Ibnu Athaillah: Rezeki yang Cukup adalah Kenikmatan Sempurna

KhazanahHikmahIbnu Athaillah: Rezeki yang Cukup adalah Kenikmatan Sempurna

Manusia selalu diliputi rasa ketidakpuasan. Ini yang mengantarkan hidup menjadi sulit bahagia, padahal letak kesempurnaan nikmat adalah ketika hadirnya rasa cukup. Kecukupan bukan berarti tidak mengupayakan ikhtiar yang lebih dan total untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, melainkan kondisi tersebut menyadarkan bahwa manusia patut mensyukuri apa yang telah dihasilkan dari upayanya itu sebuah kebaikan dan anugerah tanpa harus mempersalahkan diri dan Tuhannya.

Sebagaimana yang dikatakan imam sufi besar abad ke-7 asal Iskandariah, Mesir:

من تمام النعمة عليك أن يرزقك ما يكفيك ويمنعك ما يطغيك

Di antara bentuk kesempurnaan nikmat atasmu adalah ketika Dia memberi sesuatu yang mencukupimu dan menahan sesuatu yang akan mencelakakanmu.

Dalam syarahnya di kitab Al-Hikam, Syekh Abdullah Asy-Syarqawi Al-Khalwati (2019), yang dimaksud Ibnu Athaillah dijelaskan, bahwa di antara bentuk kesempurnaan nikmat Allah atasmu adalah ketika Dia memberimu sesuatu yang dapat mencukupi kebutuhanmu ke dalam tindakan berlebihan (thugyan), terutama dalam urusan harta.

Banyak sedikitnya suatu harta itu relatif. Ada kalanya mereka yang sudah berpenghasilan puluhan juta, tetapi merasa tidak bahagia dan kurang sehingga isu-isu korupsi terus berkelanjutan. Namun, ada pula mereka yang berpenghasilan sewajarnya, akan tetapi dapat menikmati rezeki dengan baik atas pemberian Allah SWT.

Bentuk rezeki juga tidak hanya terbatas pada materi. Namun, jiwa yang sehat, keluarga yang bahagia, teman atau lingkungan yang baik, setiap nafas kehidupan, dan sebagainya merupakan bentuk rezeki yang tak ternilai. Ada banyak rezeki yang diberikan Tuhan yang kerap tidak disadari manusia. Itu sebabnya, kita harus berupaya belajar pandai dalam merasa cukup dan bersyukur dengan yang kita miliki saat ini.  

Banyaknya rezeki dalam pandangan mata manusia biasanya berbentuk materi, kerap mencelakakan dirinya sendiri. Allah SWT berfirman, Ketahuilah! Sesungguhnya manusia benar-benar melampaui batas karena dia melihat dirinya sendiri serba cukup (QS. Al-‘Alaq: 7-8). Dalam hadis juga disebutkan, “Apa yang sedikit dan cukup lebih baik daripada yang banyak, tetapi melenakan”.

Baca Juga  Bangga Budaya Islam Nusantara

Kemudian Syekh Abdullah Asy-Syarqawimenambahkan, pemberian yang tidak mencukupi kebutuhaan, biasanya, akan membuat seseorang sibuk dan melalaikan ketaatan kepada Allah. Pemberian tersebut tidak disebut sebagai kesempurnaan nikmat.

Artikel Populer
Artikel Terkait

Tinggalkan Balasan

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.