Nazar yang Tidak Wajib Ditunaikan

KhazanahHadisNazar yang Tidak Wajib Ditunaikan

Pada umumnya, seseorang bernazar apabila apa yang dipintanya terkabulkan. Para ulama pun sepakat kalau hukum dalam bernazar itu wajib dilakukan. Ibarat, janji adalah utang, maka harus ditepati. Kendati demikian, nazar itu dikatakan gugur jika mengandung unsur-unsur maksiat (kemudharatan), sehingga tidak wajib ditunaikan.

Mengutip buku Ketawa Sehat Bareng Para Ahli Fikih (2016), sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Aisyah ra bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda, Barangsiapa yang bernazar untuk mentaati Allah, maka hendaklah ia mentaatinya. Dan barangsiapa yang bernazar untuk bermaksiat kepada Allah, maka janganlah ia memaksiatkannya (HR. Muttafaq ‘alaih).

Kemudian dalam hadis lain diceritakan, ketika Rasulullah SAW berkhutbah, beliau melihat seorang laki-laki yang berdiri (kepanasan) di bawah sinar terik matahari. Melihat kejadian tersebut, Rasulullah SAW bertanya (kepada orang itu), “Ada apa gerangan denganmu?”

“Saya telah bernazar untuk tidak berteduh sebelum engkau selesai berkhutbah,” jawab laki-laki itu. Dengan senyum, Rasulullah SAW pun bersabda, “Itu namanya bukan nazar, sesungguhnya nazar itu dalam ketaatan dan mencari ridha Allah SWT (bukan dalam hal menyiksa diri)”, sumber hadis yang diriwayatkan oleh Ahmad bin Hanbal.

Adapun nazar yang sepatutnya yakni yang memuat kebaikan, baik bagi diri sendiri maupun orang lain. Tidak membuat kekonyolan, seperti berniat membunuh atau balas dendam terhadap orang yang pernah menghina dan melukainya. Tentu, nazar demikian sangat dilarang dalam Islam.

Selain itu, sekalipun nazar yang diniatkannya baik, Rasulullah SAW merespons situasi ini yang tersebut dalam hadisnya. Sesungguhnya nazar tidaklah membuat dekat pada seseorang apa yang Allah takdirkan. Hasil nazar itulah yang Allah takdirkan. Nazar hanyalah dikeluarkan oleh orang yang pelit. Orang yang bernazar tersebut mengeluarkan harta yang sebenarnya ia tidak ingin untuk dikeluarkan (HR. Muttafaq ‘alaih).

Baca Juga  Moderasi Beragama Bung Karno

Berdasarkan hadis di atas, karena nazar yang wajib ditunaikan hanyalah sesuatu yang maslahat dan mengandung ketaatan, maka mestinya seseorang yang ikhlas dengan ketentuan Allah SWT tidak mensyaratkan sesuatu untuk melakukan kebaikan. Alangkah indahnya jika niat baik tersebut, ditunaikan sebelum yang dimohonkannya itu terkabul. Sebab itu, orang yang bernazar hanya dimunculkan pada orang-orang yang bakhil atau kikir. Sejatinya kalaupun perkara yang diharapkannya terwujud, seperti yang Rasulullah SAW katakan, bahwa hasil nazar itu memang yang Allah takdirkan untuk kita.

Sebagaimana yang diungkapkan oleh Sahabat Umar bin Khattab, hatiku tenang karena mengetahui bahwa apa yang melewatkanku tidak akan pernah menjadi takdirku, dan apa yang ditakdirkan untukku tidak akan pernah melewatkanku. Dan nazar ini selayaknya menjadi motivasi untuk selalu melakukan hal-hal kebaikan sehingga kelak menjadi perbuatan istikamah. Pada intinya, yang pasti catatan penting mengenai nazar adalah ia menjadi sesuatu yang wajib ditunaikan apabila secara sadar tanpa paksaan orang lain kalimat akad itu diucapkan, keculi yang dinazarkannya perbuatan tercela maka nazarnya menjadi gugur.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Leave a Reply

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.