Etika Berutang dalam Islam

KolomEtika Berutang dalam Islam

Bagi masyarakat urban, kegiatan berutang mungkin sulit dihindari. Pasalnya, ada banyak aplikasi pinjaman online menawarkan hal menarik yang membuat mereka terlibat utang, misalnya shoppe pay later, kartu kredit, atau aplikasi khusus pinjaman lainnya. Hal tersebut, dilakukan dalam kebutuhan mendesak maupun sedang ingin tetapi tidak mau repot, maka alternatifnya adalah dengan berutang melalui jasa online yang disediakan.

Dalam Islam, transaksi utang piutang masuk dalam kategori ta’awun (pertolongan) kepada yang membutuhkan. Menjadi orang yang memberi utang itu mulia sebab ia telah membantu orang sedang butuh pertolongan. Namun, persoalan utang-piutang ini harus diperhatikan dengan teliti dalam proses akadnya agar tidak muncul permasalahan dikemudian hari.

Di antara contoh kasus yang biasa terjadi pada piutang (pemberi utang), yaitu ia membantu tetapi dengan memberikan kadar bunga tinggi, terlebih dalam tempo yang singkat atau tidak masuk akal, sehingga menambah kesulitan bagi peminjam. Sementara bagi peminjam, tidak lain misalnya kurang bertanggung jawab untuk melunasi tepat pada waktunya atau terlalu menunda-nunda, apalagi sampai kabur. Demikian adalah problem-problem yang lumrah terjadi dalam transaksi utang-piutang.

Oleh karena itu, untuk menghindari kasus tersebut, perlu ada akad yang disepakati antara keduanya agar hubungan baik tetap terjalin. Bagaimanapun penyelesaian konflik utang-piutang ini tidak bisa diremehkan, sebab dari insiden yang beredar tak jarang berimplikasi pada permusuhan, tindakan kekerasan, pembunuhan, dan lainnya.

Pada dasarnya pemberian utang itu tindakan yang luhur. Maka dari itu, pemberian utang harus disertakan dengan perasaan tulus dan ridha karena Allah SWT. Barang siapa mengutangkan (karena Allah) dengan utang yang baik. Maka Allah akan melipatgandakan (balasan) pinjaman itu untuknya dan ia memperoleh pahala yang banyak (QS. Al-Hadid: 11). Para ulama sepakat dan tidak memperselisihkan tentang kebolehan dalam berutang. Manusia itu memiliki sifat simbiosis mutualisme, jadi tidak mungkin mereka dapat hidup sendiri di tengah-tengah kemajuan peradaban yang disibukkan dengan banyak keperluan.

Terkait kebolehan berutang, Rasulullah SAW pernah mempunyai utang kepada laki-laki yang menagihnya dengan nada yang keras. Para sahabat bangkit dari duduknya lantaran ikut kesal atas perlakuan tidak sopan terhadap Nabi SAW. Namun beliau berkata, Sesungguhnya orang yang memiliki hak, ia berhak menuntut haknya. Lantas beliau berkata kepada mereka (para sahabatnya). Belikanlah seekor unta muda, kemudian berikanlah unta itu kepadanya. Mereka berkata, kami tidak mendapatkan seekor unta yang lebih baik daripadanya. Beliau bersabda, belikanlah unta yang lebih baik untuknya dan berikanlah kepadanya. Sesungguhnya sebaik-baik kamu ialah orang-orang yang membayar utang (HR. Bukhari).

Di sini Rasulullah SAW tidak memusatkan sikapnya kepada penagih utang yang membentaknya, melainkan berfokus pada kewajibannya sebagai orang yang berutang untuk melunasi. Beliau justru memberikan pengembalian yang lebih baik sebagai pelunasan utangnya. Namun, sikap ini tidak disyaratakan sejak awal, tetapi murni inisiatif dari orang yang berutang.

Baca Juga  Belajar dari Bung Karno dan Hadratussyaikh Hasyim Asy’ari

Sebab itu, etika orang yang berutang paling mendasar, yakni bertanggung jawab menyegerakan untuk melunasi. Kalaupun masih memerlukan waktu untuk membayar, pastikan ada akad yang Kembali disepakati supaya piutang tidak terlalu kecewa atau merasa ditipu.

Kemudian mencatat hal yang paling ditekankan dalam transaksi utang-piutang. Allah SWT sendiri yang mengajarkan kepada hambanya agar menuliskan setiap yang dilakukan muamalah tidak secara tunai (QS. Al-Baqarah: 282). Apa yang tertulis itu harus benar tidak boleh dikurangi sedikitpun, Mencatat itu membantu agar manusia yang lemah pikirannya atau pelupa dapat mengingat kembali apa yang menjadi tanggungannya. Lebih diperkenankan lagi, untuk mendatangkan saksi sekaligus kalau nominal yang bersangkutan tidak sedikit tentu sangat penting untuk dicatat agar tidak ada pihak yang dirugikan.

Meski telah diberikan kepercayaan penuh dari pemberi utang, sebaiknya seseorang tetap menjaga kepercayaannya untuk segera melunasinya dan melakukan akad administrasi catat-mencatat untuk menghindari konflik yang tak terduga. Jika kamu dalam perjalanan (dan muamalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang), akan tetapi jika Sebagian kamu memercayai Sebagian yang lain, maka yang dipercayai hendaklah menunaikan amanatnya (QS. Al-Baqarah: 283).

Sudah sepatutnya, perkara yang diutangkan itu kebutuhan primer, bukan kebutuhan sekunder, apalagi tersier dan tidak meminjam kepada mereka yang kehidupannya lebih memprihatinkan. Boleh jadi mereka memberi pinjaman, tetapi seharusnya seseorang tahu diri, bahwa ia sebenarnya membutuhkan materi tersebut untuk menyambung hidupnya.

Dilansir dari NUonline, penarikan barang atau aset tertentu diperbolehkan dengan catatan menyisakan kira-kira cukup untuk memenuhi kebutuhan pokoknya. Apabila orang yang berutang tidak dapat memenuhi tanggung jawabnya setelah melalui berbagai negosiasi. 

Perkara tersebut, lazimnya berlaku pada mereka yang meminjam dalam nominal skala besar, sehingga memutuskan melalui jalur pengadilan untuk mendapat keadilan. Mau tidak mau, yang berutang harus legowo, tepatnya bertanggung jawab dengan konsekuensi perbuatannya. Maka dari itu agar tidak terjadi insiden ini, lebih berhati-hatilah dalam berutang. Jangan sampai kita meminjam sesuatu yang tidak bisa diperkirakan untuk mengembalikannya. (Al-Mausuah al-Fiqhiyah al-Kuwaitiyah, 3: 268).

Ayat utang piutang dalam al-Quran dijelaskan panjang dan cukup detail. Mungkin karena manusia memang sensitif setiap kali berkaitan dengan materi. Jadi Allah SWT merincinya agar terhindar dari kesalahpahaman sedini mungkin. Utang itu kewajiban yang harus ditunaikan. Jangan menghindar, karena sampai mati ia akan tetap menguntit dan meminta pertanggung jawaban di akhirat.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.