Kefakiran Imam Malik Demi Menuntut Ilmu

KolomKefakiran Imam Malik Demi Menuntut Ilmu

Lika-liku menuntut ilmu yang tak bisa terelakkan adalah biaya. Dari mereka, ada yang memilih putus pendidikan karena tak punya biaya dan ada pula yang tetap bertahan melanjutkan hingga selesai, bahkan berjenjang-jenjang meski berbagai kesulitan melandanya. Semangat juang ini salah satunya dimiliki oleh salah satu pemimpin mazhab terbesar Sunni, yakni Imam Malik bin Anas. Ia rela menghabiskan segenap harta yang dimilikinya, karena kecintaannya terhadap ilmu.

Imam Malik berasal dari keluarga yang menjunjung tinggi ilmu agama. Ayahnya seorang penjual kain sutra, usai menjual dari pasar ia kerap menceritakan kepada anak dan istrinya terkait kejadian-kejadian yang dialaminya terkait jual-beli lantas mengaitkannya dengan hadis-hadis yang dihafalnya dengan renyah. Wejangan ini dihantarkannya setiap malam sebagai ritual pendidikan keluarga yang tak boleh terlewati.

Pada suatu malam di tengah wejangan keilmuan, ayah Imam Malik mengajukan pertanyaan kepada keluarganya terkait hafalan hadis yang sering menjadi materi setiap harinya. Semuanya dapat menjawab pertanyaan yang diajukkan, kecuali anak bungsu, yakni Imam Malik. Ia dimarahi oleh ayahnya, karena dinilai terlalu banyak bermain dengan merpati, hingga culas belajar. Ia menangis dipangkuan ibunya.

Tiba keesokan harinya Imam Malik di antarkan ibunya menuju masjid Rasulullah SAW bertempat di halaqah Rabi’ah dengan mengenakan pakaian dan bersorban rapi layaknya orang tua. Sebuah halaqah yang masif menyerukan penggunaan akan, sebabnya ia disebut Rabi’ah al-Ra’y (akal). Sejak saat itu, Imam Malik senantiasa berpakaian rapi dan memakai wewangian yang terbaik setiap kali belajar atau mengajar.

Sebelum meninggalkan Imam Malik, ibunya berpesan “ingatlah nak, belajarlah dulu akhlak darinya sebelum kau menyerap ilmu darinya.” Imam Malik berguru dengan banyak ulama yang bukan saja berasal dari halaqah Rabi’ah, melainkan beberapa majelis lain ia juga datangi dan belajar ilmu hadis dengan sungguh-sungguh dari para gurunya.

Dalam buku Biografi Empat Imam Madzhab (2018), Imam Malik memusatkan dirinya untuk menuntut ilmu. Suatu saat orang yang menanggung nafkahnya wafat, maka Imam Malik menghidupi sendiri istri dan anak perempuannya. Ia memiliki warisan dari dagangan ayahnya sebesar 400 dinar, tetapi usahanya tidak diperhatikan karena fokus mencari ilmu, akhirnya ia bangkrut dan menderita. Suatu malam anak perempuannya menjerit kelaparan, Imam Malik memutar-mutar batu gilingan agar jeritan sang anak tak terdengar tetangga.

Untuk memperjuangkan kefokusannya pada ilmu, Imam Malik menyerukan ijtihad kepada penguasa kala itu agar para ahli ilmu diberikan tunjangan rutin, sehingga dapat memprioritaskan terhadap pengembangan keilmuannya. Ia pernah ditanya mengapa Malik tidak berusaha mencari rizki sendiri dan berfokus pada ilmu. Hal ini oleh Imam Malik dijawab, “Orang tidak akan mencapai ilmu yang diinginkan hingga ia rela menjadi fakir dan lebih mengutamakan ilmu dalam setiap keadaan. Barangsiapa menuntut ilmu ia harus sabar.”

Baca Juga  Memahami Gagasan ‘Mati Syahid’

Kendati Imam Malik lantang menyerukan ijtihadnya, tetapi penguasa Bani Umayyah tidak menggubrisnya. Kehidupan Imam Malik mulai membaik sejak pertemuannya dengan Al-Layts ibn Sa’d. Keduanya saling mengagumi kecerdasan masing-masing. Al-Layts yang mengetahui kesukaran yang dialami sahabatnya dan ia termasuk orang yang berkecukupan. Oleh karena itu, ia mengirimkan banyak uang pada malik dan memaksanya untuk menerima.

Setelah mengalami banyak pengabaian, seruan Imam Malik kali ini disambut oleh penguasa. Para ahli ilmu diperhatikan dan mendapat tunjangan layak, baik yang sepuh maupun yang muda, sehingga keluarga Imam Malik jauh lebih baik. Pantang baginya, untuk meminta meski kebutuhan keluarganya kerap diterpa kelaparan saat harta yang dimilikinya habis karena kefokusan menuntut ilmu.

Perjuangan Imam Malik membuahkan hasil. Kepandaiannya semerbak didengar banyak masyarakat halaqah Masjid Nabawi Madinah, oleh didorong untuk membuat halaqah sendiri. Ia pun meminta izin kepada gurunya yang ada di halaqah Rabi’ah, lantas dipersilakan. Usai berhasil membuat halaqah popularitas Imam Malik kian meroket hingga terbentuknya mazhab Maliki dari sini.

Nyatanya ada banyak sekali hal yang diperjuangkan dan dikorbankan Imam Malik demi menuntut ilmu. Kebesaran nama dan kemapanan hidup Imam Malik sepadan dengan apa yang diupayakannya. Sebagaimana yang disabdakan Rasulullah SAW, Barangsiapa yang menginginkan dunia maka hendaklah dengan ilmu, barangsiapa yang menginginkan akhirat, maka hendaklah dengan ilmu, barangsiapa yang menginginkan keduanya, maka hendaklah dengan ilmu.

Oleh karena itu, meneladani Imam Malik mestinya membuat kita lebih termotivasi lagi dalam kesungguhan menuntut ilmu atau mengasah kemampuan diri. Tak ada yang instan untuk mendapatkan hal yang besar. Perjuangan Imam Malik menjadi faktor akan kemanfaatan ilmu bagi kemaslahatan orang-orang setelahnya. Semoga Allah SWT senantiasa memberikan langkah yang ringan untuk kita dalam thalabul ‘ilm, meski harus melalui banyak badai. Sebab kepahitan mencari ilmu akan berubah manis dikemudian hari.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.