Cinta Laura Kiehl: Jangan Terjebak dalam Pola Pikir yang Memanusiakan Tuhan

BeritaCinta Laura Kiehl: Jangan Terjebak dalam Pola Pikir yang Memanusiakan Tuhan

Cinta Laura tampil membawakan Pidato pada Malam Peluncuran Moderasi Beragama(22/09/2021). Ia mewakili generasi muda untuk menyuarakan pentingnya moderasi beragama. Dalam pidatonya yang mendapat pujian dan apresiasi dari Menag Yaqut Cholil itu, Cinta laura menyoroti akar permasalahan radikalisme dalam beragama, yaitu kesombongan manusia yang sering merasa mampu memahami tuhan, mengaku menghakimi seperti tuhan, padalah justru sebenarnya memanusiakan Tuhan.

Menurutnya, manusia adalah makhluk yang sangat terbatas dan tidak mungkin memahami tuhan yang tidak terbatas. “Karena pemahaman yang terbatas dan pemikiran yang tidak kritis, orang-orang terjebak dalam cara berpikir yang telah memanusiakan Tuhan. Yakni, merasa memiliki hak dalam mendikte kemauan Tuhan, merasa tahu pikiran Tuhan, dan merasa berhak bertindak Atas nama Tuhan. Hal inilah yang akhirnya seringkali berubah menjadi sifat radikal” ucapnya.

Mengatasnamakan tuhan untuk kepentingan pribadi adalah bahaya yang sedang dialami masyarakat saat ini. Hal itulah yang telah menyesatkan generasi penerus bangsa, dengan prinsip hidup yang sebenarnya tidak ada dalam kitab suci agama. Menurut wanita berusia 28 tahun ini, hal demikian disebabkan karena kurangnya sosialisasi dan pendidikan tentang cara memahami agama. “Kita kurang membimbing dan memberikan masyarakat tools (alat) yang dibutuhkan agar bisa memahami sebuah ajaran dengan akal kritis. Sehingga, mereka menjadi tersesat dalam cara berpikir mereka, dan lupa akan pentingnya menyeimbangi segala ilmu yang dipelajari dan dimiliki dengan nilai-nilai yang ada dalam budaya science ataupun aliran pemikiran lainnya.” Ucap alumni Columbia University of New York ini

Wanita yang lulus dengan predikat Cum Laude tersebut, merasa beruntung karena sejak kecil diajarkan untuk membaca literatur dan filosofi berbagai agama. Dari sanalah ia dapat memahami keindahan setiap agama, dan sadar bahwa setiap agama mengajarkan moralitas dan budi pekerti yang luhur, dalam menjalani kehidupan yang terbatas di dunia ini. Ia mengatakan “Fungsi terbesar agama adalah satu, yaitu untuk membimbing Kompas moral manusia untuk mengingatkan manusia bahwa kita harus memperlakukan satu sama lain dengan hormat, bahwa kita harus bersyukur dan bahwa kita semua harus sadar bahwa waktu kita di dunia ini hanyalah singkat dan terbatas”

Baca Juga  Etika dalam Berdakwah

Untuk itulah, Cinta Laura mengemukakan empat poin utama untuk menunjang moderasi beragama. Pertama,  mengingatkan kembali masyarakat akan indahnya, kayanya, dan uniknya budaya-budaya yang di negara ini. Tidak hanya di sekolah, tapi juga melalui media dan semua platform digital yang ada. “Adalah sebuah hal yang krusial untuk disadari bagi generasi muda, akan relevannya budaya kita di dunia yang semakin modern” tandasnya.

Kedua, ajaran agama di sekolah harus adil dalam merepresentasikan keberagaman agama-agama di negeri ini. Hal itu semata-mata agar orang terbiasa dengan nilai-nilai agama yang universal dan tidak saling bermusuhan. Wanita yang memiliki segudang prestasi ini juga menambahkan, “agar orang-orang bisa mengerti sejak usia muda bahwa semua agama itu mengajarkan kebaikan, dan tidak seharusnya kita melecehkan dan menyakiti satu sama lain hanya karena sebuah perbedaan”  

Ketiga, menumbuhkan budaya critical thinking. Dari awal, Cinta Laura menyadari bahwa masalah radikalisme kerap disebabkan oleh kurangnya berpikir kritis, sehingga mudah mendapat doktrin ajaran yang tidak benar. Maka dari itu, ia mengatakan “Ajarkanlah adik-adik kita untuk membaca dan mempelajari segala sesuatu dari berbagai sudut pandang. Biarkanlah Mereka bertanya tumbuhkanlah rasa ingin tahu mereka sehingga mereka tidak mudah dipengaruhi dan dijajah pikirannya”.

Terakhir, ia juga berpesan agar kita dapat memanfaatkan teknologi informasi yang berkembang pesat saat ini, untuk menyebarkan dan mempromosikan nilai-nilai kerukunan dan toleransi. Ia berkata, “gunakanlah teknologi yang semakin canggih sebagai alat yang dapat terus menyebarkan nilai-nilai toleransi, agar negara ini bisa kembali menjadi Indonesia sejati.”

Baginya, dalam beragama, kita semestinya tidak melupakan inti dari identitas bangsa ini yang begitu menjunjung tinggi keberagaman dan Bhinneka Tunggal Ika. Cinta laura menutup pidatonya dengan ajakan untuk taat dalam beragama agar menjadi manusia yang bermoral, serta tidak lupa untul merangkul budaya Indonesia dan identitas bangsa. 

Selvina Adistia
Selvina Adistia
Redaktur Islamramah.co. | Pegiat literasi yang memiliki latar belakang studi di bidang Ilmu al-Quran dan Tafsir. Menuangkan perhatian besar pada masalah intoleransi, ekstremisme, politisasi agama, dan penafsiran agama yang bias gender.
Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.