Ragukan Siapapun yang Bicara Islam Tanpa Keahlian

KolomRagukan Siapapun yang Bicara Islam Tanpa Keahlian

Belum lama ini, saya menonton sebuah live streaming berjudul “Millenials Update #32”. Siaran ini rupanya membahas berita terbaru dari perspektif kelompok pengusung ideologi Khilafah. Satu hal yang cukup menarik perhatian saya ialah latar belakang para pembicaranya. Saya heran, bagaimana seorang yang bergelar dokter gigi berbicara begitu lantang tentang kapitalisme, liberalisme, sekularisme, akidah Islam, syariat Islam, bahkan negara Islam, bagaikan hanya dengan satu tarikan nafas. Bangkitnya orang-orang yang mengklaim Islam tanpa kepakaran yang jelas memang menjadi ironi kita belakangan ini.

Pada dasarnya, masyarakat muslim harus memiliki kesadaran bahwa segala sesuatu di dunia saat ini membutuhkan ahli. Segala yang berkaitan dengan ilmu memerlukan metodologi untuk menghasilkan konsistensi. Demikian pula, Islam juga membutuhkan ahlinya seperti semua sistem hukum lainnya. Penafsir atau orang yang berbicara atas nama Islam itu tidak boleh sembarangan, melainkan orang yang memiliki kualifikasi dan kepakaran sesuai bidangnya. Non-ahli dan masyarakat awam, perlu mengakui kebutuhannya terhadap keahlian dalam mengakses al-Quran dan as-Sunnah, jika tidak begitu maka akan terjadi kekacauan. 

Hukum Islam seringkali tidak dapat diakses oleh orang awam yang tidak memahami sejarah atau bahasanya. Kita perlu menyadari bahwa orang tanpa kualifikasi sebagai fuqaha atau ulama, tidak memiliki keterampilan dalam bertindak untuk membingkai argumen hukum. Di permukaan, beberapa masalah hukum mungkin tampak sangat sederhana, tetapi sebenarnya jauh lebih rumit dari kelihatannya.

Pengakuan al-Qur’an terhadap ulama, tidak lain, merupakan pengakuan bahwa al-Quran tidak selalu jelas dan definitif, tetapi juga memerlukan kajian dan analisis. Seandainya semuanya teks Islam sudah jelas tanpa ada ruang untuk interpretasi (qath’i), maka tidak diperlukan ulama dan al-Quran tidak akan membedakan antara ulama dan non-ulama. 

Kita juga perlu memahami perbedaan antara hukum dan sumber hukum. Al-Qur’an dan Sunnah adalah sumber utama umat Islam untuk mengekstrak keputusan hukum. Dapat dikatakan, kedua teks sakral tersebut merupakan sumber atau prinsip-prinsip fiqih (ushul al-Fiqh). Bagaimanapun, hukum-hukum dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah membutuhkan proses penafsiran. 

Baca Juga  Jihad Akbar dengan Berpuasa

Mencoba memahami makna dan menerapkan hukum langsung dari al-Qur’an dan Sunnah, atau teks apa pun, tanpa proses interpretasi adalah tidak mungkin. Karena teks tidak berbicara sendiri. Proses interpretasi atau penafsiran yang valid sangat penting dalam memahami maksud dan alasan yang mendasari kitab suci. Maka dari itu, seseorang yang berbicara ayat, hadis, Islam, tanpa kualifikasi di bidangnya, akan sangat berbahaya dan tidak dapat dibenarkan dan dibiarkan. Sebab, orang semacam itu hanya mengandalkan asumsinya sendiri daripada metodologi yang telah ditetapkan dalam tradisi keilmuan Islam.

Muslim sepakat tentang perlunya mengikuti al-Quran dan Sunnah. Namun, ahli hukum Muslim mengakui bahwa al-Quran dan Sunnah selalu membutuhkan penafsir, yang bertugas menerjemahkan maksud dari syariat Islam yang melangit menjadi membumi. Jadi, penting sekali menyimak dan mendengarkan pembahasan Islam dari ahlinya.

Orang awam tidak sepenuhnya dibebaskan dari tanggung jawab dalam proses memahami teks-teks Islam ini. Setidaknya, kita harus memiliki beberapa premis untuk dapat membedakan antara peneliti yang sebenarnya dan penipu yang hanya memanipulasi identitas Islam. Dalam hal ini, orang yang non-ahli atau awam harus memiliki dasar untuk mempercayai mujtahid atau pakar ijtihad, bukan sembarang orang yang berbicara atas nama Islam. Salah satu cara yang paling utama untuk menentukan siapa yang dapat kita percaya untuk memberikan argumen seputar Islam ialah dengan memperhatikan latarbelakang keilmuan yang dimilikinya.

Singkatnya, kita perlu meragukan siapapun yang berbicara Islam tanpa keahlian yang sesuai. Sebab, bisa jadi seseorang itu baru belajar Islam namun sudah lancang mengambil peran sebagai pengajar Islam. Kita harus menghargai tradisi keilmuan Islam yang sangat mengutamakan ulama dan ahli Ilmu.

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.