Waspadai Hadis-hadis Palsu yang Viral di Bulan Rajab

KolomWaspadai Hadis-hadis Palsu yang Viral di Bulan Rajab

Rajab ibarat magnet pahala. Tiap kali bulan ini tiba, banyak orang hilir mudik membagi pesan siar seputar keutamaannya. Rata-rata berisi hadis yang menganjurkan puasa, menghidupkan malam hari awal Rajab, shalat sunnah, keutamaan Rajab, dan sebagainya, disertai balasan ganjaran dengan kadar yang berlebihan. Hadis dengan tipologi demikian yang sangat viral menjelang Rajab, umumnya merupakan hadis palsu yang mesti diwaspadai. Masifnya penyebaran hadis-hadis seperti itu adalah pembodohan bagi masyarakat.

Mari ketengahkan beberapa riwayat hadis yang populer di bulan Rajab. Pertama, hadis menyoal puasa di bulan Rajab yang bernilai puasa ribuan tahun. Disebutkan, bahwa Sesungguhnya bulan Rajab adalah bulan yang agung. Barang siapa yang berpuasa 1 hari di bulan itu, maka Allah memberikan balasan seperti puasa 1000 tahun. Barang siapa yang berpuasa 2 hari di bulan itu, maka Allah akan membalas seperti puasa 2000 tahun.

Demikian seterusnya redaksi hadis tersebut berlanjut, bahwa puasa 3 hari ibarat puasa 3000 tahun, lalu 7 hari berpuasa Rajab dikatakan bahwa pintu-pintu neraka Jahanam akan ditutup bagi yang melakukannya. Hingga menyebutkan balasan bagi yang puasa 15 hari, yakni keburukan-keburukannya akan diganti dengan kebaikan.

Ibn al-Jauzi memasukkan riwayat ini dalam kitabnya al-Mawdu’at, yakni karangan yang menghimpun hadis-hadis palsu. Dalam sanad hadis tersebut ada nama Muhammad bin Abi Thahir al-Bazzar, ia seorang yang tertuduh dusta. Beberapa perawi dalam riwayat itu juga tak dikenal. Sejumlah ulama lain, seperti Ibn Qayyim, Ibn Hajar, dan al-Suyuti juga menyimpulkannya sebagai hadis palsu.

Hadis kedua, masih tentang puasa, kali ini dengan imbalan diberi minum dari sungai di surga. Bunyi hadis tersebut adalah, bahwa Sesungguhnya di surga ada sebuah sungai, dinamakan sungai Rajab. Airnya lebih putih dari susu, dan lebih manis dari madu. Barang siapa puasa satu hari pada bulan Rajab, Allah akan memberinya minuman dari sungai itu. Ibn Hibban meriwayatkan hadis ini dalam al-Majruhin, al-Baihaqi dalam Fadhail al-Auqat, dan al-Syairazi dalam al-Alqab.

Dalam silsilah sanad hadis tersebut ada rawi pendusta bernama Mansur ibn Yazid. Ditambah, di dalamnya banyak perawi majhul menurut Ibn al-Jauzi. Sebab itu, riwayat ini dihukumi palsu oleh beberapa ulama, seperti Ibn al-Jauzi, al-Dzahabi, serta Ibn Hajar dalam Lisan al-Mizan.

Ketiga, tentang keutamaan shalat sunnah di bulan Rajab. Siapa yang puasa dan shalat empat rakaat, maka dia tidak akan mati sampai dia melihat tempatnya di surga atau diperlihatkan. Al-Syaukani mengatakan riwayat ini maudhu’ dan mayoritas perawinya majhul (tak diketahui).

Hadis keempat tentang istimewanya bulan Rajab. Dikatakan, bahwa Sesungguhnya Rajab itu bulannya Allah, Sya’ban itu bulanku (Rasulullah), dan Ramadhan adalah bulan umatku. Ini adalah penggalan dari hadis panjang yang diriwayatkan oleh Ibn al-Jauzi dalam al-Maudhu’at. Di mana kelanjutan redaksinya membahas seputar malaikat yang berkumpul di Ka’bah pada malam Jumat pertama bulan Rajab yang memohonkan ampun bagi mereka yang suka puasa di bulan Rajab.

Dalam rangkaian sanad hadis ini ada perawi yang tertuduh dusta yang bernama Ali ibn Abdullah ibn Jahdham al-Suda’i. Nama populernya Ibn Jahdham. Ibn al-Jauzi, Ibn Qayyim, al-Suyuti, serta Ibn Hajar menghukuminya sebagai hadis palsu.

Menanggapi liarnya riwayat palsu terkait bulan Rajab, para ulama sampai merangkai kaidah tertentu. Bahwasanya, tidak ada hadis sahih, yang menerangkan keutamaan bulan Rajab, berpuasa di dalamnya dan puasa pada hari tertentu di bulan itu (disertai penyebutan keutamaan yang spesifik), ataupun hadis tentang menghidupkan malam tertentu bulan Rajab dengan ibadah. Tidak ada hadis sahih terkait hal-hal itu yang dapat dijadikan hujjah. Demikian pernyataan Ibn Hajar.

Baca Juga  Politisasi Kasus Herry Wirawan: Diklaim sebagai Syiah

Abu Ismail al-Harawi mengisyaratkan hal serupa, bahwa terkait hadis-hadis keutamaan bulan Rajab, puasanya, atau puasa pada hari tertentu di dalamnya, itu terbagi menjadi dua macam, yakni hadis dhaif dan palsu. Dengan kata lain, tidak ada riwayat sahih seputar perkara tersebut.

Selain mengkaji aspek sanad untuk melihat kualitas hadis, matan hadis juga penting untuk dikaji. Redaksi hadis yang terasa janggal dan hiperbolis—seperti halnya balasan berlebihan untuk amalan sederhana—merupakan gejala dari suatu hadis palsu. Empat riwayat di atas hanyalah sebagian dari hadis-hadis palsu seputar Rajab. Semuanya menawarkan balasan yang sangat menjanjikan untuk level ibadah sunnah. Puasa Ramadhan yang wajib saja tak menjanjikan ganjaran sedemikian besar. Bahkan mengalahkan pula kemuliaan malam Lailatu al-Qadr, yang lebih baik dari seribu bulan. Sebagai pembanding, Nabi bersabda, Siapa yang berpuasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala (dari Allah), maka diampuni dosanya yang telah berlalu (HR. Bukhari dan Muslim).

Banyak peristiwa besar terjadi di bulan Rajab. Isra’ Mi’raj Nabi, perubahan arah kiblat dari Bait al-Maqdis ke Ka’bah, kemenangan pasukan Islam di perang Tabuk, dan beberapa kejadian lain. Semua kejadian tersebut membuat Rajab istimewa. Selain itu, status Rajab sebagai bagian dari asyhuru al-hurum (bulan-bulan mulia) sangat mungkin menjadi titik pangkal yang menengarai maraknya riwayat dusta menyangkut bulan ini. Yang mana di antara motif hadis palsu diproduksi adalah untuk mendorong orang beribadah.

Secara kesejarahan, masyarakat Arab jahiliah sangat mengangungkan momen di bulan Rajab. Tidak boleh ada peperangan di bulan tersebut. Di bulan ini orang-orang Arab tengah menahan diri untuk tidak bermusuhan. Penamaan bulan Hijriah biasanya memang didasarkan pada keadaan yang terjadi pada bulan terkait. Bulan Safar misalnya, konon di hari-hari bulan itu dedaunan menguning, sehingga waktu tersebut dinamakan Safar yang berarti kuning.

Rajab memang bulan mulia. Tidak salah jika mengisinya dengan memperbanyak ibadah. Namun, kita mesti menyandarkan amal perbuatan pada dalil yang sahih. Animo positif untuk beribadah jangan sampai salah dasar dan arah. Alih-alih ibadah, bisa-bisa malah menjadi bid’ah. KH. Ali Mustafa Ya’qub pernah menuturkan, sama-sama beribadah tapi mengacu dalil yang berbeda, yang satu sahih dan yang lain dalilnya salah, hasilnya pun akan berbeda.

Kita juga bisa terjebak pada kategori berdusta atas nama Nabi, ketika sengaja menyampaikan informasi palsu yang sejatinya tidak beliau ucapkan. Barang siapa berdusta atas namaku secara sengaja, hendaklah ia bersiap-siap menempati tempatnya di neraka (HR. Bukhari).

Bukan berarti keberadaan hadis-hadis palsu ini menafikan kebolehan puasa atau beribadah di bulan Rajab. KH. Ali Mustafa Ya’qub menjelaskan alternatif agar berdalil dengan hadis lain untuk berpuasa di bulan Rajab. Dalam riwayat Imam Ibnu Majah disebutkan, bahwa Rasulullah pernah bersabda, Puasalah kamu pada bulan-bulan Allah yang mulia (asyhur al-hurum). Di mana Rajab merupakan satu di antara empat bulan mulia. Hanya saja, tidak ada kejelasan apa fadhilah dari puasa di bulan tersebut. Ini adalah dalil umum yang boleh dijadikan acuan untuk puasa sunnah Rajab.

Riwayat palsu mesti diwaspadai. Jika diaspora hadis semacam itu dibiarkan, sama halnya dengan membodohi masyarakat. Membiarkan mereka mengamalkan sesuatu yang dalilnya tidak jelas. Di samping bisa berdampak pada pemahaman yang keliru, sengaja menyiarkan hadis palsu adalah dosa terhadap Nabi. Kita mesti hati-hati dan kritis pada riwayat yang janggal dan terkesan berlebihan. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.