Ajakan Islam untuk Mencintai Diri Sendiri

KolomAjakan Islam untuk Mencintai Diri Sendiri

Kampanye untuk mencintai diri sendiri (self love) tengah cukup marak diperbincangkan. Saya rasa ini semacam respons balik dari kondisi umum manusia masa kini, terutama generasi muda yang gamang terhadap identitas dirinya. Mereka mulai tertekan karena tuntutan sosial yang tak berkesudahan. Itu semua tak lepas dari postur kehidupan sekarang yang dipenuhi oleh berbagai standar kesempurnaan yang tersebar masif di media. Secara tak sadar, perilaku dan cara pandang kita kemudian dikendalikan oleh kemauan pasar. Yang lambat laun memengaruhi kondisi mental serta kesadaran. Kita pun mudah stres dan kehilangan kontrol atas diri.

Tuntunan untuk mencintai diri sendiri tersebut tak luput dari perhatian Islam. Hal tersebut menjadi keniscayaan, sebab Islam merupakan agama yang menghendaki keseimbangan pada diri manusia. Baik fisik, mental, maupun spiritual, kesemuanya harus mendapat porsi perhatian yang sama agar tidak timpang. Self love bukan sekadar memfasilitasi eksterior diri dengan beragam kenyamanan. Dalam Islam, mencintai diri adalah sesuatu yang lebih mendalam, berkait erat dengan wilayah jiwa yang akan mengantarkan kita pada rasa syukur serta kesadaran atas cinta Tuhan.

Sebelum mencintai, perlu terlebih dahulu untuk kenal. Bagaimana mungkin kita bisa mencurahkan rasa cinta pada sesuatu jika kita tak mengenalnya. Mengenal diri berarti melakukan observasi jati diri, potensi, kelemahan, maupun kelebihan yang dikaruniakan Tuhan. Lalu menerima dan menghargainya. Berkomunikasi dengan diri membuat kita kritis dan aktif bertanya. Ini adalah langkah awal menuju kesadaran akan eksistensi Dzat yang Maha Kuasa atas segala sesuatu.

Hal ini bersesuaian dengan satu ungkapan yang populer di masyarakat, bahwa “Barangsiapa mengenali dirinya, maka ia telah mengenal Tuhannya”. Dengan kata lain, ketika seseorang menyadari kelemahannya, di saat yang sama akan terbentuk pengetahuan bahwa Allah itu Maha Mulia, Maha Kaya, Maha Berkuasa, dan segalanya. Dengan pemahaman demikian, seseorang akan lebih mudah mensyukuri tiap detail dari diri dan kehidupannya.

Setelah menyelami karakter diri, baru kemudian kita mengembangkan rasa cinta. Dengan adanya self-love, seseorang akan terjauh dari pikiran-pikiran negatif untuk menganiaya atau mencelakakan diri sendiri. Sebab, self-love di sini berarti menerima, menghargai diri sendiri dengan segala lebih dan kurangnya. Dari sini kemudian muncul pertanyaan, jika kita mencintai segala aspek dan kualitas diri kita, lalu mengapa kita perlu meningkatkan kualitas diri?

Dalam konsep Islam, self-love bukan berarti mencintai diri sendiri tanpa syarat secara mutlak dan keseluruhan. Allah telah menganugerahi manusia akal dan memberikan petunjuk agar kita dapat membersihkan diri serta mengatasi sifat-sifat negatif yang tak sesuai dengan Islam. Membiarkan diri tak berkembang dan statis dengan dalih menghargai karunia Tuhan pada diri bukanlah self-love. Islam tak mengajarkan sikap pasif. Sebaliknya, memahami dan mengisi diri adalah salah satu cara mencintainya.

Self-love adalah menjaga diri kita secara fisik, mental, spiritual, dan emosional. Karena hidup ini adalah tanggung jawab besar dari Tuhan, maka merawat dan menjaga diri adalah tugas yang sangat penting. Kesalahan yang kita lakukan, kelemahan yang kita miliki, atau pribadi yang jauh dari standar sosial, bukan alasan untuk membenci atau mengabaikan diri kita. Segala kekurangan diri merupakan tanggung jawab penuh kita. Perlu kehati-hatian agar tidak bersikap kasar pada diri sendiri. Analogi sederhananya, kita mesti memperlakukan diri seperti seorang dokter yang merawat pasien dengan penuh kasih.

Baca Juga  Islam Agama Damai, Bukan Agama Perang

Seseorang yang mencintai dirinya, akan melihat kesalahannya sebagai proses wajar seorang anak manusia. Menjadikannya sebagai medium pembelajaran. Muslim yang baik bukan mereka yang bersih dari kesalahan, tapi mereka yang ketika melakukan kesalahan mau sadar, mengakui, dan memperbaikinya. Pada akhirnya, self-love dalam Islam adalah bertumbuh dan mengembangkan diri di bawah pelita petunjuk Ilahi.

Turunnya QS. Al-Maidah [5]: 87-88 adalah respons terhadap tindakan beberapa sahabat Nabi yang menolak rizki kebaikan yang telah dikaruniakan Allah. Mereka hendak mengisolasi diri dari nikmat duniawi, seperti menolak makan daging dan berhubungan seksual. Menganggap hidup cukup dengan ibadah saja. Ayat tersebut berisi peringatan agar kita bersikap adil pada diri sendiri dan tidak melampaui batas.

Sebagai manusia, komponen yang kita miliki harus diisi secara seimbang. Tuhan punya hak atas diri kita, keluarga berhak pula atas diri kita, demikian halnya badan kita juga mesti dipenuhi hak-haknya. Berlebihan pada satu perkara hanya akan mendatangkan kezaliman pada orang atau hal yang lain.

Self-love bukanlah narsisme atau bersikap egois. Kita tak bisa selalu mengutamakan diri sendiri di atas yang lain untuk alasan self-love. Islam mengajari kita untuk bersikap tanpa pamrih, bukan egois. Self-love adalah tentang memahami nilai kita sebagai makhluk Tuhan tanpa perlu validasi dari luar. Bersikap jujur, menginsafi segala kekurangan, menghargai, dan mau meningkatkan diri sebagai wujud pertanggungjawaban hidup yang Tuhan karuniakan.

Manusia diciptakan bukan untuk membuat orang lain terkesan atau memenuhi tuntutan budaya masyarakat. Kita diciptakan untuk mempelajari diri, mengetahui Tuhan, menyadari cinta-Nya, dan menyembah-Nya dengan sepenuh hati.

Islam mengajak kita untuk self-love dengan cara memperhatikan segala aspek yang dibutuhkan guna mencapai keseimbangan dan menjadi manusia seutuhnya. Larangan Allah menzalimi diri kita selaku manusia, dengan sendirinya adalah perintah untuk menghargai dan mencintai diri. Adil pada semua aspek diri, mulai dari jasamani, rohani, spiritual, hingga emosional.

Ajakan mencintai diri merupakan proses membentuk kesadaran Ilahiah akan cinta dan kuasa Tuhan. Semakin engkau mengenal diri, semakin cahaya Tuhan tercermin dalam dirimu. Tuntutan tren yang menyebabkan krisis identitas dan stres dapat teratasi perlahan dengan menumbuhkan rasa cinta pada diri. Puncaknya, mencintai diri adalah cara untuk senantiasa bersyukur pada Allah ta’ala. Wallahu a’lam. []

Khalilatul Azizah
Khalilatul Azizah
Redaktur Islamramah.co || Middle East Issues Enthusiast dengan latar belakang pendidikan di bidang Islamic Studies dan Hadis. Senang berliterasi, membahas persoalan sosial keagamaan, politisasi agama, moderasi, khazanah kenabian, juga pemikiran Islam.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.