum” ucap Lies Marcoes.

“saya kebetulan melakukan studi, di taman kanak-kanak. Bagaimana kebencian itu diajarkan di taman kanak-kanak kepada orang-orang yang berbeda keyakinan, atau sesama muslim tapi beda madzhabnya” jelas aktivis feminis muslim Indonesia ini. Dalam penelitiannya di beberapa taman kanak-kanak dari berbagai daerah di Indonesia itu, Lies Marcoes menemukan fakta bahwa beberapa TK mengajarkan kebencian antar-golongan. Mereka diajarkan untuk menciptakan mindset eksklusif, ‘kami beda dengan kamu’.

Baca Juga  Quraish Shihab: Memaknai Kalimat Tahlil

Ajaran kebencian diinternalisasikan ke dalam kurikulum TK, misalnya dengan lagu-lagu, gerakan, dan sikap antipati terhadap perbedaan agama. “Misalnya, kita kan diajarkan soal tepuk tangan, di satu TK tidak boleh, karena itu adalah pelajaran yang diajarkan oleh agama lain”. Lalu menyanyi, ‘cinta Islam sampai mati’. Apa yang diajarkan, ‘cinta Islam sampai mati’ itu alat geraknya begini… seperti menggorok” ucap Lies Marcoes sambil memperagakan gerakan tangan menyayat leher yang dilihatnya di sebuah TK. 

Menurut Lies Marcoes, Kurikulum kebencian mengajarkan eksklusivisme negatif yang menilai kebenaran hanya di pihaknya sendiri, sedangkan kelompok lain salah dan buruk. “intinya adalah mengajarkan nilai-nilai eksklusivitas yang sekaligus menyatakan kita berbeda dengan mereka. ‘kami berbeda dengan mereka berbeda’ artinya kamu buruk kami baik. Kami akan masuk surga kamu masuk neraka, kira-kira begitu”

Lie Marcoes amat menyanyangkan radikalisasi perempuan yang berimbas pada anak-anak. Menanamkan eksklusivisme dan kebencian di tengah-tengah realitas masyarakat yang beragam amat berbahaya bagi masa depan banga. “kurikulum kebencian, merusak cara  berpikir kita, sebagai sebuah bangsa yang dilahirkan plural menjadi harus eksklusif. Dan itu diajarkannya oleh siapa? perempuan, ibu ibu, kepada anaknya di rumah. jadi itu yang disebut dengan agency pada perempuan. Dia menjadi penerjemah radikalisme, bagaimana eksperimentasikan di dalam rumah” pungkasnya.

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.