Memberi Kelayakan Tunjangan Guru Honorer

BeritaMemberi Kelayakan Tunjangan Guru Honorer

Seorang guru honorer, Munir Alamsyah (53) viral karena telah membakar sekolah. Insiden ini terjadi akibat SMPN 1 Cikelet, Garut, Jawa Barat tempatnya mengajar dulu pada tahun 1996-1998 tak membayar upah yang dinantinya selama 24 tahun. Pihak sekolah kerap kali mengabaikan setiap Munir datang menuntut haknya. Meski sempat menjadi terpidana, Munir dibebaskan dan mendapat kompensasi dari pemerintah Garut sebesar 6 juta. Menjadi keniscayaan bagi pemerintah untuk lebih memerhatikan guru honorer agar mendapat kelayakan tunjangan sehingga peristiwa tersebut tidak lagi terulang.

Sebagai guru honorer, sebenarnya ada banyak yang bernasib sama seperti Munir di Tanah Air. Mereka dituntut mendidik murid setiap harinya, tetapi tidak diberikan upah yang layak untuk menghidupi bulanan mereka. Tidak dibayar pada setiap bulannya, hingga menunggu beberapa bulan adalah hal lumrah terjadi. Namun, ini menggambarkan kebiasaan yang sangat buruk atas timpangnya pola pendidik di Indonesia.

Dalam buku Biografi Empat Imam: Abu Hanifah, Malik, al-Syafi’i, Hanbali (2018), Imam Malik yang begitu peduli dengan pendidikan dan memfokuskan dirinya menjadi seorang intelektual menyerukan ijtihad kepada pemerintah  agar memberikan penghasilan rutin yang menjamin kehidupan layak bagi mereka. Kendati imam besar mazhab ini bersuara lantang menyerukan ijtihadnya, tetapi tak ada yang memedulikan.

Pemerintah Bani Umayyah saat itu sibuk memperkokoh kekuasaan dan menarik simpati tetuah ilmu, bukan pemudanya. Sampai pada titik khalifah menyambut baik seruan terus-menerus Imam Malik dalam memberi tunjangan kelayakan bagi para ahli ilmu dan pendidik dan kehidupan Imam Malik menjadi terjamin. Alhasil kefokusannya kian terlatih. Ketokohannya sebagai intelektual kian meroket, hingga melahirkan banyak karya dan ijtihad atau gagasannya yang membawa banyak maslahat bagi banyak orang dengan cukup permanen, yakni dulu hingga sekarang.

Baca Juga  Kiai Marzuki Mustamar: Hati-hati Memilih Guru Agama

Dari kisah ini kita dapat mengambil pelajaran, bukan hal yang tabu bila seorang tenaga pendidik menuntut haknya agar diberikan tunjangan yang layak. Keikhlasan mengajar adalah ruang privat, tetapi keharusan memberi kelayakan tunjangan adalah keniscayaan sebab para tenaga pendidik telah menunaikan kewajibannya melaksanakan tugas. Tenaga pendidik, khususnya guru honorer memiliki tanggungan menafkahi keluarga untuk kehidupan pokok sandang, pangan, dan pendidikan. Ini yang tidak bisa diabaikan.

Mestinya pemerintah dapat merasakan, bagaimana ketika dirinya berada di posisi tersebut. Bekerja dengan tuntutan mencerdaskan anak bangsa, tetapi upah yang jumlahnya tak seberapa selalu tertunda untuk dibayarkan. Perlu ada administrasi pembayaran yang baik, bagi sekolahan yang kecil pendapatan pemerintah lebih memerhatikan karena lazimnya, instansi tersebut tidak memiliki pemasukan sepadan dengan pengeluaran, baik untuk gaji honorer maupun operasional sekolah. Terlepas dari kasus yang terjadi, demikian tamparan keras bagi Pendidikan Indonesia yang memprihatinkan bagaimana guru honorer baru diperhatikan setelah melakukan perbuatan yang boleh jadi ia tak benar-benar ingin melakukannya, selain karena dorongan keterpaksaan.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.