Potret Perjuangan Aktivis Pro-Palestina di Amerika

Dunia IslamPotret Perjuangan Aktivis Pro-Palestina di Amerika

Pendudukan Israel terhadap wilayah Palestina telah berlangsung selama beberapa dekade. Konflik dan kekerasan pun terjadi berlarut-larut akibat aneksasi Israel tersebut. Berbagai upaya telah dilakukan banyak pihak untuk mencari solusi bagi keduanya. Namun, belum ada jalan tengah bagi konflik rumit dan menyejarah itu. Dalam perjalanannya, perjuangan akar rumput selalu menyala, seolah menjaga ingatan dunia bahwa tragedi kemanusiaan di Palestina masih ada.

Pada saat Israel-Palestina kembali memanas, atau ketika momen tertentu seperti hari peringatan terjadinya pembantaian Sabra dan Shatila misalnya, sejumlah aktivis pro-Palestina mengadakan unjuk rasa. Mereka menggelar aksi memprotes Israel dan proksinya, serta mendesak keadilan bagi Palestina. Mahasiswa adalah salah satu organ yang bersuara keras terhadap kolonialisme Israel. Perjuangan mereka tidaklah mudah. Di Amerika Serikat, para mahasiswa yang terindikasi pro-Palestina dibayangi risiko buruk dari aktivismenya.

Tercatat pada daftar hitam yang berangsur pada risiko diskriminasi adalah salah satu ancaman bagi para pendukung Palestina. Sebut saja namanya Amira. Melansir dari middleeasteye.net, Amira merupakan salah satu perempuan yang aktif dan vokal membela Palestina. Dia dan ratusan mahasiswa lainnya menuntut kampus tempat ia belajar untuk melepaskan diri dari perusahaan yang mendukung Israel. Di tengah keberanian Amira dalam kontribusinya pada berbagai aksi, ia sejatinya diliputi ketakutan yang nyata. Demikian juga dengan rekan mahasiswa yang lain.

Umumnya, rasa takut itu diasosiasikan dengan dicantumkannya mereka di website seperti Canary Mission. Situs ini didedikasikan untuk menjelekkan dan merusak kehidupan para aktivis yang mendukung Palestina. Tidak hanya mahasiswa, Canary Mission juga menyasar profesor, intelektual, dan para pihak yang kontra Israel.

Situs tersebut beroperasi secara anonim, yang mengecam para kritikus Israel dan kebijakannya. Canary Mission serius dalam menjalankan ancamannya. Situs ini semacam papan pengumuman yang menampilkan profil aktivis pendukung Palestina dan melabeli mereka sebagai seorang rasis, antisemitisme (anti Yahudi), dan pendukung terorisme.

Dengan puluhan ribu pengikut di Twitter, Canary Mission benar-benar memanfaatkannya untuk menekan aktivis pembela Palestina. Beberapa dari mahasiswa yang tercatat di situs pun terpaksa meredam aktivisme mereka karena berpotensi menghambat peluang kerja mereka di masa depan serta ancaman diskriminatif lainnya.

Amira terkadang frustasi. Ia merasa dirinya buruk karena rasa takut itu. Betapa banyak saudaranya yang menderita di Palestina, sedangkan ia sibuk dengan ketakutan atas diri dan masa depannya. Tapi apa daya, keadaan sungguh mengecewakan. Dimana perjuangan mereka untuk keadilan Palestina dibelokkan sebagai sikap rasis dan dianggap sebagai gerakan merusak yang harus dibasmi.

Menjelang medio 2021 kemarin, ketegangan hebat kembali terjadi antara Israel-Palestina. Bentrokan dua pekan kala itu menelan ratusan nyawa dan ribuan orang terluka di seluruh wilayah Palestina yang diduduki Israel. Protes keras meletus di sejumlah ibu kota Barat, seperti London, Washington, serta Canberra. Ratusan ribu orang menuntut diakhirinya pertempuran.

Baca Juga  Dakwahkan Rasa Syukur, Bukan Rasa Takut

Nerdeen Kiswani adalah bagian dari pengunjuk rasa yang turun ke jalan di Brooklyn—salah satu wilayah utama di New York, AS—untuk mengecam pertempuran tadi. Mahasiswi hukum di City University of New York (CUNY) ini adalah pendiri organisasi Within Our Lifetime (WOL). Organisasi akar rumput yang dipimpin pemuda guna memperjuangkan keadilan untuk Palestina.

Menjadi mahasiswa yang vokal mendukung Palestina seperti Kiswani tentu ada ongkosnya. Tak jarang ia menjadi target kampanye kotor. Kiswani pernah dilabeli sebagai “Antisemite of the Year” oleh Stopantisemitism.org. Kritikannya pada teman yang memakai kaos yang mempromosikan militer Israel, bahkan berujung pada kampanye hitam dan agitasi atas dirinya. Sebuah aplikasi yang terafiliasi dengan pemerintah Israel disebut-sebut menyediakan penghargaan bagi pengguna aplikasi yang mengirim pernyataan ke administrasi CUNY, dengan mengatakan bahwa Kiswani telah mengancam seorang siswa, karena itu kampus harus menghukum Kiswani.

Hasutan serta penentangan atas Kiswani tersebut berlangsung selama berbulan-bulan. Dan ancaman pada kebebasan berpendapat semacam ini juga membayangi para aktivis pro-Palestina lainnya. Adalah tanggung jawab pihak kampus untuk melindungi dan menjamin kebebasan berpendapat mahasiswa dan civitas akademik lainnya, termasuk bagi para pendukung Palestina.

Operasi daftar hitam seperti yang dilakukan Canary Mission sangatlah menakutkan, karena itu digunakan sebagai acuan data oleh penegak hukum di Israel dan Amerika. Sepanjang 2020, organisasi Palestine Legal mencatat telah menanggapi 1.707 insiden penindasan terhadap advokasi Palestina yang berbasis di Amerika Serikat.

Ada di antara aktivis pembela Palestina yang diinterogasi dan dideportasi dari Israel karena profilnya di Canary Mission. Sementara yang lain ada yang diinterogasi oleh FBI, suatu badan investigasi dari Departemen Kehakiman Amerika Serikat.

Kisah Amira dan pengalaman Kiswani adalah segelintir potret yang menampilkan beratnya perjuangan pembela Palestina, khususnya di Amerika Utara. Konflik kemanusiaan abad modern ini harus disudahi. Sudah terlalu banyak darah dan penderitaan yang ditumbalkan untuk kolonialisme di Palestina. Kita harus terus mencari jalan keluar yang mengacu pada supremasi dan penghargaan atas kemanusiaan. Konsekuensinya, semua pihak wajib mengakhiri konfrontasi bersenjata, menekan ego kepentingan, dan mengedepankan win-win solution yang adil dan penuh komitmen damai.

Kejernihan sangat penting dalam mencerna persoalan tua Israel dan Palestina ini. Membela hak-hak Palestina bukan berarti membenci Yahudi menjadi dibenarkan. Aktor utama yang perlu dikritisi adalah Zionis Israel. Dan seorang Yahudi belum tentu seorang Zionis. Dalam kapasitas sebagai manusia, kita punya tanggung jawab untuk mengampanyekan kemanusiaan dan kedamaian dunia sesuai porsi masing-masing. Satu hal yang tak kalah penting adalah kita amat layak untuk bersyukur bisa hidup di tengah negeri yang damai dan Tanah Air yang utuh. Sebab itu, kita harus selalu mejaganya. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.