Nasihat Sayyidina Ali untuk Putranya

KhazanahHikmahNasihat Sayyidina Ali untuk Putranya

Ada sebuah surat yang ditulis oleh Sayyidina Ali bin Abi Thalib untuk putranya, Sayyidina Hasan bin Ali. Umur sang putra sulung ketika itu sekitar 35 atau 36 tahun. Surat itu ditulis setelah berakhirnya perang Shiffin (37 H), berisi petuah-petuah mendalam tentang kehidupan. Dalam penjelasan Quraish Shihab, disebutkan bahwa semula Sayyidina Ali tak terpikir untuk menulis catatan nasihat itu. Namun, Sayyidina Ali sadar bahwa cepat atau lambat ia akan segera wafat, dan anak adalah bagian dari dirinya yang bagaimanapun harus diperhatikan.

Di permulaan surat, Sayyidina Ali menjelaskan tentang statusnya sebagai seorang ayah. Sudah banyak asam garam kehidupan yang dilaluinya. Dengan penuh kesadaran ia mengakui betapa sulitnya menghadapi perjalanan hidup. Perenungan setelah perang Shiffin itu pun menghasilkan beberapa nasihat berharga yang penting untuk kita sekalian ketahui.

Pertama, “Wahai anakku, hidupkanlah hatimu dengan menerima nasihat. Padamkan nafsumu dengan zuhud dan kekuatan keyakinan. Terangi hatimu dengan hikmah dan tundukkan dia dengan mengingat maut, serta mantapkan ia (hati) dengan kesadaran akan kepunahan segala sesuatu yang ada di alam raya ini. Peringatkan hatimu akan beragam petaka dadakan di dunia serta pergolakan masa dan keburukan yang terjadi saat pergantian malam dan siang.”

Kedua, “Paparkan ke dalam benakmu sejarah generasi masa lalu dan ingat apa-apa yang menimpa orang-orang sebelummu, jelajahi peninggalan mereka lalu renungkan apa yang telah mereka lakukan”. Dalam sejarahnya, Sayyidina Ali pernah berpindah dari Madinah ke Irak. Kepindahan itu ditengarai karena masyarakat Madinah sudah mulai abai dengan persoalan ukhrawi dan telah terpukau pada perkara duniawi, sedang Sayyidina Ali hendak membawa mereka ke akhirat. Karenanya, di tempat baru ia berharap mendapat penerimaan.

Ketiga, “Jangan jual akhiratmu dengan duniamu. Hindari berucap menyangkut apa yang tidak engkau ketahui atau berbicara perihal yang bukan urusanmu. Jangan ikuti suatu jalan jika engkau takut tersesat bila menyusurinya, tapi ikuti jalan yang pasti kau yakini. Karena berhenti pada kebingungan tersesat lebih baik daripada mengarungi bahaya kesesatan.”

Baca Juga  Keistimewaan Sya’ban dan Amalan Sunnah di Dalamnya

Keempat, “Ketahuilah wahai anakku, bahwa yang paling kusukai untuk engkau amalkan dari wasiatku adalah bertakwa kepada Allah dan mengamalkan apa yang diwajibkan atasmu, serta meneladani leluhurmu serta orang-orang yang saleh dari keluargamu”. Leluhur atau keluarga yang dimaksud, menurut Quraish Shihab ialah Abdul Muthallib, Hasyim, atau bisa juga orang-orang saleh yang sebaya dengan Nabi.

Kelima, “Anakku, jadikanlah dirimu neraca antara dirimu dengan selainmu. Karena itu, sukailah untuk orang lain apa yang engkau sukai buat dirimu, dan bencilah untuknya apa yang engkau benci. Jangan menganiaya orang lain sebagaimana engkau enggan dianiaya. Dan berbuat baiklah sebagaimana engkau suka diperlakukan dengan baik.”

Keenam, “Nafkahkanlah harta hasil usahamu, dan jangan menjadi penyimpan untuk orang lain (pelit atau enggan mengeluarkan harta yang sejatinya hak orang lain). Kemudian, jika kau telah menerima hidayah menuju kebenaran maka hendaklah engkau menjadi orang yang paling khusyuk dan patuh pada Tuhanmu. Ketahuilah, bahwa di hadapanmu terhampar jalan yang jauh dan kesulitan yang amat berat, sehingga engkau harus pandai meniti jalan dan mengukur kadar bekalmu agar engkau bisa sampai ke tujuan (dengan selamat).”

Nasihat Sayyidina Ali ibarat keping-keping puzzle yang menyusun kaidah-kaidah berkehidupan bagi kita untuk menjadi seorang hamba dan manusia paripurna. Di dalambya dibahas arahan spiritual, etika sosial, pentingnya menggali hikmah, nasihat bagaimana menjadi manusia di tengah pergaulan, mewanti-wanti beragam rintangan hidup, hingga peringatan untuk selalu ingat kehidupan di akhirat kelak.

Wasiat itu adalah buah dari perenungan penuh kesadaran atas pengalaman hidupnya. Dititipkan kepada sang putra agar generasi-generasi sesudahnya tahu dan turut mengamalkannya. Enam poin di atas baru sepenggal dari apa yang Sayyidina Ali tuturkan. Semoga kita dapat memahami dan menjalankannya. Wallahu a’lam. []

*Catatan nasihat ini dikutip dari laman media sosial (kanal Youtube) Quraish Shihab.

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.